\

Kamis, 30 Juni 2016

#AniesWidiyarti_PertemuanKembaliDenganYangTercinta_CnH2_8 Hhmmm... Ada kisah tentang Bunga Erguvan dan Anggur Kroasia sebagai pemecah kebuntuan setelah 20 tahun tak saling bertemu dan menyapa. Tak apalah jika di balik sebuah pertemuan indah itu sebenarnya ada aroma konspirasi, nikmati saja dulu sajiannya. Tak mengecewakan bukan??! Setelah selama ini terbiasa hanya melihat Dilara dalam kondisi putus asa mengejawantahkan antara cinta, kasih sayang, dan harga diri, kini dengan dibantu seorang Harun Erguvan, bahkan kita disuguhi sorot mata Dilara yang lain dari yang biasanya. Masih tampak tegang dan kaku, tapi jelas di balik ketegangan dan kekauan tersebut, ada makna di masa lalu yang sungguh berarti untuk Dilara dan juga Harun. Ahh, saking terpananya saya, sampai lupa beberapa baris kalimat-kalimat romantis yang dilontarkan oleh Harun untuk mengenang masa-masa indahnya dulu bersama Dilara. “Berapa lama kita tidak bertemu, Harun?” “20 tahun atau tepatnya setelah 20 kali bunga Erguvan mekar dan bersemi...” Bla..bla..bla...  Duh, Harun... Romantisnya ternyata sebelas-dua belas dengan saingan beratnya, wkwkwkwkkk... Hanya bedanya, keromantisan Harun terbungkus rapi di balik dingin dan liciknya sorot mata, sedangkan Cihan... Kl yang satu ini berasa romantisnya terpancar sedemikian rupa dari tutur kata dan tindak-tanduknya sehari-hari... Mo pilih mana, Paramparca Fan? Wkwkwkwkwkkk...


Harun Erguvan... Ternyata di balik nama belakang itu mengandung unsur keindahan yang bernuansa ungu dan cantik. Yupz, Erguvan Flower atau Judas Tree... Bunga berwarna dominan ungu ini sepintas mirip anggrek atau juga Bunga Sakura di Jepang... Cantik dan hanya mekar satu kali dalam setahun... Semestinya memang Harun mempunyai keindahannya sendiri, jika tidak ada dendam masa lalu yang menyelimuti. Sukaaa dengan mata Harun yang tiba-tiba bersorot redup dan  penuh cinta ketika sedang menatap Dilara. Perbincangannya dengan Dilara pun untuk pertama kalinya setelah 20 tahun tak bertemu, untuk sementara ini berjalan lancar. Perbincangan dengan latar pemandangan dari tingkat atas sebuah gedung yang sangat tinggi..indah nian pemandangan yang tampak di luar. Berasa Burj Dubai dipindah ke Istanbul, wkwkwkwkkk... Saking lihai dengan keindahannya, bahkan Harun sudah berhasil mendapatkan nomor telepon Dilara saat itu juga. Makin indah bukan permainan yang akan dimainkan?! Wkwkwkwkkk... Yuk mariii... Lets start the game, beibeh...!!!


Akan tetapi untuk Rahmi yang tetap nekad bermain-main dan mempermainkan Cihan, selalu ada cerita skak mat di kemudian hari. Yach, si kakek... Pintar sekali dia memutarbalikkan fakta dan bersilat lidah di hadapan Cihan. Maksud hati ingin menaikkan citra Dilara sebagi ibu dan menjatuhkan Gulseren sedemikian hingga, tapi niat busuk itu tetap terbaca oleh anaknya. Berkali-kali dia memperingatkan Cihan akan bahaya Gulseren untuk kehidupannya kelak, berulang kali juga Cihan membalikkan kepada ayahnya tentang fakta-fakta di masa lalu. Dan sekali lagi, Rahmi hampir selalu tak bisa berkata-kata kl Cihan sudah memojokkan ayahnya dengan masa lalu tragis dan menyakitkan. Bukan bermaksud untuk kualat, Kakek... Tapi kau sebagai seorang ayah apalagi kakek, sikap dan kata-katamu terlampau tendensius, berat sebelah, dan tak mengayomi. Seperti kata Cihan, jadilah ayah yang baik bagiku. Hanya itu, Rahmi!!! Kl masih nekad berulah, bayar sendiri tuh nanti utang-utangmu, wkwkwkwkkk...


Seberapa sulitkah untuk menjadi ayah yang baik? Kiranya Oskan sedang dalam pengujiannya. Benarkah seorang ayah yang baik hanya mereka yang mampu mencukupi kebutuhan anaknya secara materi? Lantas benarkah kesempatan Oskan untuk ‘meraih’ Cansu sudah habis seiring uang simpanannya di bank ratusan ribu lira diblokir oleh kantor pajak? Ahh, Oskan... Nasibmu... Ketika dirasa ini saat yang paling tepat kl kau tidak ingin kalah saing dengan Cihan Gurpinar, malah halangannnya ada saja... Tapi ini mungkin juga sebagai teguran dan ujian dari Yang Kuasa... Bukannya bermaksud berprasangka buruk, masak kau akan memberi makan dan kemewahan Cansu dengan uang hasil kompensasi rumah sakit atas tertukarnya Cansu dan Hazal dulu... Pendek kata, uang itu tidak sepenuhnya barokah, jadi enyahkan pikiran untuk menggunakannya sebagai kesenangan atau lambang kasih sayang. Bahkan mungkin uang yang kau hitung dengan tangisan tadi lebih pantas untuk kau banggakan di depan Cansu... Setidak-tidaknya, jadikan momentum ini untuk berubah, Oskan... Ada dua anak yang menjadi tanggung jawabmu... Tak melulu soal materi, meski itu merupakan bagian yang penting dan tak bisa dielakkan... Tapi berjanjilah kepada dirimu sendiri, bahwa kau harus bisa jadi seorang ayah yang bisa dibanggakan Cansu dan adiknya. Agar kelak kau tidak hanya dipandang sebelah mata oleh Cihan Gurpinar. Dan seandainya kau harus rebutan Cansu dengan Cihan, kau punya posisi tawar yang sama kuat dengan laki-laki kaya dan kharismatik tersebut. Jangan jadikan status anak kandung sebagai satu-satunya jalan untuk melegitimasi Cansu menjadi milikmu sepenuhnya. Apa gunanya ayah kandung jika ia tidak bisa berjuang dan memerjuangkan nasib keluarganya?!!


Dan seharusnya memang Oskan bersyukur, karena anak yang menjadi darah dagingnya adalah Cansu. Cansu yang keras kepala tapi dia bisa bertahan dan enjoy dengan keputusan yang diambilnya. Andai anak Oskan yang sebenarnya itu adalah Hazal... Hadddeh... Bisa-bisa kiamat berkali-kali terjadi antara ayah dan anak. Hazal si drama queen, yang rasa-rasanya belum akan ada kapoknya memerdayai keluarganya sendiri. Good, Dilara!!! Karena sekarang kau berkesempatan ‘membawahi’ Hazal, berilah dia ketegasan. Terserah Hazal akan membandingkanmu lagi dengan Gulseren, tapi bolehlah ketegasanmu itu sekarang kau terapkan untuk anak gadismu yang pandai berbohong tersebut. Toh, Hazal membanding-bandingkanmu dengan Gulseren hanya untuk ‘drama’ saja. Enak saja semua orang harus punya sifat seperti Gulseren untuk memperlakukanmu, Hazal. Drama queen seperti dirimu sekali-kali butuh berhadapan dengan orang yang dua kali keras kepalanya. Usia belum seberapa, tapi otak manipulatifnya bahkan mengalahkan seorang hipokrit kelas kakap. Kaki lumpuh seakan-akan dijadikan bahan perangkap untuk keluarganya agar mau terus untuk memerhatikannya. Padahal lumpuhnya hanya bo’ongan. Bukan bermaksud untuk menyumpahi, kiranya Tuhan Yang Maha Tahu akan memperhitungkannya kelak untuk semua perbuatanmu, Hazal. Seakan-akan memang sudah digariskan, mo kau berakting kakimu sampai patah dan harus diamputasi, tetap Cansu itu yang paling di hati semuanya, hahaha... Kau pikir dengan tidak adanya Cansu di rumah ayah dan ibumu, lau perhatian otomatis akan tercurah semua kepadamu?? Yach, Hazal... Yang namanya sudah di hati, kl hilang justru akan semakin dicari-cari... Wkwkwkwkkk... Bersyukur kau punya ayah Cihan Gurpinar, sementara menurutmu yang lainnya seperti tidak pernah cukup di hadapanmu, Cihan masih menyempatkan bercengkerama, memeluk, dan mengecup keningmu, dengan rasa sayang yang tak disangsikan lagi.


Lalu apa kabar Cansu dengan pilihannya untuk sementara ini?? Hidup seadanya bersama dengan Keriman dan kebawelannya yang tingkat Istanbul, wkwkwkwkkk... Sekali lagi seperti yang dikatakan Cihan di depan Gulseren, bahwa Cansu itu keras kepala, tapi dia akan bertahan dengan apa yang sudah dijalaninya. Meskipun di balik itu ada kesan semacam pembuktian bercampur kemarahan, tapi biarlah itu untuk sementara berjalan demikian... Apa sie beratnya menjemur selimut di jendela, hehhe.. Pahit hari ini, manis di kemudian hari, Cansu...


Tak berat juga kan untuk sekadar membuat secangkir kopi dan teh sendiri, Alper? Wkwkwkwkkk... Orang sombong teriak disombongin... Rasakan kau, Alper... Kini ada yang sekelas Harun yang lebih garang dan tak bisa gampang kau permainkan. Masih untung dikasih pekerjaan dan ruangan sendiri... Duh, berharapnya... Itu lhoooh, Soulmaz di rumah sedang mencuci piring sendiri,... Wkwkwkwkwkkk... Sosialita cuci piring nie yeee... Lha koq tidak beda jauh dengan saiya, hahahaaa... Have a nice Thursday... Salam hangat.

 
17.14.00 Unknown
#AniesWidiyarti_PertemuanKembaliDenganYangTercinta_CnH2_8 Hhmmm... Ada kisah tentang Bunga Erguvan dan Anggur Kroasia sebagai pemecah kebuntuan setelah 20 tahun tak saling bertemu dan menyapa. Tak apalah jika di balik sebuah pertemuan indah itu sebenarnya ada aroma konspirasi, nikmati saja dulu sajiannya. Tak mengecewakan bukan??! Setelah selama ini terbiasa hanya melihat Dilara dalam kondisi putus asa mengejawantahkan antara cinta, kasih sayang, dan harga diri, kini dengan dibantu seorang Harun Erguvan, bahkan kita disuguhi sorot mata Dilara yang lain dari yang biasanya. Masih tampak tegang dan kaku, tapi jelas di balik ketegangan dan kekauan tersebut, ada makna di masa lalu yang sungguh berarti untuk Dilara dan juga Harun. Ahh, saking terpananya saya, sampai lupa beberapa baris kalimat-kalimat romantis yang dilontarkan oleh Harun untuk mengenang masa-masa indahnya dulu bersama Dilara. “Berapa lama kita tidak bertemu, Harun?” “20 tahun atau tepatnya setelah 20 kali bunga Erguvan mekar dan bersemi...” Bla..bla..bla...  Duh, Harun... Romantisnya ternyata sebelas-dua belas dengan saingan beratnya, wkwkwkwkkk... Hanya bedanya, keromantisan Harun terbungkus rapi di balik dingin dan liciknya sorot mata, sedangkan Cihan... Kl yang satu ini berasa romantisnya terpancar sedemikian rupa dari tutur kata dan tindak-tanduknya sehari-hari... Mo pilih mana, Paramparca Fan? Wkwkwkwkwkkk...


Harun Erguvan... Ternyata di balik nama belakang itu mengandung unsur keindahan yang bernuansa ungu dan cantik. Yupz, Erguvan Flower atau Judas Tree... Bunga berwarna dominan ungu ini sepintas mirip anggrek atau juga Bunga Sakura di Jepang... Cantik dan hanya mekar satu kali dalam setahun... Semestinya memang Harun mempunyai keindahannya sendiri, jika tidak ada dendam masa lalu yang menyelimuti. Sukaaa dengan mata Harun yang tiba-tiba bersorot redup dan  penuh cinta ketika sedang menatap Dilara. Perbincangannya dengan Dilara pun untuk pertama kalinya setelah 20 tahun tak bertemu, untuk sementara ini berjalan lancar. Perbincangan dengan latar pemandangan dari tingkat atas sebuah gedung yang sangat tinggi..indah nian pemandangan yang tampak di luar. Berasa Burj Dubai dipindah ke Istanbul, wkwkwkwkkk... Saking lihai dengan keindahannya, bahkan Harun sudah berhasil mendapatkan nomor telepon Dilara saat itu juga. Makin indah bukan permainan yang akan dimainkan?! Wkwkwkwkkk... Yuk mariii... Lets start the game, beibeh...!!!


Akan tetapi untuk Rahmi yang tetap nekad bermain-main dan mempermainkan Cihan, selalu ada cerita skak mat di kemudian hari. Yach, si kakek... Pintar sekali dia memutarbalikkan fakta dan bersilat lidah di hadapan Cihan. Maksud hati ingin menaikkan citra Dilara sebagi ibu dan menjatuhkan Gulseren sedemikian hingga, tapi niat busuk itu tetap terbaca oleh anaknya. Berkali-kali dia memperingatkan Cihan akan bahaya Gulseren untuk kehidupannya kelak, berulang kali juga Cihan membalikkan kepada ayahnya tentang fakta-fakta di masa lalu. Dan sekali lagi, Rahmi hampir selalu tak bisa berkata-kata kl Cihan sudah memojokkan ayahnya dengan masa lalu tragis dan menyakitkan. Bukan bermaksud untuk kualat, Kakek... Tapi kau sebagai seorang ayah apalagi kakek, sikap dan kata-katamu terlampau tendensius, berat sebelah, dan tak mengayomi. Seperti kata Cihan, jadilah ayah yang baik bagiku. Hanya itu, Rahmi!!! Kl masih nekad berulah, bayar sendiri tuh nanti utang-utangmu, wkwkwkwkkk...


Seberapa sulitkah untuk menjadi ayah yang baik? Kiranya Oskan sedang dalam pengujiannya. Benarkah seorang ayah yang baik hanya mereka yang mampu mencukupi kebutuhan anaknya secara materi? Lantas benarkah kesempatan Oskan untuk ‘meraih’ Cansu sudah habis seiring uang simpanannya di bank ratusan ribu lira diblokir oleh kantor pajak? Ahh, Oskan... Nasibmu... Ketika dirasa ini saat yang paling tepat kl kau tidak ingin kalah saing dengan Cihan Gurpinar, malah halangannnya ada saja... Tapi ini mungkin juga sebagai teguran dan ujian dari Yang Kuasa... Bukannya bermaksud berprasangka buruk, masak kau akan memberi makan dan kemewahan Cansu dengan uang hasil kompensasi rumah sakit atas tertukarnya Cansu dan Hazal dulu... Pendek kata, uang itu tidak sepenuhnya barokah, jadi enyahkan pikiran untuk menggunakannya sebagai kesenangan atau lambang kasih sayang. Bahkan mungkin uang yang kau hitung dengan tangisan tadi lebih pantas untuk kau banggakan di depan Cansu... Setidak-tidaknya, jadikan momentum ini untuk berubah, Oskan... Ada dua anak yang menjadi tanggung jawabmu... Tak melulu soal materi, meski itu merupakan bagian yang penting dan tak bisa dielakkan... Tapi berjanjilah kepada dirimu sendiri, bahwa kau harus bisa jadi seorang ayah yang bisa dibanggakan Cansu dan adiknya. Agar kelak kau tidak hanya dipandang sebelah mata oleh Cihan Gurpinar. Dan seandainya kau harus rebutan Cansu dengan Cihan, kau punya posisi tawar yang sama kuat dengan laki-laki kaya dan kharismatik tersebut. Jangan jadikan status anak kandung sebagai satu-satunya jalan untuk melegitimasi Cansu menjadi milikmu sepenuhnya. Apa gunanya ayah kandung jika ia tidak bisa berjuang dan memerjuangkan nasib keluarganya?!!


Dan seharusnya memang Oskan bersyukur, karena anak yang menjadi darah dagingnya adalah Cansu. Cansu yang keras kepala tapi dia bisa bertahan dan enjoy dengan keputusan yang diambilnya. Andai anak Oskan yang sebenarnya itu adalah Hazal... Hadddeh... Bisa-bisa kiamat berkali-kali terjadi antara ayah dan anak. Hazal si drama queen, yang rasa-rasanya belum akan ada kapoknya memerdayai keluarganya sendiri. Good, Dilara!!! Karena sekarang kau berkesempatan ‘membawahi’ Hazal, berilah dia ketegasan. Terserah Hazal akan membandingkanmu lagi dengan Gulseren, tapi bolehlah ketegasanmu itu sekarang kau terapkan untuk anak gadismu yang pandai berbohong tersebut. Toh, Hazal membanding-bandingkanmu dengan Gulseren hanya untuk ‘drama’ saja. Enak saja semua orang harus punya sifat seperti Gulseren untuk memperlakukanmu, Hazal. Drama queen seperti dirimu sekali-kali butuh berhadapan dengan orang yang dua kali keras kepalanya. Usia belum seberapa, tapi otak manipulatifnya bahkan mengalahkan seorang hipokrit kelas kakap. Kaki lumpuh seakan-akan dijadikan bahan perangkap untuk keluarganya agar mau terus untuk memerhatikannya. Padahal lumpuhnya hanya bo’ongan. Bukan bermaksud untuk menyumpahi, kiranya Tuhan Yang Maha Tahu akan memperhitungkannya kelak untuk semua perbuatanmu, Hazal. Seakan-akan memang sudah digariskan, mo kau berakting kakimu sampai patah dan harus diamputasi, tetap Cansu itu yang paling di hati semuanya, hahaha... Kau pikir dengan tidak adanya Cansu di rumah ayah dan ibumu, lau perhatian otomatis akan tercurah semua kepadamu?? Yach, Hazal... Yang namanya sudah di hati, kl hilang justru akan semakin dicari-cari... Wkwkwkwkkk... Bersyukur kau punya ayah Cihan Gurpinar, sementara menurutmu yang lainnya seperti tidak pernah cukup di hadapanmu, Cihan masih menyempatkan bercengkerama, memeluk, dan mengecup keningmu, dengan rasa sayang yang tak disangsikan lagi.


Lalu apa kabar Cansu dengan pilihannya untuk sementara ini?? Hidup seadanya bersama dengan Keriman dan kebawelannya yang tingkat Istanbul, wkwkwkwkkk... Sekali lagi seperti yang dikatakan Cihan di depan Gulseren, bahwa Cansu itu keras kepala, tapi dia akan bertahan dengan apa yang sudah dijalaninya. Meskipun di balik itu ada kesan semacam pembuktian bercampur kemarahan, tapi biarlah itu untuk sementara berjalan demikian... Apa sie beratnya menjemur selimut di jendela, hehhe.. Pahit hari ini, manis di kemudian hari, Cansu...


Tak berat juga kan untuk sekadar membuat secangkir kopi dan teh sendiri, Alper? Wkwkwkwkkk... Orang sombong teriak disombongin... Rasakan kau, Alper... Kini ada yang sekelas Harun yang lebih garang dan tak bisa gampang kau permainkan. Masih untung dikasih pekerjaan dan ruangan sendiri... Duh, berharapnya... Itu lhoooh, Soulmaz di rumah sedang mencuci piring sendiri,... Wkwkwkwkwkkk... Sosialita cuci piring nie yeee... Lha koq tidak beda jauh dengan saiya, hahahaaa... Have a nice Thursday... Salam hangat.

 
#sinopsis_cansuhazal2_eps9
#paramparca2_bolum34part3
Tayang: Kamis, 30 Juni 2016
Oleh: Anies Widiyarti. Bersama: Debby Arin Anggraini, Indrie Puspita, Anisa Puji Rahayu, dan Intan Hapsari.


*Hazal sedang melamun di kamarnya. Sambil duduk bersandar di tempat tidur, dia terlihat gelisah dan juga bingung. Perlahan kemudian, dia mulai bangkit dari tempat tidurnya dan mulai berjalan-jalan sendiri. Tak lupa, gadis berparas culas dan menyebalkan ini juga mengunci pintu kamarnya, agar acara bokisnya tak lanjut ketahuan oleh siapa pun. Hhhheeiisstt...

*Dilara baru saja pulang dari acara keluar makan bersama Chandan dan juga Harun. Tampilan slow motion untuk scene Dilara berjalan menuruni tangga berikut back song nya, terasa sangat senada-seirama, Paramparca Fan... Seolah-olah dapat menggambarkan perasaan hati Dilara yang tak habis percaya dengan siapa tadi yang baru saja ditemuinya. Masuk ke dalam rumah, Dilara disapa oleh Emine. Pun Dilara lanjut menanyakan tentang Hazal. Emine memberitahukan bahwa Hazal habis berjalan-jalan/keluar bersama Ozan. Mendengar penjelasan dari Emine, Dilara terlihat sedikit surprise.

*Dilara langsung masuk ke dalam kamarnya. Di depan meja riasnya, Dilara menghidupkan ponselnya. Sepertinya Dilara sedang memutar sebuah lagu dari ponselnya. Tampak kemudian Dilara seperti melamun dan terhanyut dalam lantunan musik serta lirik dari lagu tersebut.

*Dari atas kapalnya, Harun ternyata melakukan yang tak jauh beda dengan apa yang dilakukan oleh Dilara. Sambil sesekali meneropong kediaman Dilara, Harun meminta seorang pelayan untuk membawakan tape recorder, lalu dia hendak memutar sebuah lagu dari kaset. Sambil sesekali meneropong ke arah kediaman Dilara, Sepertinya kompak neh Dilara dan Harun nyetel musiknya.. Dramatisasi antara Dilara dan Harun yang sedang asyik sendiri-sendiri dengan musik yang sama, seakan-akan memang menyiratkan kl berdua tersebut memang sedang gundah-gulana untuk alasan yang sama. Lagu kenangan eeeuuyy... Berasa akhirnya dikenalin dengan lagu Turki nuansa 70an... Terdengar manis, tapi koq ya pedih juga ya, hhhiikss... Hehhe..

*Berlanjut kemudian dengan yang tampak lebih dramatis lagi... Antara Dilara yang sedang berdiri melamun di jendela kamarnya dan Harun yang menitikkan air mata di sela-sela iringan musik yang sedang diperdengarkannya... Benarkah yang kelihatan sekarang adalah seorang Dilara yang sedang memikirkan cinta dan juga Harun?? Semoga bukan lagi harga diri dan pencitraan yang menjadi ‘agama dan kebesaranmu’, Dilara..

*Di suite mewah sebuah hotel, Chandan sedang gelisah menanti-nanti kedatangan seseorang. Tak lama kemudian terdengar bel/ketukan dari pintu. Ternyata ini dia yang ditunggu-tunggu oleh Chandan... Harun, lengkap dengan sebuket bunga di tangan berikut pelayanan kamar untuk dinner berdua, Harun berusaha meminta maaf dan mengambil hati Chandan. Dan selanjutnya, hahha.. Langsung terlihat intim berdua!!! Harun... Berasa laki-laki ini pintar sekali membagi-bagi hatinya. Antara Chandan dan Dilara, satu untuk senang-senang saja, sedangkan satunya lagi berasa jadi tempanya berharap untuk kesejatian yang di hati. Wkwkwkwkkk...

*Dilara mematikan lampu di kamarnya, berusaha untuk tidur serta memejamkan matanya. Sedangkan di peraduan yang lain, Harun sedang duduk melamun di tepian tempat tidur, sementara di belakangnya tampak Chandan masih tertidur pulas. Eeeyyyaaa... Yang habis ‘buang hajat sesaat’... Uuuppsstt.. Ya sudahlah...

*Cansu berjalan terburu-buru keluar dari apartemen Oskan. Ternyata dia hendak menghampiri Bachtiar yang masih senantiasa mengawasinya atas perintah Cihan. Cansu kemudian dengan kesal menyuruh Bachtiar untuk berhenti mengawasinya. Bachtiar kemudian menyerahkan tas berisi pakaian kepada Cansu. Lalu Cansu beranjak pergi meninggalkannya.

*Cihan, Yildirim, dan salah satu staf di kantor Cihan, sedang serius membicarakan sesuatu di ruangan kantor Cihan. Sepertinya ini bakal ada kaitannya denagn Harun dan tender proyek pekerjaan. Hhmmm... Perang itu akhirnya...

*Di tempat lain, Harun, Chandan, dan orang kepercayaan Harun sedang bersulang untuk merayakan sesuatu. Nah kan... Ada isu telikung-menelikung neh...

*Kembali ke kantor Cihan, Cihan dan Yildirim rupanya masih tak habis pikir dengan apa yang sedang terjadi. Ingatan Cihan sepertinya melayang ke suara-suara dan pernyataan dari Dilara sebelum-sebelumnya.

*Sementara itu, Chandan dan Harun juga sedang tak henti membicarakan tentang Cihan.

*Cansu dan Ozan bertemu di sebuah restoran/cafe. Mereka berdua sedang membicarakan tentang Cihan dan Gulseren.

*Dilara yang sedang melakukan perawatan di salon, menerima telpon dari Harun. Mungkin mereka membicarakan masalah katalog konsultasi utuk kesehatan Hzal kemarin. Hhmmm.. Basa-basi saja ini tampaknya, hahha... Siapa tahu bisa sekaliyan janjian untuk ketemuan lagi, xixixiii...

*Cansu dan Ozan semakin serius dengan pembicaraan mereka. Nada-nada marah, kesal, dan kecewa mewarnai percakapan mereka ketika membicarakan tentang Cihan, Dilara, dan juga Gulseren.
*Oskan menemui Engin di bengkelnya. Curhat nie yeee... Setelahnya, Oskan pergi ke sebuah kedai makanan.

*Keriman, Cansu, dan Nuray sedang makan malam bersama. Tak lama kemudian, polisi/petugas keamanan datang untuk mengabarkan bahwa apartemen yang mereka tinggali sedang dalam kondisi bahaya. Entahlah, mungkin gedung bangunannya yang sudah tua, sehingga ada yang runtuh atau ada kebakaran... Kelihan ramai dan ricuh sekali orang-orang di luar gedung apartemen. Para penghuni apartemen terlihat panik sendiri-sendiri, berusaha menyelamatkan diri, termasuk juga Nuray. Nuray yang panik dan ketakutan, meminta Cansu untuk menggendong bayinya.

*Sepulang Cihan dari kantor, Dilara menyapanya, lalu mengajaknya untuk bicara empat mata. Belum sempat Cihan dan Dilara memulai pembicaraannya, Chandan menelpon Dilara. Cihan yang menerimanya dan tampak sangat kesal setelahnya. Dilara kemudian bicara dengan Chandan bahwa dia sedang tidak bisa ditelpon saat itu dan menyuruhnya untuk menelponnya lagi nanti. Mungkin karena belum-belum sudah kesal, maka akhirnya pembicaraan antara Dilara dan Cihan itu akhirnya diwarnai dengan teriakan-teriakan emosional dari Cihan. Hingga akhirnya suara Cihan terdengar dari luar oleh Ozan. Dilara tampak lebih memilih untuk menahan diri. Dilara kemudian menyerahkan katalog kosultasi kesehatan Hazal yang direkomendasikan oleh Chandan kepada Cihan. Malah Cihan akhirnya  merobek-robek katalog itu di depan Dilara. Ada apa gerangan yang sebenarnya, hingga akhirnya Cihan yang terbaisa sabar dan tenang berubah jadi lepas kontrol dan begitu berapi-api..

*Ozan menanyakan kepada ayah dan ibunya tentang perselisihan yang baru saja didengarnya, sekeluarnya Cihan dan Dilara dari ruangan. Ozan penasaran dengan apa yang terjadi, tapi kelihatannya baik Dilara maupun Cihan kompak untuk tidak mau memberitahu saat itu juga kepada Ozan.

*Sementara itu suasana dan sikon di kawasan apartemen Keriman semakin genting. Keriman tak henti-hentinya mengomel kepada petuugas keamanan yang terus berjaga-jaga.

*Oskan mulai mabuk dan mengoceh macam-macam kepada para pengunjung kedai lainnya. Tak berapa lama, Oskan meninggalkan kedai milik Abidin tersebut dan lupa membawa ponselnya.

*Ozan dan Dilara akhirnya berkesempatan untuk berbicara berdua, membahas perselisihannya tadi dengan Cihan. Biazzza... Alih-alih berusaha menenangkan ibunya, Ozan justru makin memanaskan suasana dengan asumsi-asumsi pribadinya.

*Keriman masih terus mengomel di luar gedung apartemen dengan para penghuni yang lain. Sementara bunyi gemuruh-guntur di langit mulai terdengar, tanda-tanda hujan akan segera turun.

*Oskan menemui Cihan di restorannya. Sempat dihalangi oleh beberapa petugas keamanan di depan restoran, Cihan yang baru saja tiba di restoran dengan mobilnya, sempat menyambut Oskan dengan sedikit perlakuan kasar. Kelihatannya Oskan mendatangi Cihan dengan maksud yang baik. Lanjut Oskan berbicara panjang-lebar, diselingi dengan isak tangis di hadapan Cihan. Kelihatannya Oskan bermaksud untuk menyerahkan Cansu kembali kepada pengasuhan Cihan karena merasa tidak mampu untuk menghidupi anak kandungnya tersebut. Nyesekkkk melihat scene ini... Bagaimanapun brengseknya seorang Oskan Gulpinar, tapi ketika malam itu dia bicara di hadapan Cihan, tampak begitu fair, penuh tanggung jawab, dan menerima dengan tegar sikon yang tengah dihadapi. Bahkan Cihan pun tak bisa menyembunyikan perasaan trenyuh dan juga empatinya. Cihan sempat menawarkan kepada Oskan untuk mengantarnya pulang, tapi Oskan menolaknya. Sampai kemudian dia pergi meninggalkan Cihan dengan linangan air mata, berasa tak pernah melihat Oskan segentle ini sebelumnya... Demi anak, orang tua sanggup untuk melakukan apa saja.

*Rahmi dan Ozan sedang duduk santai di halaman taman sambil menikmati buah yang disajikan oleh Emine. Berdua ini, berasa kompak banget nylekitnya kl sudah urusannya dengan Cihan, wkwkwkwkkk... Dasarrr, Rahmi... Pintar sekali dia memanaskan hati sang cucu.

*Hujan mulai turun di sekitar kawasan apartemen yang sedang ramai dan ricuh. Keriman masih saja ‘setia’ dengan teriakan-teriakan serta omelannya. Tak berapa lama Engin datang. Nuray langsung menyakan kepada Engin, di mana Oskan. Engin malah menceritakan kl Oskan tidak bisa mengambil uangnya di bank karena disita oleh kantor pajak. Tentu saja mendengar hal tersebut membuat Nuray dan Keriman semakin kalut. Hahha.. Lira dan lira pun tinggal impian, Keriman... Cansu yang sedang menggendong adiknya, juga tak lepas dari raut wajah khawatir dan gelisah denag sikon yang sedang dihadapi.

*Deriya dan Gulseren membereskan meja makan usai mereka makan malam. Deriya melihat ada lalu-lalang mobil aparat/keamanan di sekitar kawasan apartemen. Kemudian dia menanyakan kepada tetangganya yang lewat, sebenarnya apa yang sedang terjadi. Gulseren yang ikut mendengarnya langsung terpikir kepada Cansu yang sedang tinggal bersama Keriman dan Oskan. Bersama-sama dengan Deriya, Gulseren langsung menuju ke bawah, mencari Cansu di antara kerumunan yang kacau serta ricuh dan juga derasnya hujan.

*Gulseren menanyakan kepada petugas keamanan yang masih senantiasa bersiaga di sekitar kawasan apartemen, tentang keberadaan Cansu atau juga anggota keluarga yang lainnya.

*Dilara sedang mendorong kursi roda Hazal, lalu tampak keduanya saling berbincang. DI tengah perbincangan yang hangat tersebut, tiba-tiab Cansu muncul dari ruang depan dengan baju dan rambut yang basah dan tak beraturan. Dilara terkejut melihat kedatangan Cansu dan lanjut langsung memeluknya dengan penuh rasa rindu. Duh, malang nian nasib Hazal... Baru beberapa saat tadi terlihat sangat nyaman dan menyenangkan bersama ibunya, ech lha koq sekarang tiba-tiba saja sudah datang lagi ‘sang pesaing berat’, hahha.. Dan bersiap=siaplah untuk jadi yang tersisihkan lagi, Hazal... Yuk mariiii...

*Cihan yang berniat ingin menjemput Cansu di rumah Keriman, usai bertemu dengan Oskan, terkejut melihat keramaian di sekitar apartemen dan juga Gulseren berada di antaranya. Setelah Gulseren menjelaskannya kepada Cihan, Cihan pun langsung menghubungi Cansu. Sayang tak ada respon. Di scene berikut, jangan lewatkan untuk menonton betapa seksi dan gentleman nya Cihan Gurpinar kepada  perempuan yang sangat dikasihinya. Di tengah derasnya hujan, Cihan langsung melepas jasnya, memakainya sebagai ‘payung’ untuk Gulseren yang sudah setengah basah kuyup karena kehujanan dari lama. Setelahnya, langsung mengajak Gulseren untuk berteduh di dalam mobilnya. Ah, bahkan Deriya melihat mereka berdua dengan sangat bahagia.

*Dilara masih terus berbicara kepada Cansu, melepas rindu.

*Tak lama berselang, Keriman, Nuray, dan bayinya datang menyusul Cansu ke rumah Dilara. Dan lagi-lagi... Keriman kembali ‘berakting’ memelas di hadapan Cansu dan juga Dilara. Dilara kemudian menanyakan kepada Cansu ada apa sebenarnya.

*Dilara menelpon Cihan mengabarkan bahwa Cansu sudah pulang kembali ke rumah. Cihan dan Gulseren sangat lega mendengarnya. Dilara lanjut menceritakan kepada Cihan tentang Keriman, Nuray, dan bayinya yang sedang di rumah mereka. Cihan kelihatan tenang mendengar laporan dari Dilara. Tapi tidak dengan Dilara, yang jelas-jelas kelihatan tidak suka dengan kehadiran ‘rombongan Keriman’ di rumahnya. Hahahaaa...

*Usai menutup pembicaraannya di telpon dengan Dilara, Cihan merasa begitu lega dan bahagia saat berbicara dengan Gulseren. Senyumnya Cihan untuk Gulseren di malam hujan lebat itu, ketika mereka berdua saja di dalam mobil... Duh... Bikin makin nyesss gimana gitu, hehhe.. Berasa hujan yang harusnya membawa udara dingin, berubah menjadi hangat hanya karena senyuman Cihan dan juga sambutan wajah yang cerah dari raut muka Gulseren... 

*Ozan berjalan di tengah keramaian jalanan menampakkan raut muka yang penuh denagn kemarahan dan kebencian...

*Di dalam mobil, Cihan dan Gulseren melanjutkan pembicaraan tentang Cansu, Oskan, dsb..dsb... Pssssttttt... Gulseren justru terlihat makin natural cantiknya di scene berikut lho... Aura seksinya, senyumannya yang manis, serta mata hijaunya yang indah, seolah-olah mampu berpadu dan menyatu dengan kharismatiknya Cihan serta hujan yang turun malam itu. Tak perlulah adegan ciuman itu dituntaskan sampai ke ujung, cukup dengan pelukan yang erat, kecupan di kening dan pelipis, usapan tangan di bibir, bahkan romantisnya rasanya tidak akan habis-habis... Dewasa sekali percintaan berdua ini... Dramatisasi latar berikut back song soundtrack utama sudah dapat mewakili untuk menggambarkan keindahannya.

*Ozan rupanya sedang mematai-matai/ mengawasi Gulseren dan Cihan yang baru saja pulangdari ‘kencan dadakan’, hehhe.. Haddeh.. Perasaan, gak rela banget kl music scoring yang baisanya dipakai untuk melatari scene Harun, di scene Ozan ini, music scoring tersebut juga terpakai, wwweew... Hahha..

*Gulseren masuk ke dalam rumah , menyapa Deriya dengan perasaan lega dan bahagia. Lanjut kemudian mereka berdua saling berpelukan. Tak lama, terdengar pintu diketuk. Gulseren mengira kl itu adalah Cihan yang mungkin dia sedang kelupaan sesuatu. Tapi ternyata...!!!

*Ozan yang datang!!! Dengan wajah yang sudah memperlihatkan urat kemarahan, Ozan tiba-tiba langsung mengacungkan pistol ke arah Gulseren. Seketika itu juga Gulseren merasa terkejut. Deriya pun langsung berteriak kaget dan histeris melihat Ozan yang terlalu nekad...

NEXT: Gulseren merebut pistol dari tangan Ozan dan mengarahkannya ke kepalanya sendiri, sambil mengatakan denagn jelas di hadapan Ozan, kl dia mencintai Cihan...

17.06.00 Unknown
#sinopsis_cansuhazal2_eps9
#paramparca2_bolum34part3
Tayang: Kamis, 30 Juni 2016
Oleh: Anies Widiyarti. Bersama: Debby Arin Anggraini, Indrie Puspita, Anisa Puji Rahayu, dan Intan Hapsari.


*Hazal sedang melamun di kamarnya. Sambil duduk bersandar di tempat tidur, dia terlihat gelisah dan juga bingung. Perlahan kemudian, dia mulai bangkit dari tempat tidurnya dan mulai berjalan-jalan sendiri. Tak lupa, gadis berparas culas dan menyebalkan ini juga mengunci pintu kamarnya, agar acara bokisnya tak lanjut ketahuan oleh siapa pun. Hhhheeiisstt...

*Dilara baru saja pulang dari acara keluar makan bersama Chandan dan juga Harun. Tampilan slow motion untuk scene Dilara berjalan menuruni tangga berikut back song nya, terasa sangat senada-seirama, Paramparca Fan... Seolah-olah dapat menggambarkan perasaan hati Dilara yang tak habis percaya dengan siapa tadi yang baru saja ditemuinya. Masuk ke dalam rumah, Dilara disapa oleh Emine. Pun Dilara lanjut menanyakan tentang Hazal. Emine memberitahukan bahwa Hazal habis berjalan-jalan/keluar bersama Ozan. Mendengar penjelasan dari Emine, Dilara terlihat sedikit surprise.

*Dilara langsung masuk ke dalam kamarnya. Di depan meja riasnya, Dilara menghidupkan ponselnya. Sepertinya Dilara sedang memutar sebuah lagu dari ponselnya. Tampak kemudian Dilara seperti melamun dan terhanyut dalam lantunan musik serta lirik dari lagu tersebut.

*Dari atas kapalnya, Harun ternyata melakukan yang tak jauh beda dengan apa yang dilakukan oleh Dilara. Sambil sesekali meneropong kediaman Dilara, Harun meminta seorang pelayan untuk membawakan tape recorder, lalu dia hendak memutar sebuah lagu dari kaset. Sambil sesekali meneropong ke arah kediaman Dilara, Sepertinya kompak neh Dilara dan Harun nyetel musiknya.. Dramatisasi antara Dilara dan Harun yang sedang asyik sendiri-sendiri dengan musik yang sama, seakan-akan memang menyiratkan kl berdua tersebut memang sedang gundah-gulana untuk alasan yang sama. Lagu kenangan eeeuuyy... Berasa akhirnya dikenalin dengan lagu Turki nuansa 70an... Terdengar manis, tapi koq ya pedih juga ya, hhhiikss... Hehhe..

*Berlanjut kemudian dengan yang tampak lebih dramatis lagi... Antara Dilara yang sedang berdiri melamun di jendela kamarnya dan Harun yang menitikkan air mata di sela-sela iringan musik yang sedang diperdengarkannya... Benarkah yang kelihatan sekarang adalah seorang Dilara yang sedang memikirkan cinta dan juga Harun?? Semoga bukan lagi harga diri dan pencitraan yang menjadi ‘agama dan kebesaranmu’, Dilara..

*Di suite mewah sebuah hotel, Chandan sedang gelisah menanti-nanti kedatangan seseorang. Tak lama kemudian terdengar bel/ketukan dari pintu. Ternyata ini dia yang ditunggu-tunggu oleh Chandan... Harun, lengkap dengan sebuket bunga di tangan berikut pelayanan kamar untuk dinner berdua, Harun berusaha meminta maaf dan mengambil hati Chandan. Dan selanjutnya, hahha.. Langsung terlihat intim berdua!!! Harun... Berasa laki-laki ini pintar sekali membagi-bagi hatinya. Antara Chandan dan Dilara, satu untuk senang-senang saja, sedangkan satunya lagi berasa jadi tempanya berharap untuk kesejatian yang di hati. Wkwkwkwkkk...

*Dilara mematikan lampu di kamarnya, berusaha untuk tidur serta memejamkan matanya. Sedangkan di peraduan yang lain, Harun sedang duduk melamun di tepian tempat tidur, sementara di belakangnya tampak Chandan masih tertidur pulas. Eeeyyyaaa... Yang habis ‘buang hajat sesaat’... Uuuppsstt.. Ya sudahlah...

*Cansu berjalan terburu-buru keluar dari apartemen Oskan. Ternyata dia hendak menghampiri Bachtiar yang masih senantiasa mengawasinya atas perintah Cihan. Cansu kemudian dengan kesal menyuruh Bachtiar untuk berhenti mengawasinya. Bachtiar kemudian menyerahkan tas berisi pakaian kepada Cansu. Lalu Cansu beranjak pergi meninggalkannya.

*Cihan, Yildirim, dan salah satu staf di kantor Cihan, sedang serius membicarakan sesuatu di ruangan kantor Cihan. Sepertinya ini bakal ada kaitannya denagn Harun dan tender proyek pekerjaan. Hhmmm... Perang itu akhirnya...

*Di tempat lain, Harun, Chandan, dan orang kepercayaan Harun sedang bersulang untuk merayakan sesuatu. Nah kan... Ada isu telikung-menelikung neh...

*Kembali ke kantor Cihan, Cihan dan Yildirim rupanya masih tak habis pikir dengan apa yang sedang terjadi. Ingatan Cihan sepertinya melayang ke suara-suara dan pernyataan dari Dilara sebelum-sebelumnya.

*Sementara itu, Chandan dan Harun juga sedang tak henti membicarakan tentang Cihan.

*Cansu dan Ozan bertemu di sebuah restoran/cafe. Mereka berdua sedang membicarakan tentang Cihan dan Gulseren.

*Dilara yang sedang melakukan perawatan di salon, menerima telpon dari Harun. Mungkin mereka membicarakan masalah katalog konsultasi utuk kesehatan Hzal kemarin. Hhmmm.. Basa-basi saja ini tampaknya, hahha... Siapa tahu bisa sekaliyan janjian untuk ketemuan lagi, xixixiii...

*Cansu dan Ozan semakin serius dengan pembicaraan mereka. Nada-nada marah, kesal, dan kecewa mewarnai percakapan mereka ketika membicarakan tentang Cihan, Dilara, dan juga Gulseren.
*Oskan menemui Engin di bengkelnya. Curhat nie yeee... Setelahnya, Oskan pergi ke sebuah kedai makanan.

*Keriman, Cansu, dan Nuray sedang makan malam bersama. Tak lama kemudian, polisi/petugas keamanan datang untuk mengabarkan bahwa apartemen yang mereka tinggali sedang dalam kondisi bahaya. Entahlah, mungkin gedung bangunannya yang sudah tua, sehingga ada yang runtuh atau ada kebakaran... Kelihan ramai dan ricuh sekali orang-orang di luar gedung apartemen. Para penghuni apartemen terlihat panik sendiri-sendiri, berusaha menyelamatkan diri, termasuk juga Nuray. Nuray yang panik dan ketakutan, meminta Cansu untuk menggendong bayinya.

*Sepulang Cihan dari kantor, Dilara menyapanya, lalu mengajaknya untuk bicara empat mata. Belum sempat Cihan dan Dilara memulai pembicaraannya, Chandan menelpon Dilara. Cihan yang menerimanya dan tampak sangat kesal setelahnya. Dilara kemudian bicara dengan Chandan bahwa dia sedang tidak bisa ditelpon saat itu dan menyuruhnya untuk menelponnya lagi nanti. Mungkin karena belum-belum sudah kesal, maka akhirnya pembicaraan antara Dilara dan Cihan itu akhirnya diwarnai dengan teriakan-teriakan emosional dari Cihan. Hingga akhirnya suara Cihan terdengar dari luar oleh Ozan. Dilara tampak lebih memilih untuk menahan diri. Dilara kemudian menyerahkan katalog kosultasi kesehatan Hazal yang direkomendasikan oleh Chandan kepada Cihan. Malah Cihan akhirnya  merobek-robek katalog itu di depan Dilara. Ada apa gerangan yang sebenarnya, hingga akhirnya Cihan yang terbaisa sabar dan tenang berubah jadi lepas kontrol dan begitu berapi-api..

*Ozan menanyakan kepada ayah dan ibunya tentang perselisihan yang baru saja didengarnya, sekeluarnya Cihan dan Dilara dari ruangan. Ozan penasaran dengan apa yang terjadi, tapi kelihatannya baik Dilara maupun Cihan kompak untuk tidak mau memberitahu saat itu juga kepada Ozan.

*Sementara itu suasana dan sikon di kawasan apartemen Keriman semakin genting. Keriman tak henti-hentinya mengomel kepada petuugas keamanan yang terus berjaga-jaga.

*Oskan mulai mabuk dan mengoceh macam-macam kepada para pengunjung kedai lainnya. Tak berapa lama, Oskan meninggalkan kedai milik Abidin tersebut dan lupa membawa ponselnya.

*Ozan dan Dilara akhirnya berkesempatan untuk berbicara berdua, membahas perselisihannya tadi dengan Cihan. Biazzza... Alih-alih berusaha menenangkan ibunya, Ozan justru makin memanaskan suasana dengan asumsi-asumsi pribadinya.

*Keriman masih terus mengomel di luar gedung apartemen dengan para penghuni yang lain. Sementara bunyi gemuruh-guntur di langit mulai terdengar, tanda-tanda hujan akan segera turun.

*Oskan menemui Cihan di restorannya. Sempat dihalangi oleh beberapa petugas keamanan di depan restoran, Cihan yang baru saja tiba di restoran dengan mobilnya, sempat menyambut Oskan dengan sedikit perlakuan kasar. Kelihatannya Oskan mendatangi Cihan dengan maksud yang baik. Lanjut Oskan berbicara panjang-lebar, diselingi dengan isak tangis di hadapan Cihan. Kelihatannya Oskan bermaksud untuk menyerahkan Cansu kembali kepada pengasuhan Cihan karena merasa tidak mampu untuk menghidupi anak kandungnya tersebut. Nyesekkkk melihat scene ini... Bagaimanapun brengseknya seorang Oskan Gulpinar, tapi ketika malam itu dia bicara di hadapan Cihan, tampak begitu fair, penuh tanggung jawab, dan menerima dengan tegar sikon yang tengah dihadapi. Bahkan Cihan pun tak bisa menyembunyikan perasaan trenyuh dan juga empatinya. Cihan sempat menawarkan kepada Oskan untuk mengantarnya pulang, tapi Oskan menolaknya. Sampai kemudian dia pergi meninggalkan Cihan dengan linangan air mata, berasa tak pernah melihat Oskan segentle ini sebelumnya... Demi anak, orang tua sanggup untuk melakukan apa saja.

*Rahmi dan Ozan sedang duduk santai di halaman taman sambil menikmati buah yang disajikan oleh Emine. Berdua ini, berasa kompak banget nylekitnya kl sudah urusannya dengan Cihan, wkwkwkwkkk... Dasarrr, Rahmi... Pintar sekali dia memanaskan hati sang cucu.

*Hujan mulai turun di sekitar kawasan apartemen yang sedang ramai dan ricuh. Keriman masih saja ‘setia’ dengan teriakan-teriakan serta omelannya. Tak berapa lama Engin datang. Nuray langsung menyakan kepada Engin, di mana Oskan. Engin malah menceritakan kl Oskan tidak bisa mengambil uangnya di bank karena disita oleh kantor pajak. Tentu saja mendengar hal tersebut membuat Nuray dan Keriman semakin kalut. Hahha.. Lira dan lira pun tinggal impian, Keriman... Cansu yang sedang menggendong adiknya, juga tak lepas dari raut wajah khawatir dan gelisah denag sikon yang sedang dihadapi.

*Deriya dan Gulseren membereskan meja makan usai mereka makan malam. Deriya melihat ada lalu-lalang mobil aparat/keamanan di sekitar kawasan apartemen. Kemudian dia menanyakan kepada tetangganya yang lewat, sebenarnya apa yang sedang terjadi. Gulseren yang ikut mendengarnya langsung terpikir kepada Cansu yang sedang tinggal bersama Keriman dan Oskan. Bersama-sama dengan Deriya, Gulseren langsung menuju ke bawah, mencari Cansu di antara kerumunan yang kacau serta ricuh dan juga derasnya hujan.

*Gulseren menanyakan kepada petugas keamanan yang masih senantiasa bersiaga di sekitar kawasan apartemen, tentang keberadaan Cansu atau juga anggota keluarga yang lainnya.

*Dilara sedang mendorong kursi roda Hazal, lalu tampak keduanya saling berbincang. DI tengah perbincangan yang hangat tersebut, tiba-tiab Cansu muncul dari ruang depan dengan baju dan rambut yang basah dan tak beraturan. Dilara terkejut melihat kedatangan Cansu dan lanjut langsung memeluknya dengan penuh rasa rindu. Duh, malang nian nasib Hazal... Baru beberapa saat tadi terlihat sangat nyaman dan menyenangkan bersama ibunya, ech lha koq sekarang tiba-tiba saja sudah datang lagi ‘sang pesaing berat’, hahha.. Dan bersiap=siaplah untuk jadi yang tersisihkan lagi, Hazal... Yuk mariiii...

*Cihan yang berniat ingin menjemput Cansu di rumah Keriman, usai bertemu dengan Oskan, terkejut melihat keramaian di sekitar apartemen dan juga Gulseren berada di antaranya. Setelah Gulseren menjelaskannya kepada Cihan, Cihan pun langsung menghubungi Cansu. Sayang tak ada respon. Di scene berikut, jangan lewatkan untuk menonton betapa seksi dan gentleman nya Cihan Gurpinar kepada  perempuan yang sangat dikasihinya. Di tengah derasnya hujan, Cihan langsung melepas jasnya, memakainya sebagai ‘payung’ untuk Gulseren yang sudah setengah basah kuyup karena kehujanan dari lama. Setelahnya, langsung mengajak Gulseren untuk berteduh di dalam mobilnya. Ah, bahkan Deriya melihat mereka berdua dengan sangat bahagia.

*Dilara masih terus berbicara kepada Cansu, melepas rindu.

*Tak lama berselang, Keriman, Nuray, dan bayinya datang menyusul Cansu ke rumah Dilara. Dan lagi-lagi... Keriman kembali ‘berakting’ memelas di hadapan Cansu dan juga Dilara. Dilara kemudian menanyakan kepada Cansu ada apa sebenarnya.

*Dilara menelpon Cihan mengabarkan bahwa Cansu sudah pulang kembali ke rumah. Cihan dan Gulseren sangat lega mendengarnya. Dilara lanjut menceritakan kepada Cihan tentang Keriman, Nuray, dan bayinya yang sedang di rumah mereka. Cihan kelihatan tenang mendengar laporan dari Dilara. Tapi tidak dengan Dilara, yang jelas-jelas kelihatan tidak suka dengan kehadiran ‘rombongan Keriman’ di rumahnya. Hahahaaa...

*Usai menutup pembicaraannya di telpon dengan Dilara, Cihan merasa begitu lega dan bahagia saat berbicara dengan Gulseren. Senyumnya Cihan untuk Gulseren di malam hujan lebat itu, ketika mereka berdua saja di dalam mobil... Duh... Bikin makin nyesss gimana gitu, hehhe.. Berasa hujan yang harusnya membawa udara dingin, berubah menjadi hangat hanya karena senyuman Cihan dan juga sambutan wajah yang cerah dari raut muka Gulseren... 

*Ozan berjalan di tengah keramaian jalanan menampakkan raut muka yang penuh denagn kemarahan dan kebencian...

*Di dalam mobil, Cihan dan Gulseren melanjutkan pembicaraan tentang Cansu, Oskan, dsb..dsb... Pssssttttt... Gulseren justru terlihat makin natural cantiknya di scene berikut lho... Aura seksinya, senyumannya yang manis, serta mata hijaunya yang indah, seolah-olah mampu berpadu dan menyatu dengan kharismatiknya Cihan serta hujan yang turun malam itu. Tak perlulah adegan ciuman itu dituntaskan sampai ke ujung, cukup dengan pelukan yang erat, kecupan di kening dan pelipis, usapan tangan di bibir, bahkan romantisnya rasanya tidak akan habis-habis... Dewasa sekali percintaan berdua ini... Dramatisasi latar berikut back song soundtrack utama sudah dapat mewakili untuk menggambarkan keindahannya.

*Ozan rupanya sedang mematai-matai/ mengawasi Gulseren dan Cihan yang baru saja pulangdari ‘kencan dadakan’, hehhe.. Haddeh.. Perasaan, gak rela banget kl music scoring yang baisanya dipakai untuk melatari scene Harun, di scene Ozan ini, music scoring tersebut juga terpakai, wwweew... Hahha..

*Gulseren masuk ke dalam rumah , menyapa Deriya dengan perasaan lega dan bahagia. Lanjut kemudian mereka berdua saling berpelukan. Tak lama, terdengar pintu diketuk. Gulseren mengira kl itu adalah Cihan yang mungkin dia sedang kelupaan sesuatu. Tapi ternyata...!!!

*Ozan yang datang!!! Dengan wajah yang sudah memperlihatkan urat kemarahan, Ozan tiba-tiba langsung mengacungkan pistol ke arah Gulseren. Seketika itu juga Gulseren merasa terkejut. Deriya pun langsung berteriak kaget dan histeris melihat Ozan yang terlalu nekad...

NEXT: Gulseren merebut pistol dari tangan Ozan dan mengarahkannya ke kepalanya sendiri, sambil mengatakan denagn jelas di hadapan Ozan, kl dia mencintai Cihan...

Selasa, 28 Juni 2016

#AniesWidiyarti_BanjirCercaanBerbuahPrasangkaDanKeputusasaan_CnH2_6 “... I am in misery..there ain’t nobody who can comfort me...”... Sekilas, beberapa baris lirik lagu Maroons 5, yang berjudul Misery tersebut seolah-olah dapat menggambarkan perasaan Cansu kemarin malam. Seolah-olah gadis manis ini memang tengah dalam kesakitan dan kesengsaraannya sendiri dan tak seorangpun yang ada di dekatnya bisa membuatnya nyaman, atau minimal dapat menentramkan hatinya yang sedang goyah, di antara omongan-omongan negatif tentang ibu kandungnya dan juga Cihan Gurpinar. Goyah, di antara sedikit demi sedikit kepercayaan yang tengah berusaha keras ia tumbuhkan di hati untuk sesosok ibu kandung yang akhirnya bisa ia temui. Sesosok ibu kandung yang boleh jadi menjadi jawaban untuk kerinduan yang selama ini tengah Cansu cari-cari. Kerinduan akan sosok ibu yang benar-benar ‘hadir’ dan ‘ada’ dengan wujud kasih sayangnya yang tulus dan nyata. Seorang ibu yang dengan senang hati memberikan pelukan erat di saat Cansu menginginkannya. Ibu yang masih sempat untuk sekadar mengepang dan menjalin rambut anak gadisnya, dia antara penatnya dia harus mengumpulkan rezeki demi untuk kelabgsungan hidupnya. Ibu yang benar-benar hanya peduli dengan kebaikan dan kenyamanan anak-anaknya, alih-alih melakukannya hanya sebatas ‘kewajiban’ dan ‘patutnya’. Intinya, yang selama ini dirindukan Cansu akan sosok seorang ibu, boleh jadi digenapi dalam diri Gulseren.


Namun, di antara kisah penemuan tersebut, tak berarti hidup Cansu selanjutnya berjalan dengan bahagia. Karena sesungguhnya semua berawal dari sini. Pertemuan dengan ibu kandung, perjumpaan dengan saudara baru, dan juga kisah percintaan ibu kandungnya dengan Cihan Gurpinar, di mana semua itu terjadi di tengah sikon keluarga yang tak harmonis. Di satu sisi, kehadiran Gulseren bagi Cansu sebagaimana layaknya penyejuk untuk hatinya, tapi di lain sisi kehadiran Gulseren di dekat Cansu, seolah-olah menjauhkan Cansu dari orang-orang yang belum-belum sudah antipati terlebih dahulu dengan kehadiran Gulseren. Bukan hanya masalah perebutan hak asuh antara Gulseren dan Dilara, tapi rupanya perasaan cinta Cihan kepada Gulseren yang turut hadir bersamaan dengan cerita terbongkarnya rahasia identitas anak-anak mereka yang tertukar, mempunyai andil besar untuk membuat konflik yang terjadi menjadi semakin runyam. Bukan lagi hanya tentang kasih sayang anak dan orang tua, melainkan hal-hal yang sifatnya skandal menjadi bumbu-bumbu yang tak bisa dihindari. Pasalnya, ketika awal-awal memang Cihan yang tengah jatuh cinta dengan Gulseren masih terikat perkawinan sah dan resmi dengan Dilara Gurpinar. Pun begitu halnya dengan Gulseren, yang ketika hatinya mulai menyadari perhatian dari Cihan, dia masih berstatus sebagai istri dari Oskan Gulpinar. Kini, keadaan mulai sedikit berubah dengan status perkawinan Gulseren dan Oskan yang sudah diputuskan berakhir oleh pengadilan, rupanya cerita kerunyaman itu makin menjadi.


Cansu bukannya buta masalah ketertarikan Cihan, ayah tirinya dengan Gulseren ibu kandungnya. Tapi karena Cansu merasa dari dua orang itu dia akhirnya menemukan limpahan kasih sayang yang besar, maka di dalam hatinya dia pun tak terlalu mempersalahkan hubungan ibunya dan Cihan. Di samping kenyataan kl dia melihat sendiri bahwa hubungan Cihan dan Dilara, tak pernah berjalan dengan nyaman dan selalu diwarnai oleh pertengkaran-pertengkaran. Walaupun, seiring dengan kedekatan tersebut Cansu harus semakin sering berselisih dengan Dilara, Ozan, kakaknya, atau juga Hazal, anak yang dibesarkan Gulseren sedari bayi, Selama ia berada di dekat Gulseren dan Cihan, Cansu seperti tak terlalu ambil pusing dengan perselisihan yang sering ia lakukan. Termasuk ketika Gulseren dicap sebagai perempuan perusak rumah tangga Cihan dan Dilara Gurpinar, Cansu senantiasa menjadi pendukung nomor satu untuk menguatkan ibunya. Berbekal rasa dari perasaan yang terdalam juga rajin berkeluh kesah dan berbagi cerita dari hati ke hati dengan Gulseren, Cansu seakan-akan mempunyai keyakinan sendiri kl ibunya tidak seperti yang kebanyakan orang sangkakan selama ini. Gulseren bagi Cansu bukan sosok perempuan perebut suami perempuan lain, perusak rumah tangga orang, atau perempuan matre yang mengincar harta dan kekayaan Cihan Gurpinar. Gulseren di mata Cansu hanyalah sesosok ibu yang penyabar dan berjuang demi anak-anaknya.


Akan tetapi, tak akan cerita itu menjadi sejati, jika di perjalanannya akan mulus-mulus saja. Semakin banyak deraan, akan semakin tangguh kita kemudian. Seperti halnya tingkat keimanan kita kepada Tuhan, pun kepercayaan yang ada di hati akan senantiasa naik-turun, terbawa situasi. Cansu yang sebenarnya membawa selalu kepercayaan kepada ibunya dan juga ayahnya, tapi kembali lagi dia masih dalam tahap usia yang labil dan penuh gejolak. Dipicu oleh peristiwa-peristiwa yang seolah-olah rentan mengikiskan kepercayaan yang selama ini sudah di hati, akhirnya Cansu kemarin malam seperti berbalik arah menjadi memusuhi dan menyerang Gulseren dan Cihan dengan prasangka-prasangka yang disimpulkannya sendiri. Mulai dari ketika dia mendengar ocehan Keriman tentang ibunya di ruang tamu kediaman Gurpinar, perselisihan Cansu dan Dilara yang beda pendapat tentang Gulseren, Ozan yang tak henti mendeskriditkan Gulseren sebagai perempuan yang jahat di balik kelembutannya kepada Cansu dan Hazal, dan puncaknya adalah tadi malam, usai mendengar untuk kesekian kalinya Ozan menjelek-jelekkan Gulseren, dia justru disuguhi pemandangan yang sepertinya pas terkondisikan untuk mewakili apa yang ditakutkan dari Cansu, yaitu terbuktinya omongan-omongan Ozan bahwa Gulseren sebenarnya hanya peduli dan mengejar cinta Cihan dan menggunakan anak-anak mereka sebagi jembatan untuk memuluskan percintaan mereka. Ah, Cansu yang malang... Cansu yang serba dipojokkan dan akhirnya seperti kecewa dengan sendirinya karena dia ternyata melihat ibunya sedang asyik berduaan dengan ayah tirinya.. Padahal apa yang dipikirkan Cansu jauh dari kenyataan yang sedang terjadi...



Menilik kenapa Cansu akhirnya menjadi seperti antipati dengan Gulseren dan Cihan, setelah kepercayaan dan kebahagiaan yang selalu ia pancarkan apabila berada di dekat dua orang tersebut, ini lebih ke perasan emosional-insidental atau emosional sesaat sebagai perwujudan atas kekecewaan yang seringkali ia rasakan belakangan ini, terutama tentang berbagai guncingan negatif tentang Gulseren. Kl boleh saya saya menggambarkannya, andai ketika Cansu seusai mendengar ‘ceramah’ Ozan tentang Gulseren yang tidak baik, lanjut Cansu menemui Gulseren yang seperti dengan sikon Gulseren selalu siap sedia memberi pelukan dan dukungan kepada putrinya dan bukan Gulseren yang seperti tertangkap mata justru tengah berduaan dengan laki-laki, yang notabebe ayah tiri Cansu yang sangat menyanyanginya, besar kemungkinan Cansu tidak akan bersikap kalap dan menyerang Gulseren dan Cihan dengan tuduhan-tuduhan yang serba tidak elok.


Cansu yang sedang dipojokkan sana-sini dan harusnya ia punya ‘pertahanan terakhir’ berwujud Gulseren atau Cihan Gurpinar, untuk melegitimasi keyakinan hatinya, tapi akhirnya justru yang diharapkan seperti sedang asyik sendiri. Maka di situlah perasaan sendirian, hati hancur, kepercayaan yang susah-payah dibangun akhirnya mulai retak dan hancur berkeping-keping, mulai menjangkiti Cansu. Sebenarnya, ada tiga langkah yang Cansu butuhkan untuk terhindar dari rasa sendirian dan kalut itu, yaitu tetap tenang, bersabarlah, dan bicaralah. Tapi karena memang gejolak emosinya saat itu seperti menjepitnya, belum lagi dia mendapati pemandangan yang seperti mengiyakan apa yang selama ini orang omongkan tentang Gulseren dan Cihan, akhirnya rasa percaya dan mengidolakan Gulseren dan Cihan menjadi seolah-olah ternoda. Pendek cakap, semakin kita menyayangi dan memercayai seseorang, semakin kita mengharapkan yang kita idolai dan percayai itu tidak boleh ada cela. Nah, kurang lebih yang Cansu rasakan kemarin malam seperti itu adanya. Cansu takut bahwa ibunya dan Cihan nantinya bila benar-benar bersatu, dia hanya akan jadi yang sekian-sekian... Cansu juga merasa malu dengan Ozan atau juga Dilara, karena sekuat tenaga dia membela ibunya, tapi kenapa Gulseren memang seperti yang orang-orang pikirkan selama ini... Tapi biarlah itu untuk sementara menjadi keyakinan Cansu, seiring waktu saya yakin gadis berparas manis yang baik dan penyabar ini, akan dapat melihat realita di baliknya secara berimbang... Belajar dewasa ya, Cansu... Hehhe...


Ada Cansu yang meradang, ada Cihan yang kemarin malam juga agak ‘miss’ dari yang biasanya dia tampil dan tuturkan... Saking takutnya kl Gulseren bakalan berpaling kepada mantan suaminya sekaligus takut kehilangan citra ayah di depan Cansu... Duh, Ayah Cihan yang tampan... Oskan Gulpinar kan memang ayah kandungnya Cansu, kenapa karena sesuatu yang sedang kalut, kau seperti dalam sekejap menjadi serupa Dilara, wweew... Xixixiii... Katamu di depan Gulseren, ayah kandung Cansu itu hanya dirimu??! Eeeaalllahh... Semua judulnya adalah blunder kl aroma-aromanya sudah emosi yang ikut membumbui. Jangan mentang-mentang Oskan itu miskin dan sering berbuat kasar, lantas kau berhak mengaburkan realitanya di depan Cansu. Apalagi tindakanmu kemarin malam yang seperti tidak menganggap sama sekali Oskan itu sebagai ayah kandung yang juga berhak atas Cansu. Cukuplah kau tahu bahwa Cansu memang sedang berada di situ dan bukan hilang entah di mana, tapi ya jangan terus menyeretnya seolah-olah kau yang paling berkuasa atas Cansu. Kl memang kau ingin bicara dengan Cansu, bicara yang baik-baik, bujuk dengan sabar... Jangan main paksa yang justru akhirnya makin menyaringkan umpatan-umpatan Cansu kepadamu dan Gulseren.. Cansu itu sedang berusaha mencari tempat perlindunagnnya yang lain, setelah Gulseren dan Cihan dianggapnya sudah tidak bisa dipercaya lagi. Bahkan kl boleh saya nyatakan, ada sedikit kesan pelarian atau juga pelampiasan untuk akhirnya Cansu mau mendatangi ayah kandungnya. Dan satu lagi, menurut saya ini cara Cansu yang sangat ‘cerdas’ untuk menyakiti Gulseren dan Cihan. Eeeyyaa...


Ech..ech... Ada juga yang sedang ‘menggadaikan’ harga dirinya lagi... Rahmi si tua yang labil dan jauh dari konsep bijak sebagai orang tua. Ini bagaimana ya, saking tidak mau kehilangan hidup enak dan bergelimang uang, menjadi pendukung untuk menantunya koq terkesan memaksakan diri ya??! Alih-alih berada di posisi netral, bisa dengan menyeluruh, seimbang melihat masalah yang sedang dihadapi oleh anak dan menantunya, Rahmi malah seperti balik menjadi penghasut yang seenaknya sendiri. Dulu saja mengemis-ngemis minta maaf kepada Gulseren, tapi sekarang..karena arah kepentingan berubah, berbalik dia jadi sekutu bagi Dilara dengan sangat meyakinkannya dan menyerang Gulseren dengan nada-nada merendahkan yang di luar batas. Hhhheeiisstt.. Macam petinggi-petinggi parpol saja Rahmi ini!!! Ya iyalah mendukung Dilara, lha kl mendukung Cihan dan Gulseren, takutnya Rahmi, dia tidak akan kebagian hartanya Cihan karena semua akan diberikan kepada Gulseren, wkwkwkwkwkkk... Yassalam... InsyaAlloh Cihan tidak akan meniru ayahnya yang dulu karena tergila-gila dengan perempuan lain, rumah tangganya, adiknya, bahkan kekayaannya hilang satu-persatu.


Untuk Dilara, ya sudahlah... Terserah dengan macam-macam isi kepalamu... Masih juga harga diri dan egoismu itu selalu mewarnai. Katamu sayang itu berbeda dari cinta... Tapi banyak orang juga bilang, pernikahan itu mungkin hanya setahun-dua tahun yang berhiaskan cinta, selebihnya dan seterusnya tinggal kasih-sayang yang harus senantiasa ditumbuhkan antar pasutri... Entah bagaimana Dilara akhirnya merepresentasikannya di depan Cihan,  hingga akhirnya sayangnya Dilara tak jua sampai-sampai ke hatinya Dilara... Mungkin karena memang pada awalnya cinta sudah tidak ada kali ya,,, Ech, ada Chandan yang kemarin hanya jadi tempat ‘buang hajat’nya Harun. Uuuuppstt, wkwkwkwkwkkk... Karena balik lagi, setelah itu Harun kembali lagi penasaran dengan yang sejati di hati. Dilara Gurpinar!!! Yuhuuuuu... Terlepas dari sorot matanya yang selalu terlihat licik, sosok seorang Harun ini sebenarnya tak kalah keren dan berkharisma dengan sang pemilik jaringan restoran Dark Blue, Cihan Gurpinar lho, hehhe... Saya sie menikmati sekali dengan hadirnya tokoh Harun di CnH 2 atau Paramparca season dua ini. Bagaimana  denganmu, Paramparca Fan?? Enjoy yaa... Have a sweet Tuesday... Salam hangat.

 
17.05.00 Unknown
#AniesWidiyarti_BanjirCercaanBerbuahPrasangkaDanKeputusasaan_CnH2_6 “... I am in misery..there ain’t nobody who can comfort me...”... Sekilas, beberapa baris lirik lagu Maroons 5, yang berjudul Misery tersebut seolah-olah dapat menggambarkan perasaan Cansu kemarin malam. Seolah-olah gadis manis ini memang tengah dalam kesakitan dan kesengsaraannya sendiri dan tak seorangpun yang ada di dekatnya bisa membuatnya nyaman, atau minimal dapat menentramkan hatinya yang sedang goyah, di antara omongan-omongan negatif tentang ibu kandungnya dan juga Cihan Gurpinar. Goyah, di antara sedikit demi sedikit kepercayaan yang tengah berusaha keras ia tumbuhkan di hati untuk sesosok ibu kandung yang akhirnya bisa ia temui. Sesosok ibu kandung yang boleh jadi menjadi jawaban untuk kerinduan yang selama ini tengah Cansu cari-cari. Kerinduan akan sosok ibu yang benar-benar ‘hadir’ dan ‘ada’ dengan wujud kasih sayangnya yang tulus dan nyata. Seorang ibu yang dengan senang hati memberikan pelukan erat di saat Cansu menginginkannya. Ibu yang masih sempat untuk sekadar mengepang dan menjalin rambut anak gadisnya, dia antara penatnya dia harus mengumpulkan rezeki demi untuk kelabgsungan hidupnya. Ibu yang benar-benar hanya peduli dengan kebaikan dan kenyamanan anak-anaknya, alih-alih melakukannya hanya sebatas ‘kewajiban’ dan ‘patutnya’. Intinya, yang selama ini dirindukan Cansu akan sosok seorang ibu, boleh jadi digenapi dalam diri Gulseren.


Namun, di antara kisah penemuan tersebut, tak berarti hidup Cansu selanjutnya berjalan dengan bahagia. Karena sesungguhnya semua berawal dari sini. Pertemuan dengan ibu kandung, perjumpaan dengan saudara baru, dan juga kisah percintaan ibu kandungnya dengan Cihan Gurpinar, di mana semua itu terjadi di tengah sikon keluarga yang tak harmonis. Di satu sisi, kehadiran Gulseren bagi Cansu sebagaimana layaknya penyejuk untuk hatinya, tapi di lain sisi kehadiran Gulseren di dekat Cansu, seolah-olah menjauhkan Cansu dari orang-orang yang belum-belum sudah antipati terlebih dahulu dengan kehadiran Gulseren. Bukan hanya masalah perebutan hak asuh antara Gulseren dan Dilara, tapi rupanya perasaan cinta Cihan kepada Gulseren yang turut hadir bersamaan dengan cerita terbongkarnya rahasia identitas anak-anak mereka yang tertukar, mempunyai andil besar untuk membuat konflik yang terjadi menjadi semakin runyam. Bukan lagi hanya tentang kasih sayang anak dan orang tua, melainkan hal-hal yang sifatnya skandal menjadi bumbu-bumbu yang tak bisa dihindari. Pasalnya, ketika awal-awal memang Cihan yang tengah jatuh cinta dengan Gulseren masih terikat perkawinan sah dan resmi dengan Dilara Gurpinar. Pun begitu halnya dengan Gulseren, yang ketika hatinya mulai menyadari perhatian dari Cihan, dia masih berstatus sebagai istri dari Oskan Gulpinar. Kini, keadaan mulai sedikit berubah dengan status perkawinan Gulseren dan Oskan yang sudah diputuskan berakhir oleh pengadilan, rupanya cerita kerunyaman itu makin menjadi.


Cansu bukannya buta masalah ketertarikan Cihan, ayah tirinya dengan Gulseren ibu kandungnya. Tapi karena Cansu merasa dari dua orang itu dia akhirnya menemukan limpahan kasih sayang yang besar, maka di dalam hatinya dia pun tak terlalu mempersalahkan hubungan ibunya dan Cihan. Di samping kenyataan kl dia melihat sendiri bahwa hubungan Cihan dan Dilara, tak pernah berjalan dengan nyaman dan selalu diwarnai oleh pertengkaran-pertengkaran. Walaupun, seiring dengan kedekatan tersebut Cansu harus semakin sering berselisih dengan Dilara, Ozan, kakaknya, atau juga Hazal, anak yang dibesarkan Gulseren sedari bayi, Selama ia berada di dekat Gulseren dan Cihan, Cansu seperti tak terlalu ambil pusing dengan perselisihan yang sering ia lakukan. Termasuk ketika Gulseren dicap sebagai perempuan perusak rumah tangga Cihan dan Dilara Gurpinar, Cansu senantiasa menjadi pendukung nomor satu untuk menguatkan ibunya. Berbekal rasa dari perasaan yang terdalam juga rajin berkeluh kesah dan berbagi cerita dari hati ke hati dengan Gulseren, Cansu seakan-akan mempunyai keyakinan sendiri kl ibunya tidak seperti yang kebanyakan orang sangkakan selama ini. Gulseren bagi Cansu bukan sosok perempuan perebut suami perempuan lain, perusak rumah tangga orang, atau perempuan matre yang mengincar harta dan kekayaan Cihan Gurpinar. Gulseren di mata Cansu hanyalah sesosok ibu yang penyabar dan berjuang demi anak-anaknya.


Akan tetapi, tak akan cerita itu menjadi sejati, jika di perjalanannya akan mulus-mulus saja. Semakin banyak deraan, akan semakin tangguh kita kemudian. Seperti halnya tingkat keimanan kita kepada Tuhan, pun kepercayaan yang ada di hati akan senantiasa naik-turun, terbawa situasi. Cansu yang sebenarnya membawa selalu kepercayaan kepada ibunya dan juga ayahnya, tapi kembali lagi dia masih dalam tahap usia yang labil dan penuh gejolak. Dipicu oleh peristiwa-peristiwa yang seolah-olah rentan mengikiskan kepercayaan yang selama ini sudah di hati, akhirnya Cansu kemarin malam seperti berbalik arah menjadi memusuhi dan menyerang Gulseren dan Cihan dengan prasangka-prasangka yang disimpulkannya sendiri. Mulai dari ketika dia mendengar ocehan Keriman tentang ibunya di ruang tamu kediaman Gurpinar, perselisihan Cansu dan Dilara yang beda pendapat tentang Gulseren, Ozan yang tak henti mendeskriditkan Gulseren sebagai perempuan yang jahat di balik kelembutannya kepada Cansu dan Hazal, dan puncaknya adalah tadi malam, usai mendengar untuk kesekian kalinya Ozan menjelek-jelekkan Gulseren, dia justru disuguhi pemandangan yang sepertinya pas terkondisikan untuk mewakili apa yang ditakutkan dari Cansu, yaitu terbuktinya omongan-omongan Ozan bahwa Gulseren sebenarnya hanya peduli dan mengejar cinta Cihan dan menggunakan anak-anak mereka sebagi jembatan untuk memuluskan percintaan mereka. Ah, Cansu yang malang... Cansu yang serba dipojokkan dan akhirnya seperti kecewa dengan sendirinya karena dia ternyata melihat ibunya sedang asyik berduaan dengan ayah tirinya.. Padahal apa yang dipikirkan Cansu jauh dari kenyataan yang sedang terjadi...



Menilik kenapa Cansu akhirnya menjadi seperti antipati dengan Gulseren dan Cihan, setelah kepercayaan dan kebahagiaan yang selalu ia pancarkan apabila berada di dekat dua orang tersebut, ini lebih ke perasan emosional-insidental atau emosional sesaat sebagai perwujudan atas kekecewaan yang seringkali ia rasakan belakangan ini, terutama tentang berbagai guncingan negatif tentang Gulseren. Kl boleh saya saya menggambarkannya, andai ketika Cansu seusai mendengar ‘ceramah’ Ozan tentang Gulseren yang tidak baik, lanjut Cansu menemui Gulseren yang seperti dengan sikon Gulseren selalu siap sedia memberi pelukan dan dukungan kepada putrinya dan bukan Gulseren yang seperti tertangkap mata justru tengah berduaan dengan laki-laki, yang notabebe ayah tiri Cansu yang sangat menyanyanginya, besar kemungkinan Cansu tidak akan bersikap kalap dan menyerang Gulseren dan Cihan dengan tuduhan-tuduhan yang serba tidak elok.


Cansu yang sedang dipojokkan sana-sini dan harusnya ia punya ‘pertahanan terakhir’ berwujud Gulseren atau Cihan Gurpinar, untuk melegitimasi keyakinan hatinya, tapi akhirnya justru yang diharapkan seperti sedang asyik sendiri. Maka di situlah perasaan sendirian, hati hancur, kepercayaan yang susah-payah dibangun akhirnya mulai retak dan hancur berkeping-keping, mulai menjangkiti Cansu. Sebenarnya, ada tiga langkah yang Cansu butuhkan untuk terhindar dari rasa sendirian dan kalut itu, yaitu tetap tenang, bersabarlah, dan bicaralah. Tapi karena memang gejolak emosinya saat itu seperti menjepitnya, belum lagi dia mendapati pemandangan yang seperti mengiyakan apa yang selama ini orang omongkan tentang Gulseren dan Cihan, akhirnya rasa percaya dan mengidolakan Gulseren dan Cihan menjadi seolah-olah ternoda. Pendek cakap, semakin kita menyayangi dan memercayai seseorang, semakin kita mengharapkan yang kita idolai dan percayai itu tidak boleh ada cela. Nah, kurang lebih yang Cansu rasakan kemarin malam seperti itu adanya. Cansu takut bahwa ibunya dan Cihan nantinya bila benar-benar bersatu, dia hanya akan jadi yang sekian-sekian... Cansu juga merasa malu dengan Ozan atau juga Dilara, karena sekuat tenaga dia membela ibunya, tapi kenapa Gulseren memang seperti yang orang-orang pikirkan selama ini... Tapi biarlah itu untuk sementara menjadi keyakinan Cansu, seiring waktu saya yakin gadis berparas manis yang baik dan penyabar ini, akan dapat melihat realita di baliknya secara berimbang... Belajar dewasa ya, Cansu... Hehhe...


Ada Cansu yang meradang, ada Cihan yang kemarin malam juga agak ‘miss’ dari yang biasanya dia tampil dan tuturkan... Saking takutnya kl Gulseren bakalan berpaling kepada mantan suaminya sekaligus takut kehilangan citra ayah di depan Cansu... Duh, Ayah Cihan yang tampan... Oskan Gulpinar kan memang ayah kandungnya Cansu, kenapa karena sesuatu yang sedang kalut, kau seperti dalam sekejap menjadi serupa Dilara, wweew... Xixixiii... Katamu di depan Gulseren, ayah kandung Cansu itu hanya dirimu??! Eeeaalllahh... Semua judulnya adalah blunder kl aroma-aromanya sudah emosi yang ikut membumbui. Jangan mentang-mentang Oskan itu miskin dan sering berbuat kasar, lantas kau berhak mengaburkan realitanya di depan Cansu. Apalagi tindakanmu kemarin malam yang seperti tidak menganggap sama sekali Oskan itu sebagai ayah kandung yang juga berhak atas Cansu. Cukuplah kau tahu bahwa Cansu memang sedang berada di situ dan bukan hilang entah di mana, tapi ya jangan terus menyeretnya seolah-olah kau yang paling berkuasa atas Cansu. Kl memang kau ingin bicara dengan Cansu, bicara yang baik-baik, bujuk dengan sabar... Jangan main paksa yang justru akhirnya makin menyaringkan umpatan-umpatan Cansu kepadamu dan Gulseren.. Cansu itu sedang berusaha mencari tempat perlindunagnnya yang lain, setelah Gulseren dan Cihan dianggapnya sudah tidak bisa dipercaya lagi. Bahkan kl boleh saya nyatakan, ada sedikit kesan pelarian atau juga pelampiasan untuk akhirnya Cansu mau mendatangi ayah kandungnya. Dan satu lagi, menurut saya ini cara Cansu yang sangat ‘cerdas’ untuk menyakiti Gulseren dan Cihan. Eeeyyaa...


Ech..ech... Ada juga yang sedang ‘menggadaikan’ harga dirinya lagi... Rahmi si tua yang labil dan jauh dari konsep bijak sebagai orang tua. Ini bagaimana ya, saking tidak mau kehilangan hidup enak dan bergelimang uang, menjadi pendukung untuk menantunya koq terkesan memaksakan diri ya??! Alih-alih berada di posisi netral, bisa dengan menyeluruh, seimbang melihat masalah yang sedang dihadapi oleh anak dan menantunya, Rahmi malah seperti balik menjadi penghasut yang seenaknya sendiri. Dulu saja mengemis-ngemis minta maaf kepada Gulseren, tapi sekarang..karena arah kepentingan berubah, berbalik dia jadi sekutu bagi Dilara dengan sangat meyakinkannya dan menyerang Gulseren dengan nada-nada merendahkan yang di luar batas. Hhhheeiisstt.. Macam petinggi-petinggi parpol saja Rahmi ini!!! Ya iyalah mendukung Dilara, lha kl mendukung Cihan dan Gulseren, takutnya Rahmi, dia tidak akan kebagian hartanya Cihan karena semua akan diberikan kepada Gulseren, wkwkwkwkwkkk... Yassalam... InsyaAlloh Cihan tidak akan meniru ayahnya yang dulu karena tergila-gila dengan perempuan lain, rumah tangganya, adiknya, bahkan kekayaannya hilang satu-persatu.


Untuk Dilara, ya sudahlah... Terserah dengan macam-macam isi kepalamu... Masih juga harga diri dan egoismu itu selalu mewarnai. Katamu sayang itu berbeda dari cinta... Tapi banyak orang juga bilang, pernikahan itu mungkin hanya setahun-dua tahun yang berhiaskan cinta, selebihnya dan seterusnya tinggal kasih-sayang yang harus senantiasa ditumbuhkan antar pasutri... Entah bagaimana Dilara akhirnya merepresentasikannya di depan Cihan,  hingga akhirnya sayangnya Dilara tak jua sampai-sampai ke hatinya Dilara... Mungkin karena memang pada awalnya cinta sudah tidak ada kali ya,,, Ech, ada Chandan yang kemarin hanya jadi tempat ‘buang hajat’nya Harun. Uuuuppstt, wkwkwkwkwkkk... Karena balik lagi, setelah itu Harun kembali lagi penasaran dengan yang sejati di hati. Dilara Gurpinar!!! Yuhuuuuu... Terlepas dari sorot matanya yang selalu terlihat licik, sosok seorang Harun ini sebenarnya tak kalah keren dan berkharisma dengan sang pemilik jaringan restoran Dark Blue, Cihan Gurpinar lho, hehhe... Saya sie menikmati sekali dengan hadirnya tokoh Harun di CnH 2 atau Paramparca season dua ini. Bagaimana  denganmu, Paramparca Fan?? Enjoy yaa... Have a sweet Tuesday... Salam hangat.

 

Sabtu, 25 Juni 2016

#AniesWidiyarti_BelahanJiwaVersusKeseluruhanJiwa_CnH2_5  Ada sebuah makna yang tersirat dari pernyataan Cihan yang mengaku salah ketika Dilara menuduh suaminya tersebut berlaku tidak adil dan tidak memikirkan perasaannya  ketika Cihan memutuskan Gulseren harus tinggal di rumah mereka dengan alasan untuk merawat Hazal. Cihan mengaku bahwa ia memang salah karena tidak memikirkan perasaan Dilara. Saat itu juga Cihan mengatakan bahwa semua yang ia lakukan hanya demi/untuk Hazal. Untuk Hazal!!! Untuk Hazal, anak kandung dari Cihan dan Dilara Gurpinar. Anak yang bukan lagi seperti kekasih, pendamping, suami atau istri, yang merupakan belahan jiwa. Anak adalah  gabungan bersatunya belahan jiwa tersebut, hingga akhirnya definisinya bukan lagi hanya “BELAHAN”, tapi sudah merupakan bentuk penyatuan, “KESELURUHAN” jiwa. Hhhuufffttt... Berkaca dari apa yang dikatakan oleh Cihan kemarin sebenarnya tidak ada yang salah dari yang dilakukannya. Orang tua seringkali harus hidup dan berjuang sampai jungkir-balik, berkorban dan mengorbankan tenaga dan perasaan, semua dilakukan demi anak, agar anaknya dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, lebih sukses daripada orang tuanya. Bahkan untuk anak seringkali ego orang tua harus ditekan, demi untuk kebahagiaan yang ingin diraih bersama. Karena ya itu tadi, anak adalah keseluruhan jiwa dari orang tuanya. Kehadirannya, perwujudannya seolah-olah menyempurnakan cinta itu sendiri.


Menjadi masalah dan serba salah bagi Cihan dan Dilara karena demi untuk kesembuhan dan kebahagiaan Hazal, Cihan harus menghadirkan Gulseren di tengah-tengah pernikahannya dengan Dilara sudah tidak sehat lagi. Gulseren yang akhirnya diakui oleh Cihan di depan istrinya sebagai perempuan yang sangat ia cintai. Menjadi semakin banyak prasangka dan saling menyakiti di sana-sini karena belum semua pihak bisa saling mengerti dan bahkan mau berkorban demi alasan yang lain yang jauh lebih penting, yaitu anak. Kesampingkan dulu masalah Hazal yang menyebalkan dan manipulatif, bagaimana pun juga kondisi Hazal yang memprihatinkan tersebut, butuh untuk lebih dari sekedar menekan ego dan pengertian dari masing-masing pihak. Andaikata Dilara bisa menghandle Hazal sendirian dan andaikata Hazal yang ternyata lebih nyaman dirawat oleh Gulseren  bersedia untuk dirawat tidak di rumah Cihan dan Dilara, setidak-tidaknya itu tidak akan membuat Cihan di mata Dilara dipandang sebagai seorang suami atau laki-laki yang begitu tega kepada dirinya. Bahkan ketika suamimu menjawab pertanyaanmu dengan sejujur-jujurnya, rasanya jauh lebih menyakitkan kan, Ny Dilara... Suamimu yang bertahan di sampingmu selama 19 tahun, tanpa cinta, tanpa dia berusaha untuk melarikan diri atau mempermainkan pernikahan kalian dengan cara-cara yang dangkal menyakitkanmu (baca: selingkuh, ‘jajan’ kesana-kemari), sampai akhirnya dia bertemu dengan Gulseren, perempuan yang bisa mengisi kekosongannya selama ini. Duh, rasanya...


19 tahun menjalani pernikahan tanpa cinta, tapi ada anak yang setidak-tidaknya bisa menjadi harapan dan alat untuk bertahan. Jangan mencoba berdalih dengan mengatakan, kl tidak ada cinta, kenapa bisa sampai muncul anak?! Hhmmm... Sayangnya cinta tak selalu berbanding lurus dengan nafsu. Tak perlu lagi juga memanjangkan dalih, berarti Cihan itu laki-laki munafik... Hadddeh, berasa kl jadi orang di pihak dan memihak yang tersakiti, selalu ada saja celah untuk menghabisi sang lawan, alih-alih berusaha mengurai makna dari kehidupan, dari mana sebenarnya awalnya berpangkal, bagaimana sampai bisa terjadi, dimana letak kesalahannya, bagaimana untuk memperbaikinya, masihkah ada jalan untuk meluruskannya, bersediakah untuk bersama-sama mengatasinya, bla..bla..bla... Tak bermaksud untuk membela Cihan, menyalahkan Dilara, atau juga terlalu berempati dengan Gulseren, tapi ayolah... Jika masing-masing pihak memahami konflik dan posisinya, mengerti benar apa yang menjadi tujuan dan dilakukannya, dan akhirnya kemudian tumbuh kesadaran di masing-masing hati untuk saling berkorban dan menekan ego, niscaya kesalahpahaman itu akan selalu bisa diluruskan dan dikompromikan.


Saya juga masih serba samar dengan makna tangisan Dilara seusai Cihan membuat pengakuan jujur tentang cintanya kepada Gulseren... Adakah cinta dan kecemburuan di antara air mata Dilara semalam? Ataukah air mata itu masih setia untuk mewakili harga dirinya yang tidak rela Cihan ternyata mencintai perempuan yang jauh dari representasi seorang Dilara Gurpinar yang stylish, terhormat, dan elegan? Sejujurnya, melihat Dilara menangis sambil mengemudikan mobilnya sendirian semalam, saya juga sangat sedih. Dengan alasan apapun, siapa to istri yang mau melihat suaminya mengagumi dan mencintai perempuan selain dirinya? Tapi semua itu kembali lagi, 19 tahun bertahan, bolak-balik sang suami mengajukan permohonan cerai, pasti ada yang tidak beres dengan cinta dan pernikahan itu sendiri kan... Toh kesedihan yang saya rasakan untuk Dilara akhirnya kemudian jadi samar dan balik lagi jadi sedikit ilfeel, karena bagi saya Dilara itu memang keras kepala dan egois, persis seperti yang selalu dikeluhkan Cihan selama ini. Coba saja pikir, ketika Dilara mendapati Ozan sedang melihat ayahnya dan Gulseren sedang berdiri berduaan di dermaga teras belakang... Saya pikir tangisan Dilara sebelumnya bisa sedikit membantunya untuk mengendorkan urat syaraf dan ketegangan emosinya, tapi kenapa gilliran dia merespon Ozan yang tidak suka dan begitu emosi melihat ayahnya dan Gulseren sedang berdua, malah Dilara menanggapinya dengan kalimat yang jauh dari bijak dan lagi-lagi seperti mengompori Ozan untuk semakin memusuhi ayahnya. “...Ya mungkin ayahmu sedang buta, bla..bla..bla... Ya Tuhan, Dilara...  


Seorang perempuan sekaligus ibu, sekelas Dilara Gurpinar, yang katanya tidak mau dibanding-bandingkan dan kalah saing dari seorang perempuan yang hanya seperti Gulseren, tapi kl berhadapan di depan anak-anaknya, berasa perempuan ini jadi banyak ‘miss’nya. Mungkin sebagai sosialita, Dilara boleh jadi sudah mencapai tahap yang paripurna, tapi sebagai perempuan dan ibu, seperti masih banyak yang harus dipelajari... Bahkan ketika berdebat dengan Gulseren masalah Hazal yang membangkang tidak mau menjalani prosedur pemulihan kakinya, lagi-laagi Dilara hanya peduli dengan dirinya sendiri, aku dan aku... Bagi Dilara, Gulseren yang terlalu menuruti kemauan Hazal itu tidak baik harusnya untuk Hazal yang tidak mau menjalani terapi, menurut Dilara, Hazal harus dipaksa.


OK, baik Gulseren dan Dilara menuut saya semua ada benarnya dan masing-masing punya argumen yang kuat untuk mendasari. Tapi, ada sedikit yang ‘miss’ untuk dimengerti dari Dilara, yaitu tentang Hazal itu sendiri. Tipe seperti apa anakmu itu, Dilara? Bisakah dia menjadi tiba-tiba mendengarkanmu yang mencoba mendisiplikannya dengan metodemu? Untuk Hazal yang cenderung keras kepala, manja dan mau enaknya sendiri, serta pemberontak, bisakah dia menjadi model anak yang didisiplinkan dengan kata-kata harus dan harus?? Jika Gulseren akhirnya memilih untuk terlebih dahulu menghentikan terapi dan cenderung menuruti kemauan sang putri, bukan berarti itu artinya memanjakan. Pikir Gulseren, sembari waktu berjalan dia akan pelan-pelan memberi pengertian kepada Hazal tentang pentingnya terapi itu kesembuhan kakinya. Ech lha koq pikiran Dilara malah bersangka itu disengaja oleh Gulseren agar bisa berlama-lama tinggal di rumah megah itu... Lagi-lagi, meski Gulseren sempat meneriaki Dilara dengan tegas, bahwa lebih penting harga dirinya daripada sekadar tinggal di rumah megah,  balik lagi Gulseren menyadari posisinya di rumah itu. Dia yang hanya seperti kutu busuk, tapi anak-anaknya di situ tidak menginginkan dia pergi.


Memang serba salah dan akan semakin menjadi bahan untuk disudutkan oleh Dilara secara lebih menyakitkan lagi, karena ketika Cihan semakin bersikeras memertahankan dia di rumahnya, berdiri di pihaknya, justru di sisi lain itu akan membuat Gulseren sendiri semakin sakit hati, alih-alih merasa terbantu. Berasa percuma pengorbanan yang ia lakukan, sementara yang dihadapi sepeti tidak mau sedikit pun mengerti dan memahami posisinya. Kl orang Jawa bilang, “ngono yo ngono, tapi ojo ngono-ngono”, yang kurang lebih berarti jangan keterlaluanlah.. Kl dalam konteks Gulseren sekarang, dia pasrahlah Dilara mau berpikir jelek apapun tentang dia, tapi ya jangan terus dirinya diinjak-injak sedemikian rupa, sebelum Dilara benar-benar memahami sekaligus menyadari konflik dan permasalahan yang sedang dihadapi. Karena selama ini Dilara memang hanya membuat persepsinya sendiri. Oh, andai hidup yang kita jalani sehari-hari ini begitu jelas dan gamblang masalahnya seperti ketika melihat drama Cansu & Hazal... Bahkan mungkin ibu-ibu bergunjing di tukang sayur perempatan jalan tidak akan selalu memandang jahat perempuan kedua... Perempuan yang datang belakangan yang identik dengan kata-kata merebut, mengganggu, dan merusak, hehhe.. Lagian siapa mau jadi yang kedua... Bagi saya, selama masih ada Tuhan di hati, InsyaAlloh stigma buruk apapun yang melekat di masyarakat, akan dengan mulus dijalani. Stigma tinggal stigma, tapi tugas Andalah, jika memang terpaksa dikondisikan jadi yang kedua, jadilah kedua amanah dan bisa dibanggakan. Setidak-tidaknya, hancurkan stigma buruk ‘perempuan kedua’ itu untuk Anda sendiri. 


Masalah keluarga Gurpinar vs Gulseren belum juga kelar, tapi kini muncul Harun yang siap menambah beban untuk Cihan Gurpinar. Bahkan Chandan yang kemudian diungkap oleh Harun sebagai otak peledakan bom di garasi rumah Cihan, ada apa dengan perempuan ini hingga sampai sebegitu brutalnya ingin meghancurkan reputasi Cihan Gurpinar? Rupanya mata yang selalu menggilai Harun itu sampai tergerak untuk melakukan hal-hal kotor demi untuk menyenangkan laki-laki yang sedang digilai. Tapi apa lacur yang didapat, Harun ternyata malah menebar ancaman serta ultimatum untuknya. Oya, nampaknya Harun ini setipe Cihan kl masalah wibawa dan ketegasan... Lihatlah gaya marah Cihan kepada Ozan dan juga Harun kepada Chandan? Hhmmm... Mirip kan?? Ya beda-beda tipislah.. Tenang, tegas, tepat sasaran, tanpa ampun. Bakalan jadi lawan yang seimbang ini nantinya bagi Cihan. Tapi berharapnya mereka jadi rekanan yang saling menguatkan saja deh, hehhe..


Untuk Oskan Gulpinar yang sudah diusir Chandan, selamat datang kembali di Keriman’s house, wkwkwkwkwkwkkk... Senang eeeuuyy melihat Nuray yang selalu tidak mau kalah licik dari Keriman. Biar Keriman juga tidak akan semakin merajalela sendirian, wkwkwkwkkk... Berharap Oskan juga menjadi seseorang yang lebih baik setelah bertambah anak lagi dari Nuray... Kiranya ungkapan penuh emosimu semalam kepada Nuray, hanya sebatas emosi ya, Oskan. Katamu, “Kenapa kau harus datang kepadaku, Nuray...?” Lha kamu pikir setelah perut Nuray membesar dia akan diam saja begitu dan membiarkanmu mencari perempuan lain untuk kau hamili atau bahkan mengejar-mengejar Gulseren lagi?? Bersabarlah, Oskan... Setidak-tidaknya di mata Nuray dan anakmu kau masih sangat dianggap berharga. Key, ukey... Salam hangat.
09.04.00 Unknown
#AniesWidiyarti_BelahanJiwaVersusKeseluruhanJiwa_CnH2_5  Ada sebuah makna yang tersirat dari pernyataan Cihan yang mengaku salah ketika Dilara menuduh suaminya tersebut berlaku tidak adil dan tidak memikirkan perasaannya  ketika Cihan memutuskan Gulseren harus tinggal di rumah mereka dengan alasan untuk merawat Hazal. Cihan mengaku bahwa ia memang salah karena tidak memikirkan perasaan Dilara. Saat itu juga Cihan mengatakan bahwa semua yang ia lakukan hanya demi/untuk Hazal. Untuk Hazal!!! Untuk Hazal, anak kandung dari Cihan dan Dilara Gurpinar. Anak yang bukan lagi seperti kekasih, pendamping, suami atau istri, yang merupakan belahan jiwa. Anak adalah  gabungan bersatunya belahan jiwa tersebut, hingga akhirnya definisinya bukan lagi hanya “BELAHAN”, tapi sudah merupakan bentuk penyatuan, “KESELURUHAN” jiwa. Hhhuufffttt... Berkaca dari apa yang dikatakan oleh Cihan kemarin sebenarnya tidak ada yang salah dari yang dilakukannya. Orang tua seringkali harus hidup dan berjuang sampai jungkir-balik, berkorban dan mengorbankan tenaga dan perasaan, semua dilakukan demi anak, agar anaknya dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, lebih sukses daripada orang tuanya. Bahkan untuk anak seringkali ego orang tua harus ditekan, demi untuk kebahagiaan yang ingin diraih bersama. Karena ya itu tadi, anak adalah keseluruhan jiwa dari orang tuanya. Kehadirannya, perwujudannya seolah-olah menyempurnakan cinta itu sendiri.


Menjadi masalah dan serba salah bagi Cihan dan Dilara karena demi untuk kesembuhan dan kebahagiaan Hazal, Cihan harus menghadirkan Gulseren di tengah-tengah pernikahannya dengan Dilara sudah tidak sehat lagi. Gulseren yang akhirnya diakui oleh Cihan di depan istrinya sebagai perempuan yang sangat ia cintai. Menjadi semakin banyak prasangka dan saling menyakiti di sana-sini karena belum semua pihak bisa saling mengerti dan bahkan mau berkorban demi alasan yang lain yang jauh lebih penting, yaitu anak. Kesampingkan dulu masalah Hazal yang menyebalkan dan manipulatif, bagaimana pun juga kondisi Hazal yang memprihatinkan tersebut, butuh untuk lebih dari sekedar menekan ego dan pengertian dari masing-masing pihak. Andaikata Dilara bisa menghandle Hazal sendirian dan andaikata Hazal yang ternyata lebih nyaman dirawat oleh Gulseren  bersedia untuk dirawat tidak di rumah Cihan dan Dilara, setidak-tidaknya itu tidak akan membuat Cihan di mata Dilara dipandang sebagai seorang suami atau laki-laki yang begitu tega kepada dirinya. Bahkan ketika suamimu menjawab pertanyaanmu dengan sejujur-jujurnya, rasanya jauh lebih menyakitkan kan, Ny Dilara... Suamimu yang bertahan di sampingmu selama 19 tahun, tanpa cinta, tanpa dia berusaha untuk melarikan diri atau mempermainkan pernikahan kalian dengan cara-cara yang dangkal menyakitkanmu (baca: selingkuh, ‘jajan’ kesana-kemari), sampai akhirnya dia bertemu dengan Gulseren, perempuan yang bisa mengisi kekosongannya selama ini. Duh, rasanya...


19 tahun menjalani pernikahan tanpa cinta, tapi ada anak yang setidak-tidaknya bisa menjadi harapan dan alat untuk bertahan. Jangan mencoba berdalih dengan mengatakan, kl tidak ada cinta, kenapa bisa sampai muncul anak?! Hhmmm... Sayangnya cinta tak selalu berbanding lurus dengan nafsu. Tak perlu lagi juga memanjangkan dalih, berarti Cihan itu laki-laki munafik... Hadddeh, berasa kl jadi orang di pihak dan memihak yang tersakiti, selalu ada saja celah untuk menghabisi sang lawan, alih-alih berusaha mengurai makna dari kehidupan, dari mana sebenarnya awalnya berpangkal, bagaimana sampai bisa terjadi, dimana letak kesalahannya, bagaimana untuk memperbaikinya, masihkah ada jalan untuk meluruskannya, bersediakah untuk bersama-sama mengatasinya, bla..bla..bla... Tak bermaksud untuk membela Cihan, menyalahkan Dilara, atau juga terlalu berempati dengan Gulseren, tapi ayolah... Jika masing-masing pihak memahami konflik dan posisinya, mengerti benar apa yang menjadi tujuan dan dilakukannya, dan akhirnya kemudian tumbuh kesadaran di masing-masing hati untuk saling berkorban dan menekan ego, niscaya kesalahpahaman itu akan selalu bisa diluruskan dan dikompromikan.


Saya juga masih serba samar dengan makna tangisan Dilara seusai Cihan membuat pengakuan jujur tentang cintanya kepada Gulseren... Adakah cinta dan kecemburuan di antara air mata Dilara semalam? Ataukah air mata itu masih setia untuk mewakili harga dirinya yang tidak rela Cihan ternyata mencintai perempuan yang jauh dari representasi seorang Dilara Gurpinar yang stylish, terhormat, dan elegan? Sejujurnya, melihat Dilara menangis sambil mengemudikan mobilnya sendirian semalam, saya juga sangat sedih. Dengan alasan apapun, siapa to istri yang mau melihat suaminya mengagumi dan mencintai perempuan selain dirinya? Tapi semua itu kembali lagi, 19 tahun bertahan, bolak-balik sang suami mengajukan permohonan cerai, pasti ada yang tidak beres dengan cinta dan pernikahan itu sendiri kan... Toh kesedihan yang saya rasakan untuk Dilara akhirnya kemudian jadi samar dan balik lagi jadi sedikit ilfeel, karena bagi saya Dilara itu memang keras kepala dan egois, persis seperti yang selalu dikeluhkan Cihan selama ini. Coba saja pikir, ketika Dilara mendapati Ozan sedang melihat ayahnya dan Gulseren sedang berdiri berduaan di dermaga teras belakang... Saya pikir tangisan Dilara sebelumnya bisa sedikit membantunya untuk mengendorkan urat syaraf dan ketegangan emosinya, tapi kenapa gilliran dia merespon Ozan yang tidak suka dan begitu emosi melihat ayahnya dan Gulseren sedang berdua, malah Dilara menanggapinya dengan kalimat yang jauh dari bijak dan lagi-lagi seperti mengompori Ozan untuk semakin memusuhi ayahnya. “...Ya mungkin ayahmu sedang buta, bla..bla..bla... Ya Tuhan, Dilara...  


Seorang perempuan sekaligus ibu, sekelas Dilara Gurpinar, yang katanya tidak mau dibanding-bandingkan dan kalah saing dari seorang perempuan yang hanya seperti Gulseren, tapi kl berhadapan di depan anak-anaknya, berasa perempuan ini jadi banyak ‘miss’nya. Mungkin sebagai sosialita, Dilara boleh jadi sudah mencapai tahap yang paripurna, tapi sebagai perempuan dan ibu, seperti masih banyak yang harus dipelajari... Bahkan ketika berdebat dengan Gulseren masalah Hazal yang membangkang tidak mau menjalani prosedur pemulihan kakinya, lagi-laagi Dilara hanya peduli dengan dirinya sendiri, aku dan aku... Bagi Dilara, Gulseren yang terlalu menuruti kemauan Hazal itu tidak baik harusnya untuk Hazal yang tidak mau menjalani terapi, menurut Dilara, Hazal harus dipaksa.


OK, baik Gulseren dan Dilara menuut saya semua ada benarnya dan masing-masing punya argumen yang kuat untuk mendasari. Tapi, ada sedikit yang ‘miss’ untuk dimengerti dari Dilara, yaitu tentang Hazal itu sendiri. Tipe seperti apa anakmu itu, Dilara? Bisakah dia menjadi tiba-tiba mendengarkanmu yang mencoba mendisiplikannya dengan metodemu? Untuk Hazal yang cenderung keras kepala, manja dan mau enaknya sendiri, serta pemberontak, bisakah dia menjadi model anak yang didisiplinkan dengan kata-kata harus dan harus?? Jika Gulseren akhirnya memilih untuk terlebih dahulu menghentikan terapi dan cenderung menuruti kemauan sang putri, bukan berarti itu artinya memanjakan. Pikir Gulseren, sembari waktu berjalan dia akan pelan-pelan memberi pengertian kepada Hazal tentang pentingnya terapi itu kesembuhan kakinya. Ech lha koq pikiran Dilara malah bersangka itu disengaja oleh Gulseren agar bisa berlama-lama tinggal di rumah megah itu... Lagi-lagi, meski Gulseren sempat meneriaki Dilara dengan tegas, bahwa lebih penting harga dirinya daripada sekadar tinggal di rumah megah,  balik lagi Gulseren menyadari posisinya di rumah itu. Dia yang hanya seperti kutu busuk, tapi anak-anaknya di situ tidak menginginkan dia pergi.


Memang serba salah dan akan semakin menjadi bahan untuk disudutkan oleh Dilara secara lebih menyakitkan lagi, karena ketika Cihan semakin bersikeras memertahankan dia di rumahnya, berdiri di pihaknya, justru di sisi lain itu akan membuat Gulseren sendiri semakin sakit hati, alih-alih merasa terbantu. Berasa percuma pengorbanan yang ia lakukan, sementara yang dihadapi sepeti tidak mau sedikit pun mengerti dan memahami posisinya. Kl orang Jawa bilang, “ngono yo ngono, tapi ojo ngono-ngono”, yang kurang lebih berarti jangan keterlaluanlah.. Kl dalam konteks Gulseren sekarang, dia pasrahlah Dilara mau berpikir jelek apapun tentang dia, tapi ya jangan terus dirinya diinjak-injak sedemikian rupa, sebelum Dilara benar-benar memahami sekaligus menyadari konflik dan permasalahan yang sedang dihadapi. Karena selama ini Dilara memang hanya membuat persepsinya sendiri. Oh, andai hidup yang kita jalani sehari-hari ini begitu jelas dan gamblang masalahnya seperti ketika melihat drama Cansu & Hazal... Bahkan mungkin ibu-ibu bergunjing di tukang sayur perempatan jalan tidak akan selalu memandang jahat perempuan kedua... Perempuan yang datang belakangan yang identik dengan kata-kata merebut, mengganggu, dan merusak, hehhe.. Lagian siapa mau jadi yang kedua... Bagi saya, selama masih ada Tuhan di hati, InsyaAlloh stigma buruk apapun yang melekat di masyarakat, akan dengan mulus dijalani. Stigma tinggal stigma, tapi tugas Andalah, jika memang terpaksa dikondisikan jadi yang kedua, jadilah kedua amanah dan bisa dibanggakan. Setidak-tidaknya, hancurkan stigma buruk ‘perempuan kedua’ itu untuk Anda sendiri. 


Masalah keluarga Gurpinar vs Gulseren belum juga kelar, tapi kini muncul Harun yang siap menambah beban untuk Cihan Gurpinar. Bahkan Chandan yang kemudian diungkap oleh Harun sebagai otak peledakan bom di garasi rumah Cihan, ada apa dengan perempuan ini hingga sampai sebegitu brutalnya ingin meghancurkan reputasi Cihan Gurpinar? Rupanya mata yang selalu menggilai Harun itu sampai tergerak untuk melakukan hal-hal kotor demi untuk menyenangkan laki-laki yang sedang digilai. Tapi apa lacur yang didapat, Harun ternyata malah menebar ancaman serta ultimatum untuknya. Oya, nampaknya Harun ini setipe Cihan kl masalah wibawa dan ketegasan... Lihatlah gaya marah Cihan kepada Ozan dan juga Harun kepada Chandan? Hhmmm... Mirip kan?? Ya beda-beda tipislah.. Tenang, tegas, tepat sasaran, tanpa ampun. Bakalan jadi lawan yang seimbang ini nantinya bagi Cihan. Tapi berharapnya mereka jadi rekanan yang saling menguatkan saja deh, hehhe..


Untuk Oskan Gulpinar yang sudah diusir Chandan, selamat datang kembali di Keriman’s house, wkwkwkwkwkwkkk... Senang eeeuuyy melihat Nuray yang selalu tidak mau kalah licik dari Keriman. Biar Keriman juga tidak akan semakin merajalela sendirian, wkwkwkwkkk... Berharap Oskan juga menjadi seseorang yang lebih baik setelah bertambah anak lagi dari Nuray... Kiranya ungkapan penuh emosimu semalam kepada Nuray, hanya sebatas emosi ya, Oskan. Katamu, “Kenapa kau harus datang kepadaku, Nuray...?” Lha kamu pikir setelah perut Nuray membesar dia akan diam saja begitu dan membiarkanmu mencari perempuan lain untuk kau hamili atau bahkan mengejar-mengejar Gulseren lagi?? Bersabarlah, Oskan... Setidak-tidaknya di mata Nuray dan anakmu kau masih sangat dianggap berharga. Key, ukey... Salam hangat.

Jumat, 24 Juni 2016

#AniesWidiyarti_PembelaanDuaKutub_CnH2_4 Ada tiga momen di episode semalam yang menurut saya layak dikatakan sebagai momen terbaik. Tiga momen yang berujung pada satu benang merah utama, yaitu Gulseren. Momen pertama adalah ketika Cansu berdebat dengan Dilara di kamarnya, yang kedua adalah saat Ozan menuntut jawaban atas pertanyaannya kepada ayahnya ketika di kantor Cihan, dan momen yang ketiga adalah saat di mana Cansu berlari menuju ke kamarnya, kemudian setelahnya terlihat menangis-gemetaran, usai dia mencuri dengar keributan antara Gulseren dan Keriman di ruang tamu. Tiga momen, satu benang merah, dengan dua pembelaan yang berbeda. Satunya membela Gulseren dengan sepenuh hati, sedangkan satunya lagi terpaksa merubah netralitas menuju ke pembenaran subjektif yang terkesan dipaksakan.


Yupz, Cansu dengan keyakinan hatinya sendiri, dia akhirnya memilih secara terang-terangan untuk berkonfrontasi dengan Dilara karena tidak tahan mendengar ibu kandungnya disudutkan oleh ibu yang mengasuh dan membesarkannya sejak masih bayi. Dilara oh Dilara... Kenapa kau malah seperti lepas kendali melihat Cansu dengan begitu rupa membela Gulseren dan keberadaannya di rumahmu?!! Bahkan kau tega mengatakan anak yang kau asuh sejak kecil itu telah dicuci otaknya oleh Gulseren... Seluruh dunia juga tahu, seperti juga yang kau katakan kepada putrimu, betapa sakit berada di posisimu karena melihat suamimu mulai berpaling mencintai perempuan lain... Seluruh jagad juga sudah paham, bagaimana sebenarnya kebencianmu kepada Gulseren membuatmu sukar untuk berpikir secara sehat dan sedikit-sedikit menjadikan ibu kandung Cansu itu sebagai sasaran kesalahan... Ibarat kl orang sudah sebegitu bencinya kepada seseorang atau sesuatu, pasti di mata dan pikirannya seseorang atau sesuatu itu selalu akan terlihat jelek atau jahat. Tapi apakah bijak jika di depan Cansu kau nekad untuk menjelek-jelekkan Gulseren, alih-alih berusaha dengan sekuat tenaga untuk menahan diri, demi kebaikan bersama... Kasarnya, Cansu itu bukan Cihan yang berkaitan langsung dengan kebencian yang sekarang begitu perih kau rasakan. Cansu itu anak kandung Gulseren, yang keduanya baru saja saling ingin menikmati hari-hari indah sebagai seorang ibu dan anak yang sebenarnya, setelah selama 15 (lima belas) tahun terpisah.


Ataukah karena Cansu berani mengungkap kl Cihan mencintai Gulseren, karena itu Dilara semakin terlihat ‘kecil’ dan terabaikan di hadapan Cansu? Pastinya itu memang sangat menyakitkan, tapi setidak-tidaknya itu jadi seperti ‘serangan balik’ yang pas dari Cansu untuk segala opini buruk Dilara kepada ibu kandungnya. Bukankah selalu ada semacam rambu-rambu yang sudah berlaku, ketika di antara orang tua yang sedang berkonflik, jauhkan anak dari konflik yang sedang terjadi. Pun konflik itu berhubungan dengan masalah anak, tetap hukumnya haram jika sampai anak ikut-ikutan diserang. Andaikata memang harus dilibatkan, libatkan dengan cara-cara yang baik, pelan-pelan. Dalam kasus Cansu dan Dilara, alih-alih Dilara bersikap tanpa tedeng aling-aling membenci Gulseren di depan tiga anaknya, sebaiknya lebih baik dia merangkul anak-anaknya agar dia bisa menjadi semakin kuat menghadapi konflik yang sedang terjadi. Merangkul dengan cara-cara yang fair tentunya, bukan seperti halnya merangkul dengan hasutan dan opini dari salah satu pihak yang selalu menyudutkan. Tapi karena sekarang ceritanya sudah terlanjur, anak-anak pun seperti sudah terpecah-pecah dan menjadi seperti saling berlawanan arah, ya baiklah bersiaplah dengan segala perlawanannya kemudian.


Masih bisakah diperbaiki? Tentu saja masih bisa selama hati mau untuk saling introspeksi, berkorban, dan menyesuaikan satu sama lain. Bahkan Gulseren untuk akhirnya mau untuk tetap bertahan di rumah Cihan dan Dilara, merawat Hazal, sementara dia rumah itu diperlakukan seperti halnya kuman penyakit, itu sudah merupakan salah satu bentuk pengorbanan. Tapi karena di mata Dilara dan masyarakat Gulseren itu sudah masuk stigma sebagai perempuan idaman lain, mau Gulseren bersumpah sampai berdarah-darah, bahwa dia di situ semata-mata hanya demi kepentingan anak, memang guweh pikirin, wkwkwkwkwkkk..wwweew... Tapi tidak bagi Cansu... Bila kemarin Ozan dengan cepat merubah netralitasnya karena ingin memihak dan melindungi ibunya, semalam giliran Cansu yang berkeras berdebat dengan Dilara, membela Gulseren sesuai dengan kata hatinya. Ech, malah Dilara bilangnya Cansu dihasut dan dicuci otaknya oleh Gulseren... Memangnya dia tak melakukan hal yang sama apa dengan Ozan?? Bedanya, ketika Gulseren menghadapi Cansu, di saat menanyakan dan menilai tentang hubungan ibu kandungnya dan Cihan, Gulseren memilih untuk meredamnya, demi menjaga perasaan anak-anak. Bukan malah seperti dikompori. Justru dengan sikap orang tua yang cenderung menahan diri, bersabar, anak-anak akan bisa melihat dan menilai dengan sendirinya tentang apa yang tengah terjadi dan dukungan seperti apa yang mereka ingin lakukan kepada orang tua. Mereka juga akan secara wajar menumbuhkan keyakinan yang ada di hatinya. Pendek cakap, hati nurani pasti tidak akan membohongi si empunya. Makanya ketika Cansu mendengar Keriman datang mencaci-maki ibunya, menuduh Gulseren dengan semena-mena sebagai perempuan perebut suami orang dan pemburu harta, meski hatinya bergejolak, mulai merasa ragu dengan keyakinan yang ia yakini tentang ibu kandungnya, tapi pada akhirnya dia tetap bisa mengontrol dan mengendalikan pikirannya sendiri. Berusaha kembali memupuk keyakinan, bahwa semua yang ia dengar tadi itu hanya kebohongan, omongan dari orang-orang yang tidak pernah respek dengan Gulseren. Ke depannya kepercayaan dan keyakinan itu akan terkesan naik-turun, wajar... Toh Cansu masih berumur 15 tahun... Masa-masa menuju remaja dan dewasa yang selalu diwarnai gejolak dan kelabilan, hehhe..


Lain halnya dengan Ozan. Percaya atau tidak percaya, dengan atau tanpa Dilara menjelek-jelekkan Gulseren di hadapan Ozan, sebenarnya anak laki-laki itu pasti akan tetap berada di pihak ibunya, seperti halnya Cansu kepada Gulseren. Oleh karena itu, saya tidak akan menyalahkan Ozan untuk sikonnya sekarang yang ingin membela Dilara. Yang akan saya salahkan adalah lagi-lagi Dilara dan ketidakdewasaannya. Alih-alih Gulseren yang bisa meredam Cansu, Dilara malah seperti kampanye di depan putranya itu bahwa dia sekarang sedang sangat menderita dan yang menjadi penyebabnya adalah Gulseren. Duuuuaarrrr!!! Maka akhirnya di depan ayahnya, Ozan jadi seperti luntur rasa hormat. Bahkan di hadapan Cihan anak itu terkesan membentak-bentak hanya untuk sebuah pertanyaan yang katanya sebenarnya dia sudah tahu jawabannya. Coba kl saya yang jadi Cihan, bakal saya jawab saja, “Kl sudah tahu, kenapa harus bertanya?!!, hehhe.. Terbukti, kampanye Dilara hanya membuat Ozan semakin limbung dan emosional. Beruntung Cihan juga memilih untuk bertindak meredam kemarahan Ozan. Takkan pernah ada gunanya berbicara dengan orang yang sedang emosional.


Simpel sebenarnya tindakan pilihan ‘meredam kemarahan’, tapi setidak-tidaknya itulah salah satu cara untuk menjaga perasaan, mencegah untuk kesakitan yang lebih parah lagi. Andaikata sudah diredam, toh bakalannya yang benar dan yang salah akan terurai dengan jelas. Bukan hanya untuk kepentingan mencari dukungan atau pembenaran sendiri-sendiri, toh masih ada Yang Kuasa yang akan terus memberikan petunjuk serta tuntunanNYA ketika kau bahkan sendirian tanpa ada siapa-siapa pun di sampingmu, asalkan kau yakin melangkah dengan benar. Melawan stigma seperti halnya yang sedang terjadi dengan Gulseren, tidak akan pernah mudah. Stigma janda berikut perempuan kedua yang merebut dan merusak rumah tangga perempuan lain. Suka atau tidak suka, kau harus siap dengan label seperti itu, Gulseren. Tinggal dirimu sendiri yang akan memutuskan, kl nuranimu mengatakan yang kau lakukan tidak berlawanan dengan ketentuan Tuhan, go for it!!! Hidup terlalu sia-sia kl hanya untuk mengurusi stigma buruk masyarakat atau khalayak. Belajar ndhableg saja seperti Keriman, wkwkwkwkwkk...


Ech iya, ngomong-ngomong soal Keriman... Busyettttt... Jadi makin yakin sekarang, kl ‘penyakit drama queen Hazal’ itu tertularnya dari siapa, hahahaaa... Boleh jadi, dulu Gulseren yang waktunya tersita untuk bekerja keras, mencari uang menjadi lebih sedikit kesempatannya untuk bercengkerama bersama Hazal. Akibatnya pengasuhan lebih banyak dilakukan oleh Keriman, hahha... Dan bisa ditebak kemudian bagaimana ceritanya... Penyakit tak tahan miskin, mata duitannya Hazal juga menurunnya dari siapa kl tidak dari Keriman, wkwkwkwkkk.. Doh, bahkan pegawai bank saja kalah cepat berhitung dengan Keriman kl urusannya sudah nilai tukar euro dan lira... Tapi ya itu, yang namanya penyakit tetap itu tidak baik untuk ‘penderitanya’. Hazal yang pada dasarnya berwatak culas dan licik, berasa semakin mengembangkan kemampuan drama queennya untuk mengelabuhi banyak orang. Prihatin sekaligus jengkel setinggi langit dengan ulah putri Cihan yang satu ini... Bahkan karena ulah  tipu-tipunya dia berhasil membuat Gulseren dan Dilara semakin terjebak dalam perselisihan yang pelik. Tapi ada satu hal yang saya garis bawahi ketika Dilara dan Gulseren semalam berselisih tentang Hazal yang dibiarkan sendiri menjalani terapi di rumah sakit (padahal memang itu kemauan anaknya sendiri), yaitu masalah ketidakpercayaan Gulseren kepada Dilara. Sebaiknya memang Gulseren di antara hatinya yang remuk-redam karena intimidasi Dilara, dia juga harus belajar memercayai Dilara dalam hal mengasuh Hazal. Toh Hazal anak kandung Dilara, berikan waktu dan kesempatan untuk Dilara berdekatan dengan Hazal, melalui cara-caranya. Tak usah ketakutan Hazal akan jadi bagaimana-bagaimana ketika bersama Dilara, hehhe... Tentang Dilara yang tidak bisa meredam emosi di hadapan anak-anak, kembali lagi, Ny Gulseren... Itu bagian dari ujianmu. Lagian, siapa to yang tidak paham dengan Hazal... Dihasut atau tidak dihasut oleh Dilara, dasar wataknya sudah licik begitu, wwweew..


Toh dalam kasus semalam, sebenarnya Gulseren dan Dilara sedang masuk dalam  jebakan Hazal. Yassalam... Anak ini to...Demi bisa seperti Cansu yang selalu jadi kebanggaan dan kesayangan keluarga, Hazal mampu memanfaatkan segala cara. Dan tetap, pada akhirnya ketika kebohongannya hampir terbongkar dan merasa terjepit, Gulseren juga yang dihubungi oleh Hazal, demi untuk mendapatkan kenyamanan atau juga dukungan. Hanya Gulseren tidak tahu saja  kl putrinya yang satu itu sedang membuat konfliknya sendiri. Hhhuufftt


Yang terakhir, saya ucapkan selamat datang untuk Harun. Harun yang masih serba samar dan misterius. Harun yang terlihat sangat mengincar dan penuh dendam kepada Cihan Gurpinar. Harun yang sepertinya digilai oleh Chandan. Hahha.. Chandan yang selalu terlihat anggun, penuh kuasa, dan percaya diri, matamu itu lhooo kl sudah di hadapan Harun dan memandanginya... Terlihat eeuuyyy mata yang memuja sekaligus mengemis kekaguman kepada Harun. Tapi sepertinya Harun ini tipe laki-laki yang sangat berpengalaman dengan perempuan ya... Jadi bersiap-siaplah, Chandan... Seperti juga Cihan yang juga harus bersiap-siap dan waspada dengan serangan dari Harun. Yuk ahh... Salam hangat.    



06.38.00 Unknown
#AniesWidiyarti_PembelaanDuaKutub_CnH2_4 Ada tiga momen di episode semalam yang menurut saya layak dikatakan sebagai momen terbaik. Tiga momen yang berujung pada satu benang merah utama, yaitu Gulseren. Momen pertama adalah ketika Cansu berdebat dengan Dilara di kamarnya, yang kedua adalah saat Ozan menuntut jawaban atas pertanyaannya kepada ayahnya ketika di kantor Cihan, dan momen yang ketiga adalah saat di mana Cansu berlari menuju ke kamarnya, kemudian setelahnya terlihat menangis-gemetaran, usai dia mencuri dengar keributan antara Gulseren dan Keriman di ruang tamu. Tiga momen, satu benang merah, dengan dua pembelaan yang berbeda. Satunya membela Gulseren dengan sepenuh hati, sedangkan satunya lagi terpaksa merubah netralitas menuju ke pembenaran subjektif yang terkesan dipaksakan.


Yupz, Cansu dengan keyakinan hatinya sendiri, dia akhirnya memilih secara terang-terangan untuk berkonfrontasi dengan Dilara karena tidak tahan mendengar ibu kandungnya disudutkan oleh ibu yang mengasuh dan membesarkannya sejak masih bayi. Dilara oh Dilara... Kenapa kau malah seperti lepas kendali melihat Cansu dengan begitu rupa membela Gulseren dan keberadaannya di rumahmu?!! Bahkan kau tega mengatakan anak yang kau asuh sejak kecil itu telah dicuci otaknya oleh Gulseren... Seluruh dunia juga tahu, seperti juga yang kau katakan kepada putrimu, betapa sakit berada di posisimu karena melihat suamimu mulai berpaling mencintai perempuan lain... Seluruh jagad juga sudah paham, bagaimana sebenarnya kebencianmu kepada Gulseren membuatmu sukar untuk berpikir secara sehat dan sedikit-sedikit menjadikan ibu kandung Cansu itu sebagai sasaran kesalahan... Ibarat kl orang sudah sebegitu bencinya kepada seseorang atau sesuatu, pasti di mata dan pikirannya seseorang atau sesuatu itu selalu akan terlihat jelek atau jahat. Tapi apakah bijak jika di depan Cansu kau nekad untuk menjelek-jelekkan Gulseren, alih-alih berusaha dengan sekuat tenaga untuk menahan diri, demi kebaikan bersama... Kasarnya, Cansu itu bukan Cihan yang berkaitan langsung dengan kebencian yang sekarang begitu perih kau rasakan. Cansu itu anak kandung Gulseren, yang keduanya baru saja saling ingin menikmati hari-hari indah sebagai seorang ibu dan anak yang sebenarnya, setelah selama 15 (lima belas) tahun terpisah.


Ataukah karena Cansu berani mengungkap kl Cihan mencintai Gulseren, karena itu Dilara semakin terlihat ‘kecil’ dan terabaikan di hadapan Cansu? Pastinya itu memang sangat menyakitkan, tapi setidak-tidaknya itu jadi seperti ‘serangan balik’ yang pas dari Cansu untuk segala opini buruk Dilara kepada ibu kandungnya. Bukankah selalu ada semacam rambu-rambu yang sudah berlaku, ketika di antara orang tua yang sedang berkonflik, jauhkan anak dari konflik yang sedang terjadi. Pun konflik itu berhubungan dengan masalah anak, tetap hukumnya haram jika sampai anak ikut-ikutan diserang. Andaikata memang harus dilibatkan, libatkan dengan cara-cara yang baik, pelan-pelan. Dalam kasus Cansu dan Dilara, alih-alih Dilara bersikap tanpa tedeng aling-aling membenci Gulseren di depan tiga anaknya, sebaiknya lebih baik dia merangkul anak-anaknya agar dia bisa menjadi semakin kuat menghadapi konflik yang sedang terjadi. Merangkul dengan cara-cara yang fair tentunya, bukan seperti halnya merangkul dengan hasutan dan opini dari salah satu pihak yang selalu menyudutkan. Tapi karena sekarang ceritanya sudah terlanjur, anak-anak pun seperti sudah terpecah-pecah dan menjadi seperti saling berlawanan arah, ya baiklah bersiaplah dengan segala perlawanannya kemudian.


Masih bisakah diperbaiki? Tentu saja masih bisa selama hati mau untuk saling introspeksi, berkorban, dan menyesuaikan satu sama lain. Bahkan Gulseren untuk akhirnya mau untuk tetap bertahan di rumah Cihan dan Dilara, merawat Hazal, sementara dia rumah itu diperlakukan seperti halnya kuman penyakit, itu sudah merupakan salah satu bentuk pengorbanan. Tapi karena di mata Dilara dan masyarakat Gulseren itu sudah masuk stigma sebagai perempuan idaman lain, mau Gulseren bersumpah sampai berdarah-darah, bahwa dia di situ semata-mata hanya demi kepentingan anak, memang guweh pikirin, wkwkwkwkwkkk..wwweew... Tapi tidak bagi Cansu... Bila kemarin Ozan dengan cepat merubah netralitasnya karena ingin memihak dan melindungi ibunya, semalam giliran Cansu yang berkeras berdebat dengan Dilara, membela Gulseren sesuai dengan kata hatinya. Ech, malah Dilara bilangnya Cansu dihasut dan dicuci otaknya oleh Gulseren... Memangnya dia tak melakukan hal yang sama apa dengan Ozan?? Bedanya, ketika Gulseren menghadapi Cansu, di saat menanyakan dan menilai tentang hubungan ibu kandungnya dan Cihan, Gulseren memilih untuk meredamnya, demi menjaga perasaan anak-anak. Bukan malah seperti dikompori. Justru dengan sikap orang tua yang cenderung menahan diri, bersabar, anak-anak akan bisa melihat dan menilai dengan sendirinya tentang apa yang tengah terjadi dan dukungan seperti apa yang mereka ingin lakukan kepada orang tua. Mereka juga akan secara wajar menumbuhkan keyakinan yang ada di hatinya. Pendek cakap, hati nurani pasti tidak akan membohongi si empunya. Makanya ketika Cansu mendengar Keriman datang mencaci-maki ibunya, menuduh Gulseren dengan semena-mena sebagai perempuan perebut suami orang dan pemburu harta, meski hatinya bergejolak, mulai merasa ragu dengan keyakinan yang ia yakini tentang ibu kandungnya, tapi pada akhirnya dia tetap bisa mengontrol dan mengendalikan pikirannya sendiri. Berusaha kembali memupuk keyakinan, bahwa semua yang ia dengar tadi itu hanya kebohongan, omongan dari orang-orang yang tidak pernah respek dengan Gulseren. Ke depannya kepercayaan dan keyakinan itu akan terkesan naik-turun, wajar... Toh Cansu masih berumur 15 tahun... Masa-masa menuju remaja dan dewasa yang selalu diwarnai gejolak dan kelabilan, hehhe..


Lain halnya dengan Ozan. Percaya atau tidak percaya, dengan atau tanpa Dilara menjelek-jelekkan Gulseren di hadapan Ozan, sebenarnya anak laki-laki itu pasti akan tetap berada di pihak ibunya, seperti halnya Cansu kepada Gulseren. Oleh karena itu, saya tidak akan menyalahkan Ozan untuk sikonnya sekarang yang ingin membela Dilara. Yang akan saya salahkan adalah lagi-lagi Dilara dan ketidakdewasaannya. Alih-alih Gulseren yang bisa meredam Cansu, Dilara malah seperti kampanye di depan putranya itu bahwa dia sekarang sedang sangat menderita dan yang menjadi penyebabnya adalah Gulseren. Duuuuaarrrr!!! Maka akhirnya di depan ayahnya, Ozan jadi seperti luntur rasa hormat. Bahkan di hadapan Cihan anak itu terkesan membentak-bentak hanya untuk sebuah pertanyaan yang katanya sebenarnya dia sudah tahu jawabannya. Coba kl saya yang jadi Cihan, bakal saya jawab saja, “Kl sudah tahu, kenapa harus bertanya?!!, hehhe.. Terbukti, kampanye Dilara hanya membuat Ozan semakin limbung dan emosional. Beruntung Cihan juga memilih untuk bertindak meredam kemarahan Ozan. Takkan pernah ada gunanya berbicara dengan orang yang sedang emosional.


Simpel sebenarnya tindakan pilihan ‘meredam kemarahan’, tapi setidak-tidaknya itulah salah satu cara untuk menjaga perasaan, mencegah untuk kesakitan yang lebih parah lagi. Andaikata sudah diredam, toh bakalannya yang benar dan yang salah akan terurai dengan jelas. Bukan hanya untuk kepentingan mencari dukungan atau pembenaran sendiri-sendiri, toh masih ada Yang Kuasa yang akan terus memberikan petunjuk serta tuntunanNYA ketika kau bahkan sendirian tanpa ada siapa-siapa pun di sampingmu, asalkan kau yakin melangkah dengan benar. Melawan stigma seperti halnya yang sedang terjadi dengan Gulseren, tidak akan pernah mudah. Stigma janda berikut perempuan kedua yang merebut dan merusak rumah tangga perempuan lain. Suka atau tidak suka, kau harus siap dengan label seperti itu, Gulseren. Tinggal dirimu sendiri yang akan memutuskan, kl nuranimu mengatakan yang kau lakukan tidak berlawanan dengan ketentuan Tuhan, go for it!!! Hidup terlalu sia-sia kl hanya untuk mengurusi stigma buruk masyarakat atau khalayak. Belajar ndhableg saja seperti Keriman, wkwkwkwkwkk...


Ech iya, ngomong-ngomong soal Keriman... Busyettttt... Jadi makin yakin sekarang, kl ‘penyakit drama queen Hazal’ itu tertularnya dari siapa, hahahaaa... Boleh jadi, dulu Gulseren yang waktunya tersita untuk bekerja keras, mencari uang menjadi lebih sedikit kesempatannya untuk bercengkerama bersama Hazal. Akibatnya pengasuhan lebih banyak dilakukan oleh Keriman, hahha... Dan bisa ditebak kemudian bagaimana ceritanya... Penyakit tak tahan miskin, mata duitannya Hazal juga menurunnya dari siapa kl tidak dari Keriman, wkwkwkwkkk.. Doh, bahkan pegawai bank saja kalah cepat berhitung dengan Keriman kl urusannya sudah nilai tukar euro dan lira... Tapi ya itu, yang namanya penyakit tetap itu tidak baik untuk ‘penderitanya’. Hazal yang pada dasarnya berwatak culas dan licik, berasa semakin mengembangkan kemampuan drama queennya untuk mengelabuhi banyak orang. Prihatin sekaligus jengkel setinggi langit dengan ulah putri Cihan yang satu ini... Bahkan karena ulah  tipu-tipunya dia berhasil membuat Gulseren dan Dilara semakin terjebak dalam perselisihan yang pelik. Tapi ada satu hal yang saya garis bawahi ketika Dilara dan Gulseren semalam berselisih tentang Hazal yang dibiarkan sendiri menjalani terapi di rumah sakit (padahal memang itu kemauan anaknya sendiri), yaitu masalah ketidakpercayaan Gulseren kepada Dilara. Sebaiknya memang Gulseren di antara hatinya yang remuk-redam karena intimidasi Dilara, dia juga harus belajar memercayai Dilara dalam hal mengasuh Hazal. Toh Hazal anak kandung Dilara, berikan waktu dan kesempatan untuk Dilara berdekatan dengan Hazal, melalui cara-caranya. Tak usah ketakutan Hazal akan jadi bagaimana-bagaimana ketika bersama Dilara, hehhe... Tentang Dilara yang tidak bisa meredam emosi di hadapan anak-anak, kembali lagi, Ny Gulseren... Itu bagian dari ujianmu. Lagian, siapa to yang tidak paham dengan Hazal... Dihasut atau tidak dihasut oleh Dilara, dasar wataknya sudah licik begitu, wwweew..


Toh dalam kasus semalam, sebenarnya Gulseren dan Dilara sedang masuk dalam  jebakan Hazal. Yassalam... Anak ini to...Demi bisa seperti Cansu yang selalu jadi kebanggaan dan kesayangan keluarga, Hazal mampu memanfaatkan segala cara. Dan tetap, pada akhirnya ketika kebohongannya hampir terbongkar dan merasa terjepit, Gulseren juga yang dihubungi oleh Hazal, demi untuk mendapatkan kenyamanan atau juga dukungan. Hanya Gulseren tidak tahu saja  kl putrinya yang satu itu sedang membuat konfliknya sendiri. Hhhuufftt


Yang terakhir, saya ucapkan selamat datang untuk Harun. Harun yang masih serba samar dan misterius. Harun yang terlihat sangat mengincar dan penuh dendam kepada Cihan Gurpinar. Harun yang sepertinya digilai oleh Chandan. Hahha.. Chandan yang selalu terlihat anggun, penuh kuasa, dan percaya diri, matamu itu lhooo kl sudah di hadapan Harun dan memandanginya... Terlihat eeuuyyy mata yang memuja sekaligus mengemis kekaguman kepada Harun. Tapi sepertinya Harun ini tipe laki-laki yang sangat berpengalaman dengan perempuan ya... Jadi bersiap-siaplah, Chandan... Seperti juga Cihan yang juga harus bersiap-siap dan waspada dengan serangan dari Harun. Yuk ahh... Salam hangat.    



Kamis, 23 Juni 2016

#sinopsis_cansuhazal2_eps4
#paramparca2_bolum32part3
#paramparca2_bolum33part1
Tayang: Kamis, 23 Juni 2016
Oleh: Anies Widiyarti. Bersama: Debby Arin Anggraini, Anisa Puji Rahayu, dan Intan Hapsari.


*Chandan menjemput Harun di bandara. Di scene ini, jangan lewatkan untuk mendengar musik ilustrasinya yang keren banget. Seolah-olah musik ilustrasinya  turut mendukung suasana yang dimaksudkan..misterius dan mendebarkan, hehhe...
Harun dan Chandan akhirnya bertemu dan saling menyapa. Setelahnya, mereka berdua meneruskan perjalanan dengan mengendarai Range Rover hitam mengkilat.

*Pagi di kediaman Gurpinar, Emine menyapa Gulseren dan Hazal di kamar.

*Si muka tembok yang rakus makan, Keriman sedang menunggui Oskan di samping tempat tidur sambil mulut yang tak berhenti untuk mengunyah bermacam-macam makanan yang ada di hadapannya. Tak lama kemudian, Nuray datang menyusul ke kamar membawa serta bayinya. Ketika perawat datang untuk menyampaikan sesuatu, Keriman, Nuray, dan Oskan tampak sedikit kebingungan, lalu berubah panik, dan akhirnya kaget kemudian, wkwkwkwkkk... Entah apa yang membuat mereka panik... Mungkin perawat menyinggung soal tagihan rumah sakit, hahha...

*Di ruang makan keluarga Gurpinar, Ozan dan Dilara sedang bersiap-siap untuk sarapan. Kembali ibu dan anak ini membicarakan tentang Gulseren.

*Ketika sang istri sedang bersiap untuk sarapan, Cihan justru masih di ruangan kerjanya, sedang serius bersama Yildirim membaca koran terbaru yang memuat berita tentang kejadian mencekam yang terjadi kemarin di rumahnya. Ozan sempat datang menyusul ke ruangan kerja ayahnya.

*Sesaat setelah melakukan pembicaraan dengan Yildirim, Cihan bergegas menuju ke ruang makan untuk sarapan. Yildirim menyempatkan untuk menyapa semua yang di ruang makan. Sempat ditawari Dilara untuk sekaliyan ikut sarapan, namun Yildirim menolaknya dan memilih untuk segera pamit undur diri.

*Di meja makan, Dilara sepertinya kembali menyulut perselisihan, hingga akhirnya Cansu memilih untuk meninggalkan meja makan, bahkan sebelum gadis itu menyantap sarapannya. Cihan pun ikut-ikutan kesal dengan sikon yang baru saja terjadi tadi. Lain halnya dengan Hazal... Gadis berparas culas tersebut justru seolah-olah menambah keruh suasana dengan umpatan-umpatannya. Hhhhhhhh...

*Cihan menelpon Ozan yang sedang santai sambil jogging di tepian Bosphorus.

*Dilara menghampiri Cansu di kamarnya untuk berusaha menenangkan sekaligus menetralkan suasana, selepas yang tidak menyenangkan tadi di meja makan. Tapi Cansu sudah terlanjur kecewa dengan sikap Dilara. Perdebatan kembali terjadi antara Cansu dan Dilara dan lagi-lagi Gulseren lah yang menjadi isu utamanya. Sampai akhirnya Cansu nekad untuk mengusir Dilara dari kamarnya.

*Keriman datang menemui Chandan di kantornya untuk membicarakan masalah Oskan. Chandan kemudian memberikan selembar kertas kepada Keriman. Apa itu isi lembaran kertasnya? Ntar tonton saja sendiri, hehhe..

*Dilara kembali bertemu dengan Gulseren yang sedang merapikan kamar Hazal. Kali ini Dilara rupanya lebih sibuk dengan pembicaraannya di telpon daripada memulai perdebatan lagi dengan Gulseren. Tapi teteup... Tatapan mata Dilara yang tajam kepada Gulseren, sudah mewakilkan segala kebencian yang ada, eeeyyyaaa...

*Justru yang sedang terlibat pertengkaran adalah Cansu dan Hazal. Hazal yang tiba-tiba muncul dengan kursi rodanya ketika Cansu sedang menelpon dan terdengar menyebutkan nama Hazal, langsung saja menyerang Cansu dengan kalimat-kalimat pedasnya. Gadis berambut pirang ini memang selalu ribet dengan prasangka-prasangka jelek berikut watak emosionalnya yang ngeselin.  Hhhaah... Pertengkaran itu akhirnya mereda ketika Dilara datang untuk melerai kedua putrinya. Seperti biasa, sang drama queen kembali menunjukkan kebolehannya... Akting..akting... Seolah-olah dia sudah berusaha manis di hadapan Cansu hingga akhirnya justru Cansu yang terlihat ‘setan’ di hadapan Dilara. Dengan sedikit isyarat dari Dilara, Cansu diminta untuk sedikit mengalah. Ya elllah... Pada akhirnya, Cansu memilih untuk meninggalkan Dilara dan Hazal berdua saja di ruang keluarga.

*Sambil terus berusaha menenangkan Hazal, Dilara melanjutkan pembicaraan dengan anak kandungnya tersebut. Dilara menanyakan keadaan Hazal, apakah dia baik-baik saja dan sekilas menyinggung tentang jadwal terapi kaki Hazal di rumah sakit. Nada-nadanya Hazal menghindar untuk ditemani terapi oleh siapa pun, termasuk juga oleh Gulseren. Hahha... Bakalan ada udang di balik kebab neh, wwweew..

*Dilara mengantar kepergian Hazal ke rumah sakit untuk terapi, sampai ke pelataran luar rumahnya. Yupz, Hazal pergi terapi hanya ditemani oleh Azmi. Sang drama queen sepertinya sedang menyusun permainan sandiwara baru lagi, hahha... Permainan ala-ala yang tipu-tipu gitu deh... Nah itu tadi buktinya, menolak ditemani oleh siapa pun ketika akan melakukan terapi. Semoga perkiraan saya salah sie, wkwkwkwkkk...

*Gulseren menanyakan keberadaan Hazal kepada Dilara. Dilara menanggapi Gulseren dengan dingin ketika perempuan saingannya tersebut terlihat memprotes tentang dirinya yang membiarkan Hazal pergi terapi ke rumah sakit sendirian. Hadddeh.. Padahal..padahal... Berasa antara Dilara dan Gulseren sedang terjebak permainan dari Hazal,, hhheeeiissttt...

*Harun di ruang kerjanya sedang serius mengamati sebuah foto lama yang memuat pose dirinya sedang berdiri di dekat Dilara, ada satu lagi perempuan yang entah itu siapa, dan juga Cihan ketika mereka muda dulu dan masih duduk di bangku kuliah. Hhmmm... Ada kisah apa sebenarnya antara Harun, Dilara, Cihan, dan juga perempuan satunya itu di masa lalu ya??...

*Ozan datang ke kantor Cihan dengan tergesa-gesa dan kelihatan begitu emosional. Berawal dengan ketus, selanjutnya pembicaraan antara ayah dan anak sulung tersebut bernuansa tensi tinggi. Ozan dengan nada bicara yang keras meminta Cihan untuk menjelaskan tentang sesuatu hal. Cihan berusaha untuk tetap tenang menghadapi Ozan. Pada akhirnya, Cihan justru meminta Ozan untuk lebih baik segera keluar dari ruangan kantornya. Nah kan... Inilah salah satu efek ‘racun’ dari Dilara kepada Ozan. Dan Cihan akan selalu ikut ketumpahan racunnya...

*Setelah menemui Chandan, rupanya Keriman melanjutkan ‘safari’ kunjungannya menuju ke kediaman Gurpinar. Sempat dihalangi untuk masuk oleh Bachtiar, namun dengan seizin Dilara, akhirnya Keriman bisa masuk dan bertamu di rumah megah itu. Keriman dengan cerocosannya yang bak petasan banting, sibuk mencari-cari Cansu. Dilara menanggapi Keriman dengan gaya yang setengah-setengan malas dan jengah, wkwkkwkkk... Keriman bermaksud ingin mengabarkan kepada Cansu, perihal Oskan yang sedang dirawat di rumah sakit. Tapi lagi-lagi... Dilara hanya menanggapinya sambil-lalu.

*Suara Keriman yang begitu berisik layaknya knalpot sepeda motor soak, terdengar oleh Gulseren. Gulseren langsung menemui Keriman dan melihatnya dengan perasaan yang tidak suka. Berbeda dengan respon Keriman kettika mendapati Gulseren ternyata ada di rumah Cihan dan Dilara, ‘otak dramanya’ langsung ‘on’ dengan sendirinya, lhaaah..hallah... Bergaya sok-sok perhatian dan antusias dengan Gulseren, Keriman justru akhirnya semakin memperoleh amarah serta umpatan dari Gulseren. Tak tahan terus dimarahi Gulseren, Keriman lama-lama juga kembali ke sifat aslinya. Dan Dilara pun seperti makin dibuat jengah melihat pertengkaran sengit antara Gulseren dan Keriman.

*Tanpa sadar, pertengkaran antara Gulseren dan Keriman gantian terdengar oleh Cansu. Cansu hanya bisa berdiri dan terdiam di ujung tangga sambil terus mencuri dengar keributan antara ibu dan bibinya tersebut. Untuk selanjutnya, Gulseren memilih segera menyudahi pertengkarannya dengan Keriman dan memilih pergi meninggalkan Keriman yang kini hanya tinggal berdua saja bersama Dilara. Dan Keriman... Dengan usaha pantang menyerahnya, dia terus`menarik perhatian Dilara atas apa yang diocehkannya. Kl dipikir-pikir, orang macam Keriman seperti ini memang yang harus menghadapi adalah tipe-tipe Dilara yang model-model angkuh begitu, wkwkwkwkkk..

*Gulseren mengemasi pakaiannya yang ada di almari kamar Hazal. Sepertinya Gulseren berniat .lagi untuk segera pergi dari rumah Cihan dan Dilara tersebut.

*Pasca tanpa sengaja mendengar keributan di ruang tamu tadi, Cansu langsung buru-buru masuk ke kamaranya dan menutup pintunya dengan setengah membanting. Dengan ekspresi penuh kemarahan dan gemetar, Cansu menangis sambil membuang segala apa yang ada di meja belajarnya. Gadis manis berambut panjang itu di tengah isak tangisnya, terus berbicara sendiri, mengungkapkan kekecewaan dan kemarahannya.

*Di rumah sakit, Hazal mulai menjalani terapi untuk pemulihan kakinya yang mengalami kelumpuhan. Sibuk dengan smartphone nya, Hazal bahkan tanpa ekspresi ketika menanggapi sapaan fisioterapis dan perawat. Berasa pengen toyor-toyor tuh muka ngeselinnya Hazal ketika melihatnya begitu angkuh menanggapi sapaan tenaga medis yang akan menanganinya tersebut. Dasar..dasarrr!!! Dan ini dia dramanya... Saat fisioterapis dan perawat memulai prosedur untuk pemulihan kakinya, Hazal mendadak menjadi panik dan ketakutan. Bukan..bukan... Bukan bentuk ekspresi ketakutan dengan kakinya yang akan diobati terus nanti reaksinya akan menimbulkan perih atau bagaimana begitu... Tapi ini lebih ke bentuk ketakutan akan ketahuan belang kebohongan. Hahahaaa... Lha memang sudah sembuh kan kakinya... Tak perlu juga alat-alat medis canggih untuk mengobati, karena ternyata hanya dengan pijatan tangan Gulseren, kaki Hazal sudah beranjak kembali normal. Namun atas nama tingkah drama queen nya, Hazal memanfaatkan kaki lumpuhnya sebagai alat untuk ‘caper’ kepada Cihan, Dilara, atau juga Gulseren. Nah sekarang, kl Hazal hanya bersikap pasrah saja ketika fisioterapis dan perawat menanganinya, sama saja dengan dia mempercepat kebohongannya terbongkar. Oleh karena itu, sekarang sandiwaranya bertambah harus dilakonkan di depan dua orang tenaga medis tersebut. Gayanya to..to... Semua peralatan yang sudah dipasang/ditempel di kakinya, dicopoti oleh Hazal sambil berteriak-teriak sok histeris dan berakting ketakutan, menolak mengikuti prosedur penyembuhan kakinya.

*Dilara menyuruh Keriman untuk segera meninggalkan rumahnya.

*Hazal dengan setengah menangis, menelpon Gulseren. Hazal meminta Gulseren untuk datang menyusulnya ke rumah sakit. Untuk sementara waktu, karena panik setelah ditelpon Hazal, niatan Gulseren untuk pergi dari rumah Cihan dan Dilara menjadi terlupakan. Sepintas ketika Gulseren akan pergi untuk menyusul Hazal, Dilara seperti melihatnya, karena bersamaan ketika Keriman melangkah keluar dari ruang tamu.

*Di atas kapal, Harun menelpon Cihan. Ketika telpon diangkat oleh Cihan dan berulang kali Cihan menyapanya dengan “Halo”..”Halo”, di seberang sana Harun seperti dengan sengaja mendiamkannya. Hanya tatapan mata Harun saja yang seolah-olah menyiratkan bahwa dia sudah bersiap untuk membuat perhitungan dengan Cihan Gurpinar. Tatapan mata Harun yang sarat akan kelicikan dan dendam. Cihan, bersiaplah untuk masalahmu berikutnya... Ppssstttt... Kredit positif lagi untuk cara dramatisasi di scene ketika Harun dan Cihan saling bertelepon. Scene antara Harun dan Cihan yang sedang memegang ponselnya, ditampilkan secara berganti-gantian, slide per slide yang cepat, berikut ilustrasi musik yang lagi-lagi pas bener dengan suasana serba tanda tanya yang diinginkan, hehhe..

#Bolum33part1

*Gulseren akhirnya menemui Hazal yang sedang menangis di kursi rodanya, dengan ditemani fisioterapis serta perawatnya tadi. Fisioterapisnya menceritakan  kepada Gulseren tentang kejadian ketika Hazal menolak untuk melakukan prosedur penyembuhan kakinya dengan menggunakan alat. Gulseren yang juga merasakan keheranan dengan tingkah anaknya tersebut, lanjut menanyakan kepada Hazal ada apa sebenarnya..kenapa begitu... Hehhe... Anak ini... TOP dah akting mautnya!!! Gulseren akhirnya membawa Hazal pulang kembali ke rumah.

* Rahmi sedang berada di kantor Cihan. Dia tampak serius berbicara di telepon dengan seseorang di luar negeri. Tampak Cihan mengawasi Rahmi di sampingnya. Mungkin yang ditelpon Rahmi tadi adalah orang yang di Rusia itu, yang memberikan piutang kepada Rahmi ratusan ribu dollar... Tapi tetap, sesudah urusan hutang kelar dibayar, Cihan tak mudah untuk percaya atau bahkan akur dengan ayahnya. Rahmi sampai harus menyakinkan Cihan kl dia tidak akan mengulangi lagi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Eeyyyaa... Rahmi mah ‘kapok cabe’... Sekarang kapok, besok berulah lagi, wkwkwkwkkk...

*Perselisihan antara Rahmi dan Cihan untuk sementara bisa terhenti karena Yildirim tiba-tiba datang mengajak Cihan pergi untuk mengurusi urusan yang lebih penting.

*Harun dan Chandan tiba di sebuah apartemen.

*Oskan, Nuray, serta bayinya meninggalkan rumah sakit. Nuray terlihat kesal dan terus mengomel kepada Oskan. Tak lama mucul Keriman yang terkejut melihat Oskan sudah keluar dari rumah sakit.

*Oskan, Nuray, dan bayinya  bergegas pergi dengan menggunakan sebuah taksi, meninggalkan Keriman sendirian di pelataran rumah sakit, wkwkwkwkkk... Ngomel..ngomel dah sono sendiri!!!

*Cihan dan Yildirim mendatangi bar/diskotik, tempat Ozan sebelumnya dijebak dengan narkoba. Cihan menunjukkan foto teman perempuan Ozan via sebuah ponsel kepada pelayan bar yang kebetulan siang itu tengah bekerja. Cihan bertanya kepada pelayan bar itu tentang siapa sebenarnya perempuan itu, di mana keberadaannya, kenal atau tidak, bla..bla..bla...Melihat respon dari pelayan bar yang terkesan menjawab seenaknya sendiri, Cihan hampir saja berlaku kasar kepadanya. Beruntung Yildirim sigap untuk mencegahnya.

*Beberapa saat kemudian, datang seorang laki-laki yang kemungkinan dia adalah manajer di bar/diskotik tersebut. Laki-laki itu menghampiri Cihan dan Yildirim, menyapa dengan sopan, lalu menyakan ada keperluan apa sebenarnya Cihan dan Yildirim datang ke bar/diskotik itu.

*Yildirim kemudian menjelaskan maksud mereka datang ke tempat tersebut, sambil menunjukkan foto teman perempuan Ozan tadi melalui ponsel. Laki-laki itu terlihat mengetahui informasi tentang teman perempuan Ozan itu dan kemudian menjelaskannya kepada Cihan dan Yildirim. Setelah dirasa informasi yang diingkan sudah didapatkan, Cihan dan Yildirim pun meninggalkan bar/diskotik. Yildirim tampak menelpon seseorang berkaitan dengan kasus teman perempuan Ozan, sementara Cihan menunggunya sambil bersandar di dekat mobilnya.

*Di ruang kerja barunya, Harun terlihat menginstruksikan sesuatu kepada salah satu staf kepercayaannya. Ada Chandan juga di situ. Sepertinya Harun ini seorang pebisnis sukses juga seperti halnya Cihan.

*Datang tampak sama-sama, tapi begitu pulang terlihat sendiri-sendiri. Entah apa yang saling direncanakan Chandann dan juga Harun. Berkaitankah dengan foto lama yang dipandangi Harun sebelumnya??

*Sepulang dari menemui Harun, rupanya Chandan mendatangi Dilara ke rumahnya. Dengan diantarkan oleh Emine untuk menuju ruang tamu, Dilara tampak terkejut dengan kedatangan Chandan. Dua orang sahabat yang sedang pecah kongsi ini terlihat masih kaku satu sama lain. Kemungkinan Chandan mendatangi Dilara untuk usaha rekonsiliasi. Namun masalahnya, benarkah rekonsiliasi itu setulus hati, sementara ketika pulang dari rumah Dilara tampak Chandan mengulaskan senyum liciknya, diikuti dengan langsung menelpon Harun kemudian. Hhmmm... Ya sudahlah... Yang akan terjadi, pasti bakalan terjadi.

NEXT: Dilara dan Gulseren kembali terlibat perselisihan tentang masalah penanganan Hazal.



16.38.00 Unknown
#sinopsis_cansuhazal2_eps4
#paramparca2_bolum32part3
#paramparca2_bolum33part1
Tayang: Kamis, 23 Juni 2016
Oleh: Anies Widiyarti. Bersama: Debby Arin Anggraini, Anisa Puji Rahayu, dan Intan Hapsari.


*Chandan menjemput Harun di bandara. Di scene ini, jangan lewatkan untuk mendengar musik ilustrasinya yang keren banget. Seolah-olah musik ilustrasinya  turut mendukung suasana yang dimaksudkan..misterius dan mendebarkan, hehhe...
Harun dan Chandan akhirnya bertemu dan saling menyapa. Setelahnya, mereka berdua meneruskan perjalanan dengan mengendarai Range Rover hitam mengkilat.

*Pagi di kediaman Gurpinar, Emine menyapa Gulseren dan Hazal di kamar.

*Si muka tembok yang rakus makan, Keriman sedang menunggui Oskan di samping tempat tidur sambil mulut yang tak berhenti untuk mengunyah bermacam-macam makanan yang ada di hadapannya. Tak lama kemudian, Nuray datang menyusul ke kamar membawa serta bayinya. Ketika perawat datang untuk menyampaikan sesuatu, Keriman, Nuray, dan Oskan tampak sedikit kebingungan, lalu berubah panik, dan akhirnya kaget kemudian, wkwkwkwkkk... Entah apa yang membuat mereka panik... Mungkin perawat menyinggung soal tagihan rumah sakit, hahha...

*Di ruang makan keluarga Gurpinar, Ozan dan Dilara sedang bersiap-siap untuk sarapan. Kembali ibu dan anak ini membicarakan tentang Gulseren.

*Ketika sang istri sedang bersiap untuk sarapan, Cihan justru masih di ruangan kerjanya, sedang serius bersama Yildirim membaca koran terbaru yang memuat berita tentang kejadian mencekam yang terjadi kemarin di rumahnya. Ozan sempat datang menyusul ke ruangan kerja ayahnya.

*Sesaat setelah melakukan pembicaraan dengan Yildirim, Cihan bergegas menuju ke ruang makan untuk sarapan. Yildirim menyempatkan untuk menyapa semua yang di ruang makan. Sempat ditawari Dilara untuk sekaliyan ikut sarapan, namun Yildirim menolaknya dan memilih untuk segera pamit undur diri.

*Di meja makan, Dilara sepertinya kembali menyulut perselisihan, hingga akhirnya Cansu memilih untuk meninggalkan meja makan, bahkan sebelum gadis itu menyantap sarapannya. Cihan pun ikut-ikutan kesal dengan sikon yang baru saja terjadi tadi. Lain halnya dengan Hazal... Gadis berparas culas tersebut justru seolah-olah menambah keruh suasana dengan umpatan-umpatannya. Hhhhhhhh...

*Cihan menelpon Ozan yang sedang santai sambil jogging di tepian Bosphorus.

*Dilara menghampiri Cansu di kamarnya untuk berusaha menenangkan sekaligus menetralkan suasana, selepas yang tidak menyenangkan tadi di meja makan. Tapi Cansu sudah terlanjur kecewa dengan sikap Dilara. Perdebatan kembali terjadi antara Cansu dan Dilara dan lagi-lagi Gulseren lah yang menjadi isu utamanya. Sampai akhirnya Cansu nekad untuk mengusir Dilara dari kamarnya.

*Keriman datang menemui Chandan di kantornya untuk membicarakan masalah Oskan. Chandan kemudian memberikan selembar kertas kepada Keriman. Apa itu isi lembaran kertasnya? Ntar tonton saja sendiri, hehhe..

*Dilara kembali bertemu dengan Gulseren yang sedang merapikan kamar Hazal. Kali ini Dilara rupanya lebih sibuk dengan pembicaraannya di telpon daripada memulai perdebatan lagi dengan Gulseren. Tapi teteup... Tatapan mata Dilara yang tajam kepada Gulseren, sudah mewakilkan segala kebencian yang ada, eeeyyyaaa...

*Justru yang sedang terlibat pertengkaran adalah Cansu dan Hazal. Hazal yang tiba-tiba muncul dengan kursi rodanya ketika Cansu sedang menelpon dan terdengar menyebutkan nama Hazal, langsung saja menyerang Cansu dengan kalimat-kalimat pedasnya. Gadis berambut pirang ini memang selalu ribet dengan prasangka-prasangka jelek berikut watak emosionalnya yang ngeselin.  Hhhaah... Pertengkaran itu akhirnya mereda ketika Dilara datang untuk melerai kedua putrinya. Seperti biasa, sang drama queen kembali menunjukkan kebolehannya... Akting..akting... Seolah-olah dia sudah berusaha manis di hadapan Cansu hingga akhirnya justru Cansu yang terlihat ‘setan’ di hadapan Dilara. Dengan sedikit isyarat dari Dilara, Cansu diminta untuk sedikit mengalah. Ya elllah... Pada akhirnya, Cansu memilih untuk meninggalkan Dilara dan Hazal berdua saja di ruang keluarga.

*Sambil terus berusaha menenangkan Hazal, Dilara melanjutkan pembicaraan dengan anak kandungnya tersebut. Dilara menanyakan keadaan Hazal, apakah dia baik-baik saja dan sekilas menyinggung tentang jadwal terapi kaki Hazal di rumah sakit. Nada-nadanya Hazal menghindar untuk ditemani terapi oleh siapa pun, termasuk juga oleh Gulseren. Hahha... Bakalan ada udang di balik kebab neh, wwweew..

*Dilara mengantar kepergian Hazal ke rumah sakit untuk terapi, sampai ke pelataran luar rumahnya. Yupz, Hazal pergi terapi hanya ditemani oleh Azmi. Sang drama queen sepertinya sedang menyusun permainan sandiwara baru lagi, hahha... Permainan ala-ala yang tipu-tipu gitu deh... Nah itu tadi buktinya, menolak ditemani oleh siapa pun ketika akan melakukan terapi. Semoga perkiraan saya salah sie, wkwkwkwkkk...

*Gulseren menanyakan keberadaan Hazal kepada Dilara. Dilara menanggapi Gulseren dengan dingin ketika perempuan saingannya tersebut terlihat memprotes tentang dirinya yang membiarkan Hazal pergi terapi ke rumah sakit sendirian. Hadddeh.. Padahal..padahal... Berasa antara Dilara dan Gulseren sedang terjebak permainan dari Hazal,, hhheeeiissttt...

*Harun di ruang kerjanya sedang serius mengamati sebuah foto lama yang memuat pose dirinya sedang berdiri di dekat Dilara, ada satu lagi perempuan yang entah itu siapa, dan juga Cihan ketika mereka muda dulu dan masih duduk di bangku kuliah. Hhmmm... Ada kisah apa sebenarnya antara Harun, Dilara, Cihan, dan juga perempuan satunya itu di masa lalu ya??...

*Ozan datang ke kantor Cihan dengan tergesa-gesa dan kelihatan begitu emosional. Berawal dengan ketus, selanjutnya pembicaraan antara ayah dan anak sulung tersebut bernuansa tensi tinggi. Ozan dengan nada bicara yang keras meminta Cihan untuk menjelaskan tentang sesuatu hal. Cihan berusaha untuk tetap tenang menghadapi Ozan. Pada akhirnya, Cihan justru meminta Ozan untuk lebih baik segera keluar dari ruangan kantornya. Nah kan... Inilah salah satu efek ‘racun’ dari Dilara kepada Ozan. Dan Cihan akan selalu ikut ketumpahan racunnya...

*Setelah menemui Chandan, rupanya Keriman melanjutkan ‘safari’ kunjungannya menuju ke kediaman Gurpinar. Sempat dihalangi untuk masuk oleh Bachtiar, namun dengan seizin Dilara, akhirnya Keriman bisa masuk dan bertamu di rumah megah itu. Keriman dengan cerocosannya yang bak petasan banting, sibuk mencari-cari Cansu. Dilara menanggapi Keriman dengan gaya yang setengah-setengan malas dan jengah, wkwkkwkkk... Keriman bermaksud ingin mengabarkan kepada Cansu, perihal Oskan yang sedang dirawat di rumah sakit. Tapi lagi-lagi... Dilara hanya menanggapinya sambil-lalu.

*Suara Keriman yang begitu berisik layaknya knalpot sepeda motor soak, terdengar oleh Gulseren. Gulseren langsung menemui Keriman dan melihatnya dengan perasaan yang tidak suka. Berbeda dengan respon Keriman kettika mendapati Gulseren ternyata ada di rumah Cihan dan Dilara, ‘otak dramanya’ langsung ‘on’ dengan sendirinya, lhaaah..hallah... Bergaya sok-sok perhatian dan antusias dengan Gulseren, Keriman justru akhirnya semakin memperoleh amarah serta umpatan dari Gulseren. Tak tahan terus dimarahi Gulseren, Keriman lama-lama juga kembali ke sifat aslinya. Dan Dilara pun seperti makin dibuat jengah melihat pertengkaran sengit antara Gulseren dan Keriman.

*Tanpa sadar, pertengkaran antara Gulseren dan Keriman gantian terdengar oleh Cansu. Cansu hanya bisa berdiri dan terdiam di ujung tangga sambil terus mencuri dengar keributan antara ibu dan bibinya tersebut. Untuk selanjutnya, Gulseren memilih segera menyudahi pertengkarannya dengan Keriman dan memilih pergi meninggalkan Keriman yang kini hanya tinggal berdua saja bersama Dilara. Dan Keriman... Dengan usaha pantang menyerahnya, dia terus`menarik perhatian Dilara atas apa yang diocehkannya. Kl dipikir-pikir, orang macam Keriman seperti ini memang yang harus menghadapi adalah tipe-tipe Dilara yang model-model angkuh begitu, wkwkwkwkkk..

*Gulseren mengemasi pakaiannya yang ada di almari kamar Hazal. Sepertinya Gulseren berniat .lagi untuk segera pergi dari rumah Cihan dan Dilara tersebut.

*Pasca tanpa sengaja mendengar keributan di ruang tamu tadi, Cansu langsung buru-buru masuk ke kamaranya dan menutup pintunya dengan setengah membanting. Dengan ekspresi penuh kemarahan dan gemetar, Cansu menangis sambil membuang segala apa yang ada di meja belajarnya. Gadis manis berambut panjang itu di tengah isak tangisnya, terus berbicara sendiri, mengungkapkan kekecewaan dan kemarahannya.

*Di rumah sakit, Hazal mulai menjalani terapi untuk pemulihan kakinya yang mengalami kelumpuhan. Sibuk dengan smartphone nya, Hazal bahkan tanpa ekspresi ketika menanggapi sapaan fisioterapis dan perawat. Berasa pengen toyor-toyor tuh muka ngeselinnya Hazal ketika melihatnya begitu angkuh menanggapi sapaan tenaga medis yang akan menanganinya tersebut. Dasar..dasarrr!!! Dan ini dia dramanya... Saat fisioterapis dan perawat memulai prosedur untuk pemulihan kakinya, Hazal mendadak menjadi panik dan ketakutan. Bukan..bukan... Bukan bentuk ekspresi ketakutan dengan kakinya yang akan diobati terus nanti reaksinya akan menimbulkan perih atau bagaimana begitu... Tapi ini lebih ke bentuk ketakutan akan ketahuan belang kebohongan. Hahahaaa... Lha memang sudah sembuh kan kakinya... Tak perlu juga alat-alat medis canggih untuk mengobati, karena ternyata hanya dengan pijatan tangan Gulseren, kaki Hazal sudah beranjak kembali normal. Namun atas nama tingkah drama queen nya, Hazal memanfaatkan kaki lumpuhnya sebagai alat untuk ‘caper’ kepada Cihan, Dilara, atau juga Gulseren. Nah sekarang, kl Hazal hanya bersikap pasrah saja ketika fisioterapis dan perawat menanganinya, sama saja dengan dia mempercepat kebohongannya terbongkar. Oleh karena itu, sekarang sandiwaranya bertambah harus dilakonkan di depan dua orang tenaga medis tersebut. Gayanya to..to... Semua peralatan yang sudah dipasang/ditempel di kakinya, dicopoti oleh Hazal sambil berteriak-teriak sok histeris dan berakting ketakutan, menolak mengikuti prosedur penyembuhan kakinya.

*Dilara menyuruh Keriman untuk segera meninggalkan rumahnya.

*Hazal dengan setengah menangis, menelpon Gulseren. Hazal meminta Gulseren untuk datang menyusulnya ke rumah sakit. Untuk sementara waktu, karena panik setelah ditelpon Hazal, niatan Gulseren untuk pergi dari rumah Cihan dan Dilara menjadi terlupakan. Sepintas ketika Gulseren akan pergi untuk menyusul Hazal, Dilara seperti melihatnya, karena bersamaan ketika Keriman melangkah keluar dari ruang tamu.

*Di atas kapal, Harun menelpon Cihan. Ketika telpon diangkat oleh Cihan dan berulang kali Cihan menyapanya dengan “Halo”..”Halo”, di seberang sana Harun seperti dengan sengaja mendiamkannya. Hanya tatapan mata Harun saja yang seolah-olah menyiratkan bahwa dia sudah bersiap untuk membuat perhitungan dengan Cihan Gurpinar. Tatapan mata Harun yang sarat akan kelicikan dan dendam. Cihan, bersiaplah untuk masalahmu berikutnya... Ppssstttt... Kredit positif lagi untuk cara dramatisasi di scene ketika Harun dan Cihan saling bertelepon. Scene antara Harun dan Cihan yang sedang memegang ponselnya, ditampilkan secara berganti-gantian, slide per slide yang cepat, berikut ilustrasi musik yang lagi-lagi pas bener dengan suasana serba tanda tanya yang diinginkan, hehhe..

#Bolum33part1

*Gulseren akhirnya menemui Hazal yang sedang menangis di kursi rodanya, dengan ditemani fisioterapis serta perawatnya tadi. Fisioterapisnya menceritakan  kepada Gulseren tentang kejadian ketika Hazal menolak untuk melakukan prosedur penyembuhan kakinya dengan menggunakan alat. Gulseren yang juga merasakan keheranan dengan tingkah anaknya tersebut, lanjut menanyakan kepada Hazal ada apa sebenarnya..kenapa begitu... Hehhe... Anak ini... TOP dah akting mautnya!!! Gulseren akhirnya membawa Hazal pulang kembali ke rumah.

* Rahmi sedang berada di kantor Cihan. Dia tampak serius berbicara di telepon dengan seseorang di luar negeri. Tampak Cihan mengawasi Rahmi di sampingnya. Mungkin yang ditelpon Rahmi tadi adalah orang yang di Rusia itu, yang memberikan piutang kepada Rahmi ratusan ribu dollar... Tapi tetap, sesudah urusan hutang kelar dibayar, Cihan tak mudah untuk percaya atau bahkan akur dengan ayahnya. Rahmi sampai harus menyakinkan Cihan kl dia tidak akan mengulangi lagi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Eeyyyaa... Rahmi mah ‘kapok cabe’... Sekarang kapok, besok berulah lagi, wkwkwkwkkk...

*Perselisihan antara Rahmi dan Cihan untuk sementara bisa terhenti karena Yildirim tiba-tiba datang mengajak Cihan pergi untuk mengurusi urusan yang lebih penting.

*Harun dan Chandan tiba di sebuah apartemen.

*Oskan, Nuray, serta bayinya meninggalkan rumah sakit. Nuray terlihat kesal dan terus mengomel kepada Oskan. Tak lama mucul Keriman yang terkejut melihat Oskan sudah keluar dari rumah sakit.

*Oskan, Nuray, dan bayinya  bergegas pergi dengan menggunakan sebuah taksi, meninggalkan Keriman sendirian di pelataran rumah sakit, wkwkwkwkkk... Ngomel..ngomel dah sono sendiri!!!

*Cihan dan Yildirim mendatangi bar/diskotik, tempat Ozan sebelumnya dijebak dengan narkoba. Cihan menunjukkan foto teman perempuan Ozan via sebuah ponsel kepada pelayan bar yang kebetulan siang itu tengah bekerja. Cihan bertanya kepada pelayan bar itu tentang siapa sebenarnya perempuan itu, di mana keberadaannya, kenal atau tidak, bla..bla..bla...Melihat respon dari pelayan bar yang terkesan menjawab seenaknya sendiri, Cihan hampir saja berlaku kasar kepadanya. Beruntung Yildirim sigap untuk mencegahnya.

*Beberapa saat kemudian, datang seorang laki-laki yang kemungkinan dia adalah manajer di bar/diskotik tersebut. Laki-laki itu menghampiri Cihan dan Yildirim, menyapa dengan sopan, lalu menyakan ada keperluan apa sebenarnya Cihan dan Yildirim datang ke bar/diskotik itu.

*Yildirim kemudian menjelaskan maksud mereka datang ke tempat tersebut, sambil menunjukkan foto teman perempuan Ozan tadi melalui ponsel. Laki-laki itu terlihat mengetahui informasi tentang teman perempuan Ozan itu dan kemudian menjelaskannya kepada Cihan dan Yildirim. Setelah dirasa informasi yang diingkan sudah didapatkan, Cihan dan Yildirim pun meninggalkan bar/diskotik. Yildirim tampak menelpon seseorang berkaitan dengan kasus teman perempuan Ozan, sementara Cihan menunggunya sambil bersandar di dekat mobilnya.

*Di ruang kerja barunya, Harun terlihat menginstruksikan sesuatu kepada salah satu staf kepercayaannya. Ada Chandan juga di situ. Sepertinya Harun ini seorang pebisnis sukses juga seperti halnya Cihan.

*Datang tampak sama-sama, tapi begitu pulang terlihat sendiri-sendiri. Entah apa yang saling direncanakan Chandann dan juga Harun. Berkaitankah dengan foto lama yang dipandangi Harun sebelumnya??

*Sepulang dari menemui Harun, rupanya Chandan mendatangi Dilara ke rumahnya. Dengan diantarkan oleh Emine untuk menuju ruang tamu, Dilara tampak terkejut dengan kedatangan Chandan. Dua orang sahabat yang sedang pecah kongsi ini terlihat masih kaku satu sama lain. Kemungkinan Chandan mendatangi Dilara untuk usaha rekonsiliasi. Namun masalahnya, benarkah rekonsiliasi itu setulus hati, sementara ketika pulang dari rumah Dilara tampak Chandan mengulaskan senyum liciknya, diikuti dengan langsung menelpon Harun kemudian. Hhmmm... Ya sudahlah... Yang akan terjadi, pasti bakalan terjadi.

NEXT: Dilara dan Gulseren kembali terlibat perselisihan tentang masalah penanganan Hazal.



#AniesWidiyarti_PikiranBijakYangTeracuniKetidakdewasaanOrangTua_CnH2_3 Ahh, Ozan... Pada dasarnya dia mewarisi sikap bijaksana dari ayahnya. Salut untuk sikapnya di awal-awal ketika bertemu Gulseren saat dia menemui Hazal. Anggukan kepala yang sepintas sambil-lalu, tapi tetap tak mengurangi kesan kl anak laki-laki Cihan ini mempunyai sikap yang santun dengan orang yang lebih tua dan bahkan kepada perempuan yang sedang digosipkan mempunyai hubungan terlarang dengan ayahnya. Semua atas dasar pertimbangan perasaan dan logika yang berusaha untuk diseimbangkan. Logikanya memang Ozan harus marah dan defensif dengan kehadiran Gulseren di rumahnya, akan tetapi perasaan kl Gulseren adalah ibu yang membesarkan adiknya sejak dari lahir dan sekarang faktanya sang adik sedang sangat membutuhkan perhatian dari ibu yang bukan ibu biologisnya tersebut, Ozan berhasil mengambil jalan tengahnya. Bersikap seperlunya di depan Gulseren, alih-alih terlihat langsung memusuhinya.

Bahkan Ozan berusaha untuk menularkan sikap serta pikiran positifnya kepada Dilara. Ozan di antara perkataan-perkataan Dilara yang serba menyudutkan Gulseren, berusaha untuk memberi pengertian dan kebijaksanaan kepada ibunya. Dilara yang hanya ribut dan ketakutan rumah dan hartanya suatu hari nanti akan direbut oleh Gulseren, menganggap omongan Ozan yang mengatakan Gulseren berada di rumah Dilara dan Cihan semata-mata memang karena urusan Hazal, berasa angin lalu. Malah akhirnya Dilara seperti setengah menyumpahi Ozan dengan pernyataan, “... Kau suatu hari nanti pasti akan merasakan sendiri bagaimana jika akhirnya perempuan itu (Gulseren) merebut rumah dan kekayaan kita...” Ya Tuhan... Siapa bilang orang tua itu selalu ‘tua’ dengan pikiran dan tindak-tanduknya?? Tak selamanya juga yang masih muda serba disepelekan karena dipandang belum cukup pengalaman hidupnya. Mungkin memang belum cukup makan asam-garamnya, tapi bukankah manusia dianugrahi oleh Tuhan YME dengan akal sehat dan juga hati nurani?!!

Maka selanjutnya, akibat keegoisan sudut pandang dan pola pikir Dilara, akhirnya sikap Ozan yang semula baik dan cenderung netral menyikapi keberadaan Gulseren di rumah orang tuanya, menjadi sedikit-demi sedikit tergerus oleh pernyataan-pernyataan negatif Dilara. Bahkan apa yang dibicarakan ibunya tentang prasangka negatifnya kepada Gulseren menjadi lebih terngiang-ngiang di telinga saat sang ayah menegaskan bahwa semua yang di rumah itu, termasuk juga Gulseren tidak boleh pergi kemanapun, selama kasus pemboman di garasi mobil belum terpecahkan. Sikap Dilara yang terlihat begitu antipati dengan semua yang diputuskan Cihan akhirnya juga ikut merembet ke Ozan. Tak ada yang aneh sebetulnya dari perubahan sikap Ozan yang terkesan labil dan masih rentan pengaruh dari sekitarnya. Selain karena Ozan masih terbilang remaja, setiap anak laki-laki pasti akan menjadi pendukung serta pelindung bagi ibunya. Hatinya akan jauh mudah tersentuh melihat orang tuanya, utamanya sang ibu tengah sedih dan terlihat tersakiti. Di sinilah sebenarnya peran orang tua menjadi lebih penting lagi untuk mengarahkan emosi sekaligus empati sang anak kelak. Apakah anak akan jadi penuh pengertian atau bahkan pendendam, peran orang tua, keteladanannya akan sangat dibutuhkan. Dan Dilara malah seperti menyiram bensin ke hati Ozan yang memang sudah setengah panas karena bingung dan juga tak nyaman dengan sikon yang terjadi di keluarganya. Andai Dilara di hadapan Ozan bisa sedikit meredam emosi dan menjaga segala umpatan dan prasangkanya kepada Gulseren, setidak-tidaknya tidak menjadikan Ozan semakin bingung dan dilema. Anak toh semakin besar, pikirannya akan tumbuh dan berkembang. Suatu saat pasti akan terpikirkan oleh Ozan, Cansu, dan juga Hazal bahwa sikon yang terjadi di keluarganya adalah bagian dari pelajaran pendewasaan yang memang harus dilalui. Yang salah dan yang benar, yang perlu diambil jalan tengah dan  kebijaksanaan, atau bahkan pengorbanan, pasti akan terbaca juga. Ketika emosi sudah tertata rapi, percayalah seorang anak yang sudah tumbuh menjadi dewasa, dia akan jauh lebih tenang dan seimbang melihat positif dan negatifnya. Jadi jangan sekali-kali meracuni pikiran anak kecil kl tidak mau di kemudian hari orang tua sendiri yang akan merugi. Apa sie untungnya punya anak pendendam yang culas?! Bukankah akan sangat membahagiakan melihat seorang anak tumbuh menjadi pribadi yang bijak serta penyayang?!!

Pun ketika Cansu menjelaskan di depan Gulseren tentang cara dia memandang hubungan yang terjadi antara Cihan dan ibu kandungnya tersebut. Meski belum sampai tuntas Cansu mengutarakannya, Gulseren memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraan itu. Bagaimanapun ada yang lebih penting daripada sekadar bicara tentang ‘cinta kedua’ antara dia dan Cihan. Selain itu, demi untuk kepentingan menjaga perasaan Cansu, Hazal, dan Ozan, yang tentunya akan merasa sangat tidak nyaman jika orang tua mereka sedang terlibat ‘silang hati’, hehhe...

Situasi yang sedang terjadi memang sedang tidak nyaman bagi semuanya. Bahkan bagi Gulseren pun, dia lebih baik tidak tinggal di rumah megah itu dan andaikata Hazal bisa dan mau, Gulseren lebih memilih merawat dan mendampingi putrinya yang sedang lumpuh itu di tempat lain. Tapi lagi-lagi, jika pun itu bisa terwujud, apa bijak merawat Hazal jauh dari orang tua kandungnya, sementara orang tua kandungnya sebenarnya masih ada dan mampu. Lagipula, meski akhirnya diketahui hanya sebagai ibu asuh, Gulseren tampak lebih menyatu secara perasaan kepada Hazal. Dilara yang menyayangi anak-anaknya, lagi-lagi sayang dan perhatian itu seolah-olah hanya sebatas dangkal saja. Naluri keibuanmu itu lhoooh, Ny Dilara... Seakan-akan naluri itu belum benar-benar terasah dengan tajam... Hanya kesannya saja yang sudah didapatkan, selebihnya... Tetap ada lubang yang masih belum bisa tertutupi. Dan suka tidak suka yang bisa menutup lubang yang masih menganga itu adalah naluri keibuan milik Gulseren. Benar, Gulseren tidak sestylish, seelegan, dan semenawan Dilara, tapi apa anak-anak atau juga suami membutuhkan stylish, elegan, dan menawan tadi untuk merawat keberlangsungan sebuah keluarga? Hanya butuh watak perhatian dan kasih sayang untuk bisa menjadi Gulseren yang dicintai oleh Cihan, Cansu dan juga Hazal. Semuak-muaknya Hazal dengan ibunya dan juga kehidupan miskinnya dahulu, tetap hati Hazal tidak bisa dibohongi, bahwa hanya Gulseren yang bisa membuatnya nyaman dan begitu diperhatikan.
Maka dari itu, ketika Dilara tetap kekeuh dengan pikiran dan pendapatnya mengenai Gulseren yang dianggap akan merebut suami, anak-anaknya, dan juga rumah serta seluruh kekayaannya, sebaiknya kembali berkaca dan berusaha untuk berbesar hati, introspeksi diri. Apakah menjadi sesuatu yang dibenarkan jika Dilara mati-matian memertahankan rumah tangganya dengan Cihan semata-mata hanya takut jadi bahan pergunjingan dan bukan karena alasan mencintai suaminya... Haruskah keegoisannya berlaku hanya bagi dirinya sendiri sementara Cihan yang sudah berusaha bertahan selama 19 tahun dalam pernikahan dengan istri yang tak pernah dicintai tak berhak meraih kebahagiaannya sendiri... Dan bahkan Dilara juga tahu kl pernikahan yang dia jalani bersama Cihan memang tak seindah dengan yang tampak di luaran... Satu lagi, pernahkan Dilara benar-benar berusaha menunjukkan kepada Cihan kl dia adalah seorang istri yang pantas untuk dipertahankan sebagai pendamping sejati... Jangan bilang Cihan tak memberikan kesempatan itu, Dilara... 19 tahun adalah gambaran betapa selama rentang waktu tersebut berjalan ada banyak kesalahan yang dibuat dan beberapa kesempatan untuk memperbaiki... Tapi apa yang hasil yang didapat kemudian, tetap sama saja.

Kini, ketika akhirnya Gulseren hadir di tengah-tengah pernikahan yang sudah hambar, justru Dilara seolah-olah memperoleh momentum untuk mencari sasaran kesalahan baru, bahwa Gulseren memang hadir untuk merusak rumah tangganya dengan Cihan, alih-alih semakin menyadari kl selama ini dia dan Cihan terikat dalam sebuah pernikahan yang tak sehat. Tapi ketika reputasi dan harga diri sudah menjadi ‘Tuhan’ untuk Dilara, tanpa sadar dia sudah mempermainkan sekaligus memenjarakan hati suaminya sendiri. Bahkan untuk anak-anaknya Dilara lebih suka bersikap menuntut dan ambisius daripada mengajari mereka dengan limpahan kasih sayang yang sederhana dan menenangkan.

Seandainya Dilara bisa konsekuen antara niat dan tekad untuk memertahankan rumah tangganya berdasarkan ketulusan hati dan semangat memperbaiki diri, saya rasa Cihan juga pasti akan mau mempertimbangkan untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangganya. Jangan buru-buru menuduh Gulseren sok lugu demi merebut perhatian Cihan dari Dilara... Lha wonk Dilara saja selalu egois dengan pikiran dan segala tindak-tanduknya. Sementara Cihan yang masih harus ribet mengurusi utang-piutang sang ayah, padatnya urusan bisnis perusahaan, belum nanti dengan kedatangan Harun yang sepertinya siap menyulut perang dengan Cihan, bla..bla..bla.., masih menyempatkan waktu untuk sekadar bisa memeluk dan berbicara dengan anak-anaknya. Jangan suka teriak menjadi korban yang seolah-olah paling menderita, sementara yang sebenarnya justru Anda menderita karena kebodohan dan keegoisan Anda sendiri. Mencari sasaran untuk disalah-salahkan akan jauh lebih mudah daripada sekadar berbesar hati untuk mengakui kesalahan dan memperbaiki diri. Daripada ribet dengan status ‘korban’, bukankan akan lebih baik jika di antara keruwetan masalah kita bisa berbesar hati untuk mengorbankan ego dan segala kepentingan pribadi demi untuk kebaikan bersama?! Menjadi lebih amanah, itulah salah satu cara untuk menikmati hidup ini. Salam hangat.
  
05.55.00 Unknown
#AniesWidiyarti_PikiranBijakYangTeracuniKetidakdewasaanOrangTua_CnH2_3 Ahh, Ozan... Pada dasarnya dia mewarisi sikap bijaksana dari ayahnya. Salut untuk sikapnya di awal-awal ketika bertemu Gulseren saat dia menemui Hazal. Anggukan kepala yang sepintas sambil-lalu, tapi tetap tak mengurangi kesan kl anak laki-laki Cihan ini mempunyai sikap yang santun dengan orang yang lebih tua dan bahkan kepada perempuan yang sedang digosipkan mempunyai hubungan terlarang dengan ayahnya. Semua atas dasar pertimbangan perasaan dan logika yang berusaha untuk diseimbangkan. Logikanya memang Ozan harus marah dan defensif dengan kehadiran Gulseren di rumahnya, akan tetapi perasaan kl Gulseren adalah ibu yang membesarkan adiknya sejak dari lahir dan sekarang faktanya sang adik sedang sangat membutuhkan perhatian dari ibu yang bukan ibu biologisnya tersebut, Ozan berhasil mengambil jalan tengahnya. Bersikap seperlunya di depan Gulseren, alih-alih terlihat langsung memusuhinya.

Bahkan Ozan berusaha untuk menularkan sikap serta pikiran positifnya kepada Dilara. Ozan di antara perkataan-perkataan Dilara yang serba menyudutkan Gulseren, berusaha untuk memberi pengertian dan kebijaksanaan kepada ibunya. Dilara yang hanya ribut dan ketakutan rumah dan hartanya suatu hari nanti akan direbut oleh Gulseren, menganggap omongan Ozan yang mengatakan Gulseren berada di rumah Dilara dan Cihan semata-mata memang karena urusan Hazal, berasa angin lalu. Malah akhirnya Dilara seperti setengah menyumpahi Ozan dengan pernyataan, “... Kau suatu hari nanti pasti akan merasakan sendiri bagaimana jika akhirnya perempuan itu (Gulseren) merebut rumah dan kekayaan kita...” Ya Tuhan... Siapa bilang orang tua itu selalu ‘tua’ dengan pikiran dan tindak-tanduknya?? Tak selamanya juga yang masih muda serba disepelekan karena dipandang belum cukup pengalaman hidupnya. Mungkin memang belum cukup makan asam-garamnya, tapi bukankah manusia dianugrahi oleh Tuhan YME dengan akal sehat dan juga hati nurani?!!

Maka selanjutnya, akibat keegoisan sudut pandang dan pola pikir Dilara, akhirnya sikap Ozan yang semula baik dan cenderung netral menyikapi keberadaan Gulseren di rumah orang tuanya, menjadi sedikit-demi sedikit tergerus oleh pernyataan-pernyataan negatif Dilara. Bahkan apa yang dibicarakan ibunya tentang prasangka negatifnya kepada Gulseren menjadi lebih terngiang-ngiang di telinga saat sang ayah menegaskan bahwa semua yang di rumah itu, termasuk juga Gulseren tidak boleh pergi kemanapun, selama kasus pemboman di garasi mobil belum terpecahkan. Sikap Dilara yang terlihat begitu antipati dengan semua yang diputuskan Cihan akhirnya juga ikut merembet ke Ozan. Tak ada yang aneh sebetulnya dari perubahan sikap Ozan yang terkesan labil dan masih rentan pengaruh dari sekitarnya. Selain karena Ozan masih terbilang remaja, setiap anak laki-laki pasti akan menjadi pendukung serta pelindung bagi ibunya. Hatinya akan jauh mudah tersentuh melihat orang tuanya, utamanya sang ibu tengah sedih dan terlihat tersakiti. Di sinilah sebenarnya peran orang tua menjadi lebih penting lagi untuk mengarahkan emosi sekaligus empati sang anak kelak. Apakah anak akan jadi penuh pengertian atau bahkan pendendam, peran orang tua, keteladanannya akan sangat dibutuhkan. Dan Dilara malah seperti menyiram bensin ke hati Ozan yang memang sudah setengah panas karena bingung dan juga tak nyaman dengan sikon yang terjadi di keluarganya. Andai Dilara di hadapan Ozan bisa sedikit meredam emosi dan menjaga segala umpatan dan prasangkanya kepada Gulseren, setidak-tidaknya tidak menjadikan Ozan semakin bingung dan dilema. Anak toh semakin besar, pikirannya akan tumbuh dan berkembang. Suatu saat pasti akan terpikirkan oleh Ozan, Cansu, dan juga Hazal bahwa sikon yang terjadi di keluarganya adalah bagian dari pelajaran pendewasaan yang memang harus dilalui. Yang salah dan yang benar, yang perlu diambil jalan tengah dan  kebijaksanaan, atau bahkan pengorbanan, pasti akan terbaca juga. Ketika emosi sudah tertata rapi, percayalah seorang anak yang sudah tumbuh menjadi dewasa, dia akan jauh lebih tenang dan seimbang melihat positif dan negatifnya. Jadi jangan sekali-kali meracuni pikiran anak kecil kl tidak mau di kemudian hari orang tua sendiri yang akan merugi. Apa sie untungnya punya anak pendendam yang culas?! Bukankah akan sangat membahagiakan melihat seorang anak tumbuh menjadi pribadi yang bijak serta penyayang?!!

Pun ketika Cansu menjelaskan di depan Gulseren tentang cara dia memandang hubungan yang terjadi antara Cihan dan ibu kandungnya tersebut. Meski belum sampai tuntas Cansu mengutarakannya, Gulseren memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraan itu. Bagaimanapun ada yang lebih penting daripada sekadar bicara tentang ‘cinta kedua’ antara dia dan Cihan. Selain itu, demi untuk kepentingan menjaga perasaan Cansu, Hazal, dan Ozan, yang tentunya akan merasa sangat tidak nyaman jika orang tua mereka sedang terlibat ‘silang hati’, hehhe...

Situasi yang sedang terjadi memang sedang tidak nyaman bagi semuanya. Bahkan bagi Gulseren pun, dia lebih baik tidak tinggal di rumah megah itu dan andaikata Hazal bisa dan mau, Gulseren lebih memilih merawat dan mendampingi putrinya yang sedang lumpuh itu di tempat lain. Tapi lagi-lagi, jika pun itu bisa terwujud, apa bijak merawat Hazal jauh dari orang tua kandungnya, sementara orang tua kandungnya sebenarnya masih ada dan mampu. Lagipula, meski akhirnya diketahui hanya sebagai ibu asuh, Gulseren tampak lebih menyatu secara perasaan kepada Hazal. Dilara yang menyayangi anak-anaknya, lagi-lagi sayang dan perhatian itu seolah-olah hanya sebatas dangkal saja. Naluri keibuanmu itu lhoooh, Ny Dilara... Seakan-akan naluri itu belum benar-benar terasah dengan tajam... Hanya kesannya saja yang sudah didapatkan, selebihnya... Tetap ada lubang yang masih belum bisa tertutupi. Dan suka tidak suka yang bisa menutup lubang yang masih menganga itu adalah naluri keibuan milik Gulseren. Benar, Gulseren tidak sestylish, seelegan, dan semenawan Dilara, tapi apa anak-anak atau juga suami membutuhkan stylish, elegan, dan menawan tadi untuk merawat keberlangsungan sebuah keluarga? Hanya butuh watak perhatian dan kasih sayang untuk bisa menjadi Gulseren yang dicintai oleh Cihan, Cansu dan juga Hazal. Semuak-muaknya Hazal dengan ibunya dan juga kehidupan miskinnya dahulu, tetap hati Hazal tidak bisa dibohongi, bahwa hanya Gulseren yang bisa membuatnya nyaman dan begitu diperhatikan.
Maka dari itu, ketika Dilara tetap kekeuh dengan pikiran dan pendapatnya mengenai Gulseren yang dianggap akan merebut suami, anak-anaknya, dan juga rumah serta seluruh kekayaannya, sebaiknya kembali berkaca dan berusaha untuk berbesar hati, introspeksi diri. Apakah menjadi sesuatu yang dibenarkan jika Dilara mati-matian memertahankan rumah tangganya dengan Cihan semata-mata hanya takut jadi bahan pergunjingan dan bukan karena alasan mencintai suaminya... Haruskah keegoisannya berlaku hanya bagi dirinya sendiri sementara Cihan yang sudah berusaha bertahan selama 19 tahun dalam pernikahan dengan istri yang tak pernah dicintai tak berhak meraih kebahagiaannya sendiri... Dan bahkan Dilara juga tahu kl pernikahan yang dia jalani bersama Cihan memang tak seindah dengan yang tampak di luaran... Satu lagi, pernahkan Dilara benar-benar berusaha menunjukkan kepada Cihan kl dia adalah seorang istri yang pantas untuk dipertahankan sebagai pendamping sejati... Jangan bilang Cihan tak memberikan kesempatan itu, Dilara... 19 tahun adalah gambaran betapa selama rentang waktu tersebut berjalan ada banyak kesalahan yang dibuat dan beberapa kesempatan untuk memperbaiki... Tapi apa yang hasil yang didapat kemudian, tetap sama saja.

Kini, ketika akhirnya Gulseren hadir di tengah-tengah pernikahan yang sudah hambar, justru Dilara seolah-olah memperoleh momentum untuk mencari sasaran kesalahan baru, bahwa Gulseren memang hadir untuk merusak rumah tangganya dengan Cihan, alih-alih semakin menyadari kl selama ini dia dan Cihan terikat dalam sebuah pernikahan yang tak sehat. Tapi ketika reputasi dan harga diri sudah menjadi ‘Tuhan’ untuk Dilara, tanpa sadar dia sudah mempermainkan sekaligus memenjarakan hati suaminya sendiri. Bahkan untuk anak-anaknya Dilara lebih suka bersikap menuntut dan ambisius daripada mengajari mereka dengan limpahan kasih sayang yang sederhana dan menenangkan.

Seandainya Dilara bisa konsekuen antara niat dan tekad untuk memertahankan rumah tangganya berdasarkan ketulusan hati dan semangat memperbaiki diri, saya rasa Cihan juga pasti akan mau mempertimbangkan untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangganya. Jangan buru-buru menuduh Gulseren sok lugu demi merebut perhatian Cihan dari Dilara... Lha wonk Dilara saja selalu egois dengan pikiran dan segala tindak-tanduknya. Sementara Cihan yang masih harus ribet mengurusi utang-piutang sang ayah, padatnya urusan bisnis perusahaan, belum nanti dengan kedatangan Harun yang sepertinya siap menyulut perang dengan Cihan, bla..bla..bla.., masih menyempatkan waktu untuk sekadar bisa memeluk dan berbicara dengan anak-anaknya. Jangan suka teriak menjadi korban yang seolah-olah paling menderita, sementara yang sebenarnya justru Anda menderita karena kebodohan dan keegoisan Anda sendiri. Mencari sasaran untuk disalah-salahkan akan jauh lebih mudah daripada sekadar berbesar hati untuk mengakui kesalahan dan memperbaiki diri. Daripada ribet dengan status ‘korban’, bukankan akan lebih baik jika di antara keruwetan masalah kita bisa berbesar hati untuk mengorbankan ego dan segala kepentingan pribadi demi untuk kebaikan bersama?! Menjadi lebih amanah, itulah salah satu cara untuk menikmati hidup ini. Salam hangat.
  

Rabu, 22 Juni 2016

#sinopsis_cansuhazal2_eps3
#paramparca2_bolum32part2
Tayang: Rabu, 22 Juni 2016
0leh : Anies Widiyarti. Bersama Debby Arin Anggraini, Anisa Puji Rahayu, Indrie Puspita, Intan Hapsari.



*Selepas dibebaskan dari penjara, Ozan berada di kantor ayahnya untuk menjelaskan duduk permasalahan sebenarnya. Dengan ditemani Yildirim, Cihan mendengarkan semua penjelasan dari anaknya tersebut.

*Sementara itu di kediaman Gurpinar, pasca ribut-ribut ketika Gulseren dicegah pergi oleh Cihan dan Cansu, Gulseren dan Cansu sedang bicara berdua di dalam kamar. Pasangan ibu dan anak ini terlihat sangat serasi, nyaman, dan saling menenangkan satu sama lain.

*Balik ke kantor Cihan, Ozan menjelaskan kepada ayahnya dan juga Yildirim kronologis peristiwa sebelum akhirnya dia ditangkap dengan tuduhan membawa narkoba sewaktu di diskotik. Di tengah-tengah pembicaraan, Yildirim dan Cihan mencoba menyinggung sekaligus menghubung-hubungkan antara masalah penjebakan Ozan dengan peristiwa meledaknya bom di garasi rumah Cihan. Ozan yang tidak tahu apa-apa merasa terkejut sekaligus bingung dengan kabar yang disinggung oleh ayahnya dan juga Yildirim.

*Rahmi baru saja pulang ke rumah dan merasa bingung dengan keramaian di sekitar kediaman Gurpinar. Rahmi kemudian bertanya kepada Mustafa, salah satu staf keamanan yang sedang bertugas, tentang apa yang sebenarnya tengah terjadi.

*Alper dan Soulmas datang mengunjungi Dilara dengan bergaya sok ikut prihatin dengan musibah yang telah terjadi di kediaman Gurpinar. Mereka berdua sempat bertemu dengan Gulseren yang secara kebetulan tengah berjalan di ruang depan.

*Cihan mengantar Ozan pulang ke rumah. Cihan juga masih sempat bertemu denagn Alper dan Soulmas. Sementara ayahnya berbincang dengan Alper dan Soulmas, Ozan langsung masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Dilara di ruang depan. Setelahnya, Ozan pergi menemui Hazal di kamarnya. Di sinilah Ozan bertemu dengan Gulseren. Tak ada sepatah katapun yang terucap, bahkan Gulseren justru merasa sangat rikuh ketika bertatap muka dengan sulung dari Cihan dan Dilara tersebut.

*Ozan kembali ke ruang tv untuk berbicara dengan Dilara. Di antara pembicaraan tersebut, mereka berdua menyinggung-nyinggung tentang Gulseren dan keberadaannya di rumah megah itu.

*Chandan sedang sibuk mempersiapkan kedatangan Harun di Istanbul. Hhmmm... Siapa itu Harun? Kita lihat saja nanti ya, hahha... Chandan menyuruh beberapa staf rumah tangga untuk membersihkan dan membereskan sebuah ruangan. Mungkin ini nanti bakal dipakai jadi tempat tinggalnya si Harun itu...

*Rahmi kembali menemui temannya, melanjutkan pembicaraan sebelumnya tentang tanggungan-tanggungan Rahmi selama masih berada di Rusia dan Ukraina.

*Cihan berbicara dengan Azmi, menanyakan tentang Rahmi. Tak lama kemudian, Cihan menelpon ayahnya tersebut. Rahmi yang sedang serius berbicara dengan temannya menjadi tampak sedikit gugup ketika mengangkat telpon dari Cihan.

*Keriman, Nuray, dan Engin berada di rumah sakit untuk menemani Oskan yang sedang menjalani operasi. Selesai operasi, Nuray masuk ke ruangan ICU menemui Oskan, sambil membawa anaknya yang masih bayi.  Eeeaalllah... Malah Keriman main nylonong saja, ikut-ikutan masuk ke ruangan ICU. Karena kehebohan Keriman juga, akhirnya perawat menyuruh Nuray dan Keriman keluar dari ruangan ICU dan hanya diperbolehkan melihat Oskan dari balik kaca. Akan tetapi, Oskan meminta kepada perawat untuk membawa anaknya masuk kembali ke ruangan ICU. Ya elllah, si botak... Bisa nangis terharu juga eeuuyyy... Melihat anaknya yang sedang dalam gendongan sang perawat.

*Di kediaman Gurpinar, Gulseren sedang berada di kamar Hazal untuk membantu menjalin rambut anak perempuannya tersebut. Hhmmm... Pemandangan yang sederhana, tapi tetap terlihat manis dan mengesankan. Coba, apa pernah Dilara melakukan itu kepada Cansu atau juga Hazal??! Tak lama setelah Gulseren selesai dengan jalinan rambut Hazal, Emine masuk ke kamar mereka untuk memberitahukan bahwa Gulseren dan Hazal sudah ditunggu oleh Cihan di ruang keluarga.

*Ternyata Cihan bermaksud untuk membicarakan tentang kejadian mencekam yang telah terjadi di rumah itu bersama dengan seluruh anggota keluarga. Gulseren yang semula tampak hanya berdiri di belakang kursi roda Hazal, dipaksa Cihan untuk duduk seperti halnya yang lain. Sepintas Dilara dengan lirikannya, terlihat tidak suka dengan ikutnya Gulseren di pertemuan keluarga malam itu. Selain Dilara, Ozan rupanya juga merasa tidak nyaman dengan kehadiran Gulseren. Ingatannya justru kembali kepada sewaktu dia dan Dilara membicarakan Gulseren di siangnya. Dilara akhirya meninggalkan ruangan itu sebagai tanda bahwa ia tidak sependapat dengan semua yang dikatakan Cihan. Menyusul kemudian Ozan yang meninggalkan ruang keluarga tersebut.

*Cihan akhirnya menyusul Dilara ke kamar. Mereka rupanya masih melanjutkan perdebatan tentang Gulseren . Berdua itu, hhheeiissstt... Saling kekeuh dengan pendiriannya sendiri-sendiri...

*Di rumah sakit, Oskan menyuruh Engin untuk memanggil Nuray dan bayinya agar menemuinya di ruangan ICU.  Lagi-lagi... Keriman tiba-tiba datang untuk menyela dan menghantui, wkwkwkwkwkwkkk...

*Cihan dan Rahmi melakukan pembicaraan di ruangan kerja Cihan. Pasangan ayah dan anak ini sepertinya memang ditakdirkan untuk saling tidak akur satu sama lain. Dasarnya Rahmi sebagai orang tua tidak bisa memposisikan dirinya  sebagaimana mestinya sebagai orang tua yang baik kepada Cihan, makanya setiap kali mereka terlibat pembicaraan selalu berakhir dengan lebih banyak ricuhnya, hhhuufft... Seperti juga pembicaraan malam itu di ruang kerja, perselisihan antara Cihan dan ayahnya tak bisa terelakkan lagi. Bahkan secara tidak sengaja, Dilara pun kebagian juga suara-suara keras dari ruang kerja suaminya tersebut. Dilara  akhirnya memutuskan untuk masuk dan bermaksud untuk menengahi. Dilara yang cenderung berpihak kepada sang ayah mertua, justru akhirnya ikut kebagian bentakan dari Cihan.

*Selepas berselisih paham dengan ayah dan istrinya, Cihan menemui Cansu di kamarnya. Gadis manis yang tengah gundah-gulana sambil duduk di dekat jendela kamarnya itu akhirnya mendapat pelukan hangat lagi berikut kalimat-kalimat menyejukkan hati dari sang ayah. Selalu suka ketika Cihan memanggil dua putrinya dengan sebutan, “guzel kisim” atau juga “janem benim”... Iiih..iihh... Mendadak ingin jadi Cansu saja, alih-alih ngidam pengen jadi Gulseren, wkwkwkwkwkwkkk..

*Sementara Cihan bersama Cansu, di kamar lainnya, Hazal sedang dipijat kakinya oleh Gulseren, sambil terus saling bicara.

*Ketika Gulseren sudah meninggalkan kamar, Hazal mencoba untuk berdiri dari kursi rodanya, berusaha berjalan sendiri sebisanya. Dan kejutannya, Hazal ternyata sudah bisa berdiri sendiri, walaupun belum sempurna benar. Pijatan tangan Gulseren di kaki Hazal sepertinya membawa efek yang luar biasa ya, hehhe..

*Di dapur, Gulseren sedang mencari makanan/buah di kulkas untuk diberikan kepada Hazal. Emine yang kebetulan melihat Gulseren, turut membantu. Diam-diam Dilara mengamati dan mendengarkan pembicaraan antara Emine dan Gulseren. Raut wajah tidak suka ditunjukkan Dilara ketika melihat Gulseren masih saja berkeliaran di rumahnya, wwweew...

*Cihan dan Dilara di kamarnya sendiri-sendiri seperti sedang tenggelam dalam lamunan mereka. Ozan sempat datang menghampiri ibunya di kamar untuk sekadar menenangkan dan memberikan semangat kepada Dilara.

*Gulseren yang sedang tidur di samping Hazal, begitu terkejut dengan kehadiran Cihan yang tiba-tiba ke kamar Hazal. Duh, ini dia yang selalu sukses bikin saiya baperrr... Pandangan mata dalam diam antara Cihan dan Gulseren dan juga sekadar sentuhan lembut di tangan Gulseren dari Cihan... Berasa yang lembut dan simpel tersebut, berdampak selangit dan menentramkan jiwa, uuuuuggghhh...

*Chandan menjemput Harun di bandara. Di scene ini, jangan lewatkan untuk mendengar musik ilustrasinya yang keren dan seolah-olah ikut mendukung suasana yang dimaksudkan, hehhe...
Harun dan Chandan akhirnya berteu dan meneruskan perjalanan mereka dengan Range Rover hitam mengkilat.

*Pagi di kediaman Gurpinar, Emine menyapa Gulseren dan Hazal di kamar.

*Keriman si tukang makan, sedang menunggui Oskan di samping tempat tidur sambil mulut yang tak lepas untuk mengunyah bermacam-macam makanan yang ada di hadapannya. Tak lama kemudian, Nuray datang menyusul ke kamar membawa serta bayinya. Ketika perawat datanag untuk menyampaikan sesuatu, Keriman, Nuray, dan Oskan tampak sedikit kebingungan, lalu berubah panik, dan akhirnya kaget kemudian, wkwkwkwkkk... Entah apa yang mereka omongkan... Mungkin perawat menyinggung soal tagihan rumah sakit, hahha...

*Di ruang makan keluarga Gurpinar, Ozan dan Dilara sedang bersiap-siap untuk sarapan. Kembali ibu dan anak ini membicarakan tentang Gulseren.

*Ketika sang istri sedang bersiap untuk sarapan, Cihan justru di ruangan kerjanya sedang serius bersama Yildirim membaca koran terbaru yang memuat berita tentang kejadian mencekam yang terjadi kemarin di rumahnya. Ozan sempat datang menyusul ke ruangan kerja ayahnya.

*Sesaat setelah meakukan pembicaraan dengan Yildirim, Cihan bergegas menuju ke ruang makan untuk sarapan. Yildirim menyempatkan untuk menyapa semua yang di ruang makan. Sempat ditawari Dilara untuk sekaliyan ikut sarapan, namun Yildirim menolaknya dan memilih untuk segera pamit undur diri.

*Di meja makan, Dilara sepertinya kembali menyulut perselisihan, hingga akhirnya Cansu memilih untuk meninggalkan meja makan, bahkan sebelum gadis itu menyantap sarapannya. Cihan pun ikut-ikutan kesal dengan sikon yang baru saja terjadi tadi. Lain halnya dengan Hazal... Gadis berparas culas tersebut justru seolah-olah menambah keruh suasana dengan umpatan-umpatannya. Hhhhhhhh...

*Cihan menelpon Ozan yang sedang santai sambil jogging di tepian Bosphorus.

*Dilara meenghampiri Cansu di kamarnya untuk berusaha menenangkan sekaligus menetralkan suasana, selepas yang tidak menyenangkan tadi di meja makan. Tapi Cansu sudah terlanjur kecewa dengan sikap Dilara. Perdebatan kembali terjadi antara Cansu dan Dilara dan lagi-lagi Gulseren lah yang menjadi isu utamanya. Sampai akhirnya Cansu nekad untuk mengusir Dilara dari kamarnya.

*Keriman datang menemui Chandan di kantornya untuk membicarakan masalah Oskan. Chandan kemudian memberikan selembar kertas kepada Keriman. Apa itu isi lembaran kertasnya? Ntar tonton saja sendiri, hehhe..

*Dilara kembali bertemu dengan Gulseren yang sedang merapikan kamar Hazal. Kali ini Dilara rupanya lebih sibuk dengan pembicaraannya di telpon daripada memulai perdebatan lagi dengan Gulseren. Tapi teteup... Tatapan mata Dilara yang tajam kepada Gulseren, sudah mewakilkan segala kebencian yang ada, eeeyyyaaa...

*Justru yang sedang terlibat pertengkaran adalah Cansu dan Hazal. Hazal yang tiba-tiba muncul dengan kursi rodanya ketika Cansu sedang menelpon dan terdengar menyebutkan nama Hazal, langsung saja menyerang Cansu dengan kalimat-kalimat pedasnya. Gadis berambut pirang ini memang selalu ribet dengan prasangka-prasangka jeleknya berikut watak emosionalnya yang ngeselin.  Hhhaah... Pertengkaran itu akhirnya mereda ketika Dilara datang untuk melerai kedua putrinya. Seperti biasa, sang drama queen kembali menunjukkan kebolehannya... Akting..akting... Seolah-olah dia sudah berusaha manis di hadapan Cansu hingga akhirnya justru Cansu yang terlihat ‘setan’ di hadapan Dilara. Pada akhirnya, Cansu memilih untuk meninggalkan Dilara dan Hazal berdua saja di ruang keluarga.

NEXT: Harun menelpon Cihan.

17.01.00 Unknown
#sinopsis_cansuhazal2_eps3
#paramparca2_bolum32part2
Tayang: Rabu, 22 Juni 2016
0leh : Anies Widiyarti. Bersama Debby Arin Anggraini, Anisa Puji Rahayu, Indrie Puspita, Intan Hapsari.



*Selepas dibebaskan dari penjara, Ozan berada di kantor ayahnya untuk menjelaskan duduk permasalahan sebenarnya. Dengan ditemani Yildirim, Cihan mendengarkan semua penjelasan dari anaknya tersebut.

*Sementara itu di kediaman Gurpinar, pasca ribut-ribut ketika Gulseren dicegah pergi oleh Cihan dan Cansu, Gulseren dan Cansu sedang bicara berdua di dalam kamar. Pasangan ibu dan anak ini terlihat sangat serasi, nyaman, dan saling menenangkan satu sama lain.

*Balik ke kantor Cihan, Ozan menjelaskan kepada ayahnya dan juga Yildirim kronologis peristiwa sebelum akhirnya dia ditangkap dengan tuduhan membawa narkoba sewaktu di diskotik. Di tengah-tengah pembicaraan, Yildirim dan Cihan mencoba menyinggung sekaligus menghubung-hubungkan antara masalah penjebakan Ozan dengan peristiwa meledaknya bom di garasi rumah Cihan. Ozan yang tidak tahu apa-apa merasa terkejut sekaligus bingung dengan kabar yang disinggung oleh ayahnya dan juga Yildirim.

*Rahmi baru saja pulang ke rumah dan merasa bingung dengan keramaian di sekitar kediaman Gurpinar. Rahmi kemudian bertanya kepada Mustafa, salah satu staf keamanan yang sedang bertugas, tentang apa yang sebenarnya tengah terjadi.

*Alper dan Soulmas datang mengunjungi Dilara dengan bergaya sok ikut prihatin dengan musibah yang telah terjadi di kediaman Gurpinar. Mereka berdua sempat bertemu dengan Gulseren yang secara kebetulan tengah berjalan di ruang depan.

*Cihan mengantar Ozan pulang ke rumah. Cihan juga masih sempat bertemu denagn Alper dan Soulmas. Sementara ayahnya berbincang dengan Alper dan Soulmas, Ozan langsung masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Dilara di ruang depan. Setelahnya, Ozan pergi menemui Hazal di kamarnya. Di sinilah Ozan bertemu dengan Gulseren. Tak ada sepatah katapun yang terucap, bahkan Gulseren justru merasa sangat rikuh ketika bertatap muka dengan sulung dari Cihan dan Dilara tersebut.

*Ozan kembali ke ruang tv untuk berbicara dengan Dilara. Di antara pembicaraan tersebut, mereka berdua menyinggung-nyinggung tentang Gulseren dan keberadaannya di rumah megah itu.

*Chandan sedang sibuk mempersiapkan kedatangan Harun di Istanbul. Hhmmm... Siapa itu Harun? Kita lihat saja nanti ya, hahha... Chandan menyuruh beberapa staf rumah tangga untuk membersihkan dan membereskan sebuah ruangan. Mungkin ini nanti bakal dipakai jadi tempat tinggalnya si Harun itu...

*Rahmi kembali menemui temannya, melanjutkan pembicaraan sebelumnya tentang tanggungan-tanggungan Rahmi selama masih berada di Rusia dan Ukraina.

*Cihan berbicara dengan Azmi, menanyakan tentang Rahmi. Tak lama kemudian, Cihan menelpon ayahnya tersebut. Rahmi yang sedang serius berbicara dengan temannya menjadi tampak sedikit gugup ketika mengangkat telpon dari Cihan.

*Keriman, Nuray, dan Engin berada di rumah sakit untuk menemani Oskan yang sedang menjalani operasi. Selesai operasi, Nuray masuk ke ruangan ICU menemui Oskan, sambil membawa anaknya yang masih bayi.  Eeeaalllah... Malah Keriman main nylonong saja, ikut-ikutan masuk ke ruangan ICU. Karena kehebohan Keriman juga, akhirnya perawat menyuruh Nuray dan Keriman keluar dari ruangan ICU dan hanya diperbolehkan melihat Oskan dari balik kaca. Akan tetapi, Oskan meminta kepada perawat untuk membawa anaknya masuk kembali ke ruangan ICU. Ya elllah, si botak... Bisa nangis terharu juga eeuuyyy... Melihat anaknya yang sedang dalam gendongan sang perawat.

*Di kediaman Gurpinar, Gulseren sedang berada di kamar Hazal untuk membantu menjalin rambut anak perempuannya tersebut. Hhmmm... Pemandangan yang sederhana, tapi tetap terlihat manis dan mengesankan. Coba, apa pernah Dilara melakukan itu kepada Cansu atau juga Hazal??! Tak lama setelah Gulseren selesai dengan jalinan rambut Hazal, Emine masuk ke kamar mereka untuk memberitahukan bahwa Gulseren dan Hazal sudah ditunggu oleh Cihan di ruang keluarga.

*Ternyata Cihan bermaksud untuk membicarakan tentang kejadian mencekam yang telah terjadi di rumah itu bersama dengan seluruh anggota keluarga. Gulseren yang semula tampak hanya berdiri di belakang kursi roda Hazal, dipaksa Cihan untuk duduk seperti halnya yang lain. Sepintas Dilara dengan lirikannya, terlihat tidak suka dengan ikutnya Gulseren di pertemuan keluarga malam itu. Selain Dilara, Ozan rupanya juga merasa tidak nyaman dengan kehadiran Gulseren. Ingatannya justru kembali kepada sewaktu dia dan Dilara membicarakan Gulseren di siangnya. Dilara akhirya meninggalkan ruangan itu sebagai tanda bahwa ia tidak sependapat dengan semua yang dikatakan Cihan. Menyusul kemudian Ozan yang meninggalkan ruang keluarga tersebut.

*Cihan akhirnya menyusul Dilara ke kamar. Mereka rupanya masih melanjutkan perdebatan tentang Gulseren . Berdua itu, hhheeiissstt... Saling kekeuh dengan pendiriannya sendiri-sendiri...

*Di rumah sakit, Oskan menyuruh Engin untuk memanggil Nuray dan bayinya agar menemuinya di ruangan ICU.  Lagi-lagi... Keriman tiba-tiba datang untuk menyela dan menghantui, wkwkwkwkwkwkkk...

*Cihan dan Rahmi melakukan pembicaraan di ruangan kerja Cihan. Pasangan ayah dan anak ini sepertinya memang ditakdirkan untuk saling tidak akur satu sama lain. Dasarnya Rahmi sebagai orang tua tidak bisa memposisikan dirinya  sebagaimana mestinya sebagai orang tua yang baik kepada Cihan, makanya setiap kali mereka terlibat pembicaraan selalu berakhir dengan lebih banyak ricuhnya, hhhuufft... Seperti juga pembicaraan malam itu di ruang kerja, perselisihan antara Cihan dan ayahnya tak bisa terelakkan lagi. Bahkan secara tidak sengaja, Dilara pun kebagian juga suara-suara keras dari ruang kerja suaminya tersebut. Dilara  akhirnya memutuskan untuk masuk dan bermaksud untuk menengahi. Dilara yang cenderung berpihak kepada sang ayah mertua, justru akhirnya ikut kebagian bentakan dari Cihan.

*Selepas berselisih paham dengan ayah dan istrinya, Cihan menemui Cansu di kamarnya. Gadis manis yang tengah gundah-gulana sambil duduk di dekat jendela kamarnya itu akhirnya mendapat pelukan hangat lagi berikut kalimat-kalimat menyejukkan hati dari sang ayah. Selalu suka ketika Cihan memanggil dua putrinya dengan sebutan, “guzel kisim” atau juga “janem benim”... Iiih..iihh... Mendadak ingin jadi Cansu saja, alih-alih ngidam pengen jadi Gulseren, wkwkwkwkwkwkkk..

*Sementara Cihan bersama Cansu, di kamar lainnya, Hazal sedang dipijat kakinya oleh Gulseren, sambil terus saling bicara.

*Ketika Gulseren sudah meninggalkan kamar, Hazal mencoba untuk berdiri dari kursi rodanya, berusaha berjalan sendiri sebisanya. Dan kejutannya, Hazal ternyata sudah bisa berdiri sendiri, walaupun belum sempurna benar. Pijatan tangan Gulseren di kaki Hazal sepertinya membawa efek yang luar biasa ya, hehhe..

*Di dapur, Gulseren sedang mencari makanan/buah di kulkas untuk diberikan kepada Hazal. Emine yang kebetulan melihat Gulseren, turut membantu. Diam-diam Dilara mengamati dan mendengarkan pembicaraan antara Emine dan Gulseren. Raut wajah tidak suka ditunjukkan Dilara ketika melihat Gulseren masih saja berkeliaran di rumahnya, wwweew...

*Cihan dan Dilara di kamarnya sendiri-sendiri seperti sedang tenggelam dalam lamunan mereka. Ozan sempat datang menghampiri ibunya di kamar untuk sekadar menenangkan dan memberikan semangat kepada Dilara.

*Gulseren yang sedang tidur di samping Hazal, begitu terkejut dengan kehadiran Cihan yang tiba-tiba ke kamar Hazal. Duh, ini dia yang selalu sukses bikin saiya baperrr... Pandangan mata dalam diam antara Cihan dan Gulseren dan juga sekadar sentuhan lembut di tangan Gulseren dari Cihan... Berasa yang lembut dan simpel tersebut, berdampak selangit dan menentramkan jiwa, uuuuuggghhh...

*Chandan menjemput Harun di bandara. Di scene ini, jangan lewatkan untuk mendengar musik ilustrasinya yang keren dan seolah-olah ikut mendukung suasana yang dimaksudkan, hehhe...
Harun dan Chandan akhirnya berteu dan meneruskan perjalanan mereka dengan Range Rover hitam mengkilat.

*Pagi di kediaman Gurpinar, Emine menyapa Gulseren dan Hazal di kamar.

*Keriman si tukang makan, sedang menunggui Oskan di samping tempat tidur sambil mulut yang tak lepas untuk mengunyah bermacam-macam makanan yang ada di hadapannya. Tak lama kemudian, Nuray datang menyusul ke kamar membawa serta bayinya. Ketika perawat datanag untuk menyampaikan sesuatu, Keriman, Nuray, dan Oskan tampak sedikit kebingungan, lalu berubah panik, dan akhirnya kaget kemudian, wkwkwkwkkk... Entah apa yang mereka omongkan... Mungkin perawat menyinggung soal tagihan rumah sakit, hahha...

*Di ruang makan keluarga Gurpinar, Ozan dan Dilara sedang bersiap-siap untuk sarapan. Kembali ibu dan anak ini membicarakan tentang Gulseren.

*Ketika sang istri sedang bersiap untuk sarapan, Cihan justru di ruangan kerjanya sedang serius bersama Yildirim membaca koran terbaru yang memuat berita tentang kejadian mencekam yang terjadi kemarin di rumahnya. Ozan sempat datang menyusul ke ruangan kerja ayahnya.

*Sesaat setelah meakukan pembicaraan dengan Yildirim, Cihan bergegas menuju ke ruang makan untuk sarapan. Yildirim menyempatkan untuk menyapa semua yang di ruang makan. Sempat ditawari Dilara untuk sekaliyan ikut sarapan, namun Yildirim menolaknya dan memilih untuk segera pamit undur diri.

*Di meja makan, Dilara sepertinya kembali menyulut perselisihan, hingga akhirnya Cansu memilih untuk meninggalkan meja makan, bahkan sebelum gadis itu menyantap sarapannya. Cihan pun ikut-ikutan kesal dengan sikon yang baru saja terjadi tadi. Lain halnya dengan Hazal... Gadis berparas culas tersebut justru seolah-olah menambah keruh suasana dengan umpatan-umpatannya. Hhhhhhhh...

*Cihan menelpon Ozan yang sedang santai sambil jogging di tepian Bosphorus.

*Dilara meenghampiri Cansu di kamarnya untuk berusaha menenangkan sekaligus menetralkan suasana, selepas yang tidak menyenangkan tadi di meja makan. Tapi Cansu sudah terlanjur kecewa dengan sikap Dilara. Perdebatan kembali terjadi antara Cansu dan Dilara dan lagi-lagi Gulseren lah yang menjadi isu utamanya. Sampai akhirnya Cansu nekad untuk mengusir Dilara dari kamarnya.

*Keriman datang menemui Chandan di kantornya untuk membicarakan masalah Oskan. Chandan kemudian memberikan selembar kertas kepada Keriman. Apa itu isi lembaran kertasnya? Ntar tonton saja sendiri, hehhe..

*Dilara kembali bertemu dengan Gulseren yang sedang merapikan kamar Hazal. Kali ini Dilara rupanya lebih sibuk dengan pembicaraannya di telpon daripada memulai perdebatan lagi dengan Gulseren. Tapi teteup... Tatapan mata Dilara yang tajam kepada Gulseren, sudah mewakilkan segala kebencian yang ada, eeeyyyaaa...

*Justru yang sedang terlibat pertengkaran adalah Cansu dan Hazal. Hazal yang tiba-tiba muncul dengan kursi rodanya ketika Cansu sedang menelpon dan terdengar menyebutkan nama Hazal, langsung saja menyerang Cansu dengan kalimat-kalimat pedasnya. Gadis berambut pirang ini memang selalu ribet dengan prasangka-prasangka jeleknya berikut watak emosionalnya yang ngeselin.  Hhhaah... Pertengkaran itu akhirnya mereda ketika Dilara datang untuk melerai kedua putrinya. Seperti biasa, sang drama queen kembali menunjukkan kebolehannya... Akting..akting... Seolah-olah dia sudah berusaha manis di hadapan Cansu hingga akhirnya justru Cansu yang terlihat ‘setan’ di hadapan Dilara. Pada akhirnya, Cansu memilih untuk meninggalkan Dilara dan Hazal berdua saja di ruang keluarga.

NEXT: Harun menelpon Cihan.

#AniesWidiyarti_TerusikHargaDiriDiRumahSendiri_CnH2_2 Sudah mulai masuk tayangan episode baru di season yang kedua ya, Paramparca Fan... Langsung dibuka juga dengan berondongan konflik yang serius. Mulai dari bom yang meledak di garasi, Hazal yang tercebur ke laut (hhmmm... Gampangnya memang menyebutnya laut gitu... Padahal selat saja, wkwkwkwkkk), Dilara yang sakit hati karena tidak terima dengan kehadiran Gulseren di rumahnya, Gulseren yang serba rikuh berada di rumah Dilara, sampai masalah Ozan yang dijebak dengan narkoba ketika berada di diskotik dan terpaksa harus menginap di hotel prodeo... Hhhuufftt... Lelah dan berasa penat.

Khusus untuk Dilara... Perempuan cantik super stylish ini berasa seperti harus berulang kali terusir dari rumahnya sendiri karena harga dirinya yang tidak mengizinkan untuk Gulseren berdiam di rumah megahnya. Hahha... Bagi Dilara, dia wajib merasa sewot dan kesal ketika perempuan saingannya makin berani menunjukkan eksistensinya di dekat sang suami. Hhmmm...  Wajar siee ya, toh memang dia sebetulnya yang paling berkepentingan, hehhe.. Terlebih ketika Cihan berkali-kali ternyata lebih memilih untuk memertahankan Gulseren daripada sekadar mendengarkan dan memihak istrinya sendiri, berasa bukan lagi hanya terusik dan terusir kali ya, akan tetapi sudah seperti terinjak-injak harga diri. 

Akan tetapi jangan buru-buru juga untuk mengatakan kl semua konflik ini berpangkal dari kecemburuan atas nama cinta atau juga rebutan laki-laki, wweew... Dilara yang di mata Cihan tak pernah peduli tentang cinta dan hanya harga diri serta kehormatan yang selalu jadi atensi utamanya, menjadi terlihat begitu emosional dan egois hanya karena dia tidak mau kehilangan harga diri atau juga ‘kalah’ dari seorang perempuan sederhana (baca: miskin) seperti halnya Gulseren. Mati-matian Dilara memertahankan Cihan sebagai suaminya, mencegah Gulseren untuk berdekatan dengan Cihan, semata-mata karena Dilara memang tidak ingin keluarganya menjadi bahan pergunjingan negatif di khalayak, alih-alih memertahankan Cihan karena benar-benar mencintai suaminya tersebut. Pun dengan anak-anaknya... Dilara lagi-lagi hanya sibuk untuk membentuk citra putra-putrinya, mendidiknya dengan cara-cara yang ambisius, tapi alpa mengajarkan dan menanamkan kasih sayang kepada Ozan, Cansu, dan juga Hazal.

Namun darah tetap lebih kental daripada air, tumbuh sebagai anak yang dibesarkan dengan segala fasilitas yang memadai, tidak membuat Cansu culas atau sombong. Cansu adalah Cansu yang sedikit-banyak mewarisi sifat Gulseren yang manis dan sensitif. Cansu yang selalu berusaha sabar dengan kemarahan-kemarahan Hazal, sang anak asli dari Dilara dan Cihan Gurpinar, Cansu yang tulus ingin berbagi dengan Hazal, tapi sayang Hazal terlalu ‘mabuk’ dengan status OKBnya. Cansu dengan sifat sensitifnya bahkan mampu untuk menenangkan Gulseren yang gemetaran karena membayangkan andaikata Hazal tidak berhasil diselamatkan dari ganasnya gelombang laut. Bahkan putri Gulseren dan Oscan Gulpinar ini mampu menunjukkan kedewasaannya ketika menilai hubungan antara Cihan, Gulseren, dan juga Dilara. Cansu hanya peduli hubungannya dengan Gulseren dan bukan dalam usaha untuk mendekatkan Cihan dengan ibu kandungnya, serta menjauhkan Cihan dari Dilara. Tak bisakah Dilara mencoba untuk mengurai konflik yang menimpa keluarganya dengan cara-cara yang bijak?

Toh Gulseren juga bukan tipe perempuan genit yang semata-mata semakin bertingkah dan memikirkan dirinya sendiri untuk bagaimana bisa secepatnya menikah dengan Cihan Gurpinar. Kehadiran Gulseren di rumah Dilara dan Cihan hanya untuk kepentingan Hazal. Hazal yang selama ini lebih banyak menyakitinya karena ‘penyakit’ tak kuat miskin, tak jua membuat Gulseren mengurangi kasih sayangnya sebagai ibu kepada anak, meskipun pada akhirnya diketahui bahwa Hazal memang bukan anak biologisnya bersama Oskan. Ketulusan dan kesabarannya menghadapi Hazal bahkan seringkali membuat Cansu merasa cemburu dan terabaikan. Padahal bukan maksud Gulseren untuk pilih kasih, hanya saja Cansu yang merasa bahwa dia adalah anak kandung Gulseren,  harusnya dia lebih pantas diperlakukan seperti itu. Sabar, Cansu sayang...

Hazal yang culas dan egois tak ketulungan... Berasa pantas kl akhirnya dia yang jadinya anak Dilara, hehhe... Pokoknya maunya dia yang mengusai semuanya. Kl boleh berpendapat, Hazal yang hobi merendahkan Gulseren ini sebenarnya tetap lebih nyaman di dekat Gulseren daripada Dilara sang ibu kandung. Dilara hanya dijadikan Hazal sebagai alat untuk menaikkan status sosialnya. Lihatlah ketika dia mencegah Gulseren pergi sementara ada Dilara di dekatnya... Dilara oh Dilara... Ada lubang bernama “KASIH SAYANG” yang selama ini kau biarkan menganga dan tak terawat baik sebagai upaya untuk membuat keluargamu merasa nyaman. Kau hanya sibuk dengan urusan yayasan, arisan para sosialita, dan juga kekayaan yang seperti tak ada habisnya. Baiklah kau memang tidak jahat atau juga keterlaluan kepada Ozan, Cansu, dan Hazal, tapi tetap yang tidak jahat itu belum bisa menjawab plus memenuhi apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anakmu.

Hingga akhirnya kau seperti dikerjai terus-menerus oleh adik tirimu, Alper... Boleh jadi karena cerita dominasi itu sudah terlalu memuakkan bagi sekitarmu. Berasa kekayaan itu jadinya malah seperti kutukan kan??! Bahkan ketika kekayaan dan harga diri sudah terlampau menguasai, yang namanya suami, anak-anak, atau juga saudara layaknya hanya tempelan tak penting saja. Berasa kl ada uang seperti semuanya bisa dibeli dan diatur semaunya sendiri dan mulai mematikan hati pada akhirnya. Berharap Dilara tidak semakin sibuk dengan prasangka-prasangkanya sendiri, tanpa mau berusaha mengerti bagaimana sebenarnya semua konflik bisa terjadi. Salam hangat.

05.59.00 Unknown
#AniesWidiyarti_TerusikHargaDiriDiRumahSendiri_CnH2_2 Sudah mulai masuk tayangan episode baru di season yang kedua ya, Paramparca Fan... Langsung dibuka juga dengan berondongan konflik yang serius. Mulai dari bom yang meledak di garasi, Hazal yang tercebur ke laut (hhmmm... Gampangnya memang menyebutnya laut gitu... Padahal selat saja, wkwkwkwkkk), Dilara yang sakit hati karena tidak terima dengan kehadiran Gulseren di rumahnya, Gulseren yang serba rikuh berada di rumah Dilara, sampai masalah Ozan yang dijebak dengan narkoba ketika berada di diskotik dan terpaksa harus menginap di hotel prodeo... Hhhuufftt... Lelah dan berasa penat.

Khusus untuk Dilara... Perempuan cantik super stylish ini berasa seperti harus berulang kali terusir dari rumahnya sendiri karena harga dirinya yang tidak mengizinkan untuk Gulseren berdiam di rumah megahnya. Hahha... Bagi Dilara, dia wajib merasa sewot dan kesal ketika perempuan saingannya makin berani menunjukkan eksistensinya di dekat sang suami. Hhmmm...  Wajar siee ya, toh memang dia sebetulnya yang paling berkepentingan, hehhe.. Terlebih ketika Cihan berkali-kali ternyata lebih memilih untuk memertahankan Gulseren daripada sekadar mendengarkan dan memihak istrinya sendiri, berasa bukan lagi hanya terusik dan terusir kali ya, akan tetapi sudah seperti terinjak-injak harga diri. 

Akan tetapi jangan buru-buru juga untuk mengatakan kl semua konflik ini berpangkal dari kecemburuan atas nama cinta atau juga rebutan laki-laki, wweew... Dilara yang di mata Cihan tak pernah peduli tentang cinta dan hanya harga diri serta kehormatan yang selalu jadi atensi utamanya, menjadi terlihat begitu emosional dan egois hanya karena dia tidak mau kehilangan harga diri atau juga ‘kalah’ dari seorang perempuan sederhana (baca: miskin) seperti halnya Gulseren. Mati-matian Dilara memertahankan Cihan sebagai suaminya, mencegah Gulseren untuk berdekatan dengan Cihan, semata-mata karena Dilara memang tidak ingin keluarganya menjadi bahan pergunjingan negatif di khalayak, alih-alih memertahankan Cihan karena benar-benar mencintai suaminya tersebut. Pun dengan anak-anaknya... Dilara lagi-lagi hanya sibuk untuk membentuk citra putra-putrinya, mendidiknya dengan cara-cara yang ambisius, tapi alpa mengajarkan dan menanamkan kasih sayang kepada Ozan, Cansu, dan juga Hazal.

Namun darah tetap lebih kental daripada air, tumbuh sebagai anak yang dibesarkan dengan segala fasilitas yang memadai, tidak membuat Cansu culas atau sombong. Cansu adalah Cansu yang sedikit-banyak mewarisi sifat Gulseren yang manis dan sensitif. Cansu yang selalu berusaha sabar dengan kemarahan-kemarahan Hazal, sang anak asli dari Dilara dan Cihan Gurpinar, Cansu yang tulus ingin berbagi dengan Hazal, tapi sayang Hazal terlalu ‘mabuk’ dengan status OKBnya. Cansu dengan sifat sensitifnya bahkan mampu untuk menenangkan Gulseren yang gemetaran karena membayangkan andaikata Hazal tidak berhasil diselamatkan dari ganasnya gelombang laut. Bahkan putri Gulseren dan Oscan Gulpinar ini mampu menunjukkan kedewasaannya ketika menilai hubungan antara Cihan, Gulseren, dan juga Dilara. Cansu hanya peduli hubungannya dengan Gulseren dan bukan dalam usaha untuk mendekatkan Cihan dengan ibu kandungnya, serta menjauhkan Cihan dari Dilara. Tak bisakah Dilara mencoba untuk mengurai konflik yang menimpa keluarganya dengan cara-cara yang bijak?

Toh Gulseren juga bukan tipe perempuan genit yang semata-mata semakin bertingkah dan memikirkan dirinya sendiri untuk bagaimana bisa secepatnya menikah dengan Cihan Gurpinar. Kehadiran Gulseren di rumah Dilara dan Cihan hanya untuk kepentingan Hazal. Hazal yang selama ini lebih banyak menyakitinya karena ‘penyakit’ tak kuat miskin, tak jua membuat Gulseren mengurangi kasih sayangnya sebagai ibu kepada anak, meskipun pada akhirnya diketahui bahwa Hazal memang bukan anak biologisnya bersama Oskan. Ketulusan dan kesabarannya menghadapi Hazal bahkan seringkali membuat Cansu merasa cemburu dan terabaikan. Padahal bukan maksud Gulseren untuk pilih kasih, hanya saja Cansu yang merasa bahwa dia adalah anak kandung Gulseren,  harusnya dia lebih pantas diperlakukan seperti itu. Sabar, Cansu sayang...

Hazal yang culas dan egois tak ketulungan... Berasa pantas kl akhirnya dia yang jadinya anak Dilara, hehhe... Pokoknya maunya dia yang mengusai semuanya. Kl boleh berpendapat, Hazal yang hobi merendahkan Gulseren ini sebenarnya tetap lebih nyaman di dekat Gulseren daripada Dilara sang ibu kandung. Dilara hanya dijadikan Hazal sebagai alat untuk menaikkan status sosialnya. Lihatlah ketika dia mencegah Gulseren pergi sementara ada Dilara di dekatnya... Dilara oh Dilara... Ada lubang bernama “KASIH SAYANG” yang selama ini kau biarkan menganga dan tak terawat baik sebagai upaya untuk membuat keluargamu merasa nyaman. Kau hanya sibuk dengan urusan yayasan, arisan para sosialita, dan juga kekayaan yang seperti tak ada habisnya. Baiklah kau memang tidak jahat atau juga keterlaluan kepada Ozan, Cansu, dan Hazal, tapi tetap yang tidak jahat itu belum bisa menjawab plus memenuhi apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anakmu.

Hingga akhirnya kau seperti dikerjai terus-menerus oleh adik tirimu, Alper... Boleh jadi karena cerita dominasi itu sudah terlalu memuakkan bagi sekitarmu. Berasa kekayaan itu jadinya malah seperti kutukan kan??! Bahkan ketika kekayaan dan harga diri sudah terlampau menguasai, yang namanya suami, anak-anak, atau juga saudara layaknya hanya tempelan tak penting saja. Berasa kl ada uang seperti semuanya bisa dibeli dan diatur semaunya sendiri dan mulai mematikan hati pada akhirnya. Berharap Dilara tidak semakin sibuk dengan prasangka-prasangkanya sendiri, tanpa mau berusaha mengerti bagaimana sebenarnya semua konflik bisa terjadi. Salam hangat.