Seandainya Yigit tahu kl pada akhirnya dia harus banyak menemui kesulitan hidup karena ulah sang bibi, mungkin lebih baik dia dan saudara-saudaranya dulu hidup menggelandang, daripada dipaksa untuk kemudian menanggung hutang budi karena telah dirawat dan dibesarkan oleh Ny Aytul. Bukan masalah hutang budinya, tapi lebih ke dikte dan tekanan dari sang bibi yang kemudian justru membuat Yigit merasa terkekang dan terbebani. Lagi-lagi kl merasa ‘kalah umur’, perasaan takut kualat, tidak bisa tidak selalu menghantui. Yang merasa ‘menang umur’ juga seperti tidak bisa menempatkan diri, mentang-mentang menang jumlah angka dan pengalaman, hahha.. Berasa berhak segala-galanya, sok paling mengatur, dan keblingerrr... Ny Aytul yang terhormat... Menjadi orang tua untuk anak-anaknya sendiri saja terlihat kedodoran, apalagi mesti harus dititipi mengasuh beberapa keponakan, jadi deh kompak kacau di segala sisi.
Saya jadi penasaran juga akhirnya dengan sebuah pertanyaan... Andai Yigit tidak sukses dan biasa saja, apakan Ny Aytul juga akan tetap menuruti keinginan Iclal yang sudah setengah gila ngebet jatuh cinta kepada sepupunya sendiri dan minta untuk dinikahkan dengan Yigit? Hahahaaa... Ny Aytul yang sungguh beruntung... Ech, giliran ketitipan keponakan, ternyata sang keponakan menemui garis nasib kehidupan yang begitu membahagiakan. Yigit yang pekerja keras, tenyata sukses meniti karier dan kekuasaannya. Uang dan kemewahan tak lagi jadi masalah besar untuk keluarga besar mereka. Tambah beruntung lagi, karena rupanya Yigit juga bukan tipe keponakan yang seperti kacang lupa pada kulitnya. Segala kebutuhan dan keperluan bibi dan anak-anaknya menjadi tanggungan dari Yigit. Bahkan sang bibi juga kecipratan saham kepemilikan Kozan Otomotive, diih, Ny Aytul... Kurang baik apa Yigit kepada bibi dan sepupu-sepupunya?! Berasa tak harus bekerja apa-apa, tapi segala-galanya telah tersedia ya... Ibarat kata, jadi orang kaya itu tidak enak, tapi jadi anak atau kerabatnya orang kaya itu jauh lebih enak, wkwkwkwkkk... Sekuat tenaga Yigit bekerja, memeras keringat demi kejayaan Kozan Otomotive, sementara Ny Aytul dan anak-anaknya, ngapain coba??!
Oleh karena tidak merasakan betapa beratnya mencari uang demi sesuap nasi dan segenggam berlian itu tadi lhooh, maka kemudian kebanyakan orang yang tidak mengerti bagaimana susahnya mencari penghidupan, merasa tidak akan pernah cukup alias kemaruk atau juga serakah. Makanya ketika dulu Iclal merengek untuk minta dinikahkan dengan Yigit, alih-alih berusaha memberi pengertian kepada sang anak, Ny Aytul lebih memilih untuk menuruti keinginan Iclal. Hahha... Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui, sekaliyan merekatkan persaudaran, tambah juga pundi-pundi kekayaan. Ceileeeee... Merekatkan pesaudaraan, preett ahhh... Saya lebih suka dengan istilah yang digunakan oleh Nazan yang ketika itu dengan nyinyirnya mengatai Ny Aytul sebagai seorang yang tidak rela kl kekayaan sang keponakan akan jatuh ke pihak luar. Makanya dia mendukung penuh Iclal menikah dengan Yigit, meskipun Ny Aytul juga tahu kl Yigit tidak pernah mencintai Iclal. Tapi apalah arti harga diri jika uang sudah begitu membayangi mata dan pikiran. Tak perlu lagi juga meratap karena tak tega melihat anak yang begitu memohon perhatian dan cinta dari seorang laki-laki.. Lha wonk emaknya sendiri sudah tidak ada niat untuk mendidik yang lebih baik demi masa depan anak-anaknya sendiri. Pokoknya kl uang sudah berbicara, berasa Tuhan saja tidak ada harganya. Celakalah engkau kemudian, Ny Aytul...
Di kemudian hari, ketika rumah tangga yang dijalani oleh sang anak dengan keponakan tidak pernah berjalan baik, Ny Aytul bisa apa?? Toh, Yigit memang dari awal tidak pernah menjanjikan cinta yang muluk-muluk untuk Iclal, selain hanya menuruti bujukan sang bibi untuk menikahi anak perempuannya. Bahkan saking kemarin dulu sudah sedemikian tertutup harta dan keserakahan, Ny Aytul sampai lalai untuk mendidik Iclal menjadi seorang perempuan yang mandiri dan elegan, hahha... Diih, kl saya jadi Ny Aytul, melihat Iclal yang selalu terabaikan oleh Yigit, malu setengah mati!!! Tapi ya itu tadi, lagi-lagi kl mau menoleh ke belakang dan introspeksi diri, tak usahlah mencari sasaran untuk disalah-salahkan, semua balik lagi, siapa yang menebar angin, dia yang akan menuai badai. Sudah tahu dari awal kl Yigit tidak menghendaki pernikahan dengan Iclal, kenapa dipaksakan?? Kecuali, kl memang dari awal Yigit ada perasaan juga kepada Iclal, kemudian di tengah jalan, Yigit berkhianat... Ny Aytul berhak untuk marah... Tapi kl kasus Yigit dan Iclal, berasa karena nila setitik, rusak susu sepayudara deh, wkwkwkwkkk... Bahkan Yigit sampai sekarang dipaksa untuk menanggung beban tanggung jawab yang di luar kehendaknya selain isu hutang budi, hihihiii...
Ketika beranjak sang keponakan mulai move on dengan perempuan lain, pun berasa bagi Ny Aytul itu sebagai sebuah pengkhianatan, alih-alih merasa sadar dengan kesalahan terdahulu. Bahkan Ny Aytul semakin tak henti mengintimidasi Yigit karena Iclal yang terbaring koma selama tiga tahun. Ny Aytul menggunakan musibah yang menimpa anaknya tersebut untuk seamkin mengikat Yigit dan membayanginya dengan sebuah kisah tanggung jawab yang tak berkesudahan. Kau pikir yang menderita anakmu saja, Nyonya? Bukankan semua perbuatan itu akan ada balasannya?? Ketika dulu kau begitu rupa membujuk dan memerdayai keponakanmu untuk menikahi anak perempuanmu, sudahkan kau terpikir kl suatu saat kemudian, meski itu hanya sekelumitan saja, Tuhan pasti tidak akan lupa dengan kelicikanmu??! Ketika akhirnya Yigit benar-benar ganti untuk memerdayaimu, terasa begitu menyakitkan kan, Ny Aytul?! Yigit saat itu hanya berusaha untuk jujur dengan dirinya sendiri, berdamai dengan hatinya sendiri, bahwa dia tak seharusnya terus-menerus terkungkung dalam dosa tanggung jawab yang melebihi porsinya. Jadi jangan buru-buru menuduh Yigit menelikung Iclal atau dirimu, Nyonya... Siapa yang mengajari siapa?? Maka ajarilah yang muda-muda dengan yang baik-baik saja.
Orang yang tidak kunjung dewasa dengan permasalahan dan konflik yang silih-berganti terjadi, itulah orang dengan kemalangan yang luar biasa. Dan itulah yang terjadi dengan Ny Aytul, hahha.. Mana sempat untuk mengaku dan introspeksi, yang ada hanya balas dendam dan balas sakit hati. Tak cukup hanya Yigit sebagai sasaran pelampiasan, Nur yang dianggap sebagai perempuan perebut Yigit dari Iclal, tak kalah sengit ketika menghadapi kebencian Ny Aytul. Segala cara dilakukan oleh Ny Aytul untuk menyingkirkan Nur dari rumah perkebunan Kozan. Pun seringkali dia jadi sasaran kemarahan Yigit karena berbuat keterlaluan kepada Nur, mana Ny Aytul tahu kapok, wkwkwkwkkk... Makin Yigit membela dan melindungi Nur, makin kejam Ny Aytul memperlakukan Nur. Bahkan serangkaian usaha persekongkolan dan konspirasi harus dilakukan oleh Ny Aytul demi supaya Nur kehilangan posisinya sebagai Ny Yigit Kozan. Ny Aytul bahkan memanfaatkan Nazan dan Tayyar sebagai bagian dari usahanya untuk menyingkirkan istri keponakannya. Pada akhirnya Ny Aytul ketahuan belangnya, bahkan Cahit yang sebenarnya tahu apa-apa, ikut kebagian murkanya Yigit.
Yigit memang tak pernah akan lupa jasa dan hutang budi, pun ketika Ny Aytul melakukan hal-hal yang keterlaluan kepada Nur. Yigit memilih untuk ‘menghukum’ sang bibi dengan caranya sendiri, daripada sekadar mengusirnya dari rumah perkebunan Kozan. Tak perlu juga dengan kekerasan dan luapan emosi seperti halnya selama ini yang kita akrabi dari seorang Yigit Kozan. Sang keponakan cukup dengan kata-kata yang tegas dan menohok terbukti mampu membuat bibinya tertimpa malu dan jatuh harga diri yang tiada terhingga. Ny Aytul sang ibu suri rumah perkebunan Kozan, seperti halnya sedang dihabisi oleh putra mahkota kerajaan Kozan, hahahaaa... Dandanan maskaramu, Nyonya kala ituuuuu... Hadddeh, sungguh mengenaskan!!! Berharap kau tidak akan berani berulah yang macam-macam lagi kepada Nur, karena posisi sebagai neneknya Mert harusnya selalu jadi catatan dan perhatianmu. Nenek-nenek koq masih kemaruk dosa!!! Wwweew...
Namun, inilah dunia yang sudah tanpa basi-basi dan tak tahu lagi artinya MALU. Sekiranya sebelumnya sudah begitu tak berdaya di hadapan sang keponakan, tapi lain hari, ya lain lagi ceritanya. Balik lagi ke sikap dan tabiat asal, Ny Aytul yang sebenarnya lebih membutuhkan siraman rohani, berani untuk berteriak-teriak tentang ADIL di hadapan Yigit yang kala itu di kantornya dia usai menerima teror dan ancaman berupa bingkisan tiga buah peluru. Hahha... Ech, Nyonya, kl Yigit mau saat itu, lebih baik satu dari tiga peluru itu ditembakkan ke dirimu saja, supaya kau berhenti ‘khotbah ompong’ di hadapan Yigit. Enak saja bicara tentang adil dan tidak adil perkara Cahit yang terusir dari rumah, sementara yang bicara tentang keadilan adalah ‘sang dalang’ kejahatan, haha.. Lucu ih lucu... Jangan heran jika akhirnya Yigit semakin meradang dengan pernyataan dari bibinya. “Adil, adil.. Lalu bagaimana dengan istriku?”
Ny Aytul memang sudah terlampau picik dengan tingginya harga diri yang dimiliki, maka ketika dia berbuat kesalahan, sulit untuk melakukan introspeksi. Aku, aku, dan semuanya terpusat di aku... Maka ketika dia berhadapan dengan Nur yang pintar dan berani, Ny Aytul akan semakin merasa terancam dengan harga dirinya. Bahkan mungkin, daripada seorang Iclal yang manja, justru Ny Aytul yang lebih sepadan untuk menghadapi Nur. Semakin Ny Aytul terancam dengan kehadiran Nur, justru semakin dia mengakui akan kehebatan Nur sebagai istri dari keponakannya. Pilihan hati itu InsyaAlloh lebih paten, Nyonya Aytul... Beda lagi dengan pilihan berdasarkan rayuan dan bujukan yang di belakangnya banyak ‘embel-embel’. Tuhan terlalu malas dengan hambaNYA yang kemaruk dan serakah. Have a sweet Tuesday, AVers... Salam hangat.
Categories: remahan yang tercecer
0 comments:
Posting Komentar