\

Minggu, 12 Juni 2016

Posted by Unknown on 13.20.00 No comments
(10-6-2016) “Segar Di Antara Yang Berlebihan dan Membosankan” Tema single parents dalam cerita-cerita drama/sinetron dan juga film di Indonesia bukan lagi tema yang baru. Cerita tentang seorang ibu atau ayah yang seorang diri hidup dan mengasuh putra-putrinya dalam sebuah keluarga yang tak lagi lengkap, tak kalah menarik dengan cerita-cerita cinta antara sepasang kekasih atau juga rebutan harta warisan antar anggota keluarga (wwweew, wkwkwkwkwkkk...). Maka dari itu ketika pertama kali melihat promo sebuah program drama baru untuk mengisi ramadan dengan judul “Kesempurnaan Cinta” di Net. TV, saya langsung tertarik dan penasaran dengan sendirinya. Kl tidak salah, di cuplikannya dulu “Kesempurnaan Cinta” menampilkan slide per slide adegan yang memperlihatkan sebuah rumah tangga yang bahagia, lengkap dengan suami-istri yang tampak  serasi, berikut sepasang putra-putri yang manis. Tapi tiba-tiba kebahagiaan yang terlihat itu seketika lenyap ketika sang istri meninggal dunia karena menderita penyakit meningitis (radang selaput otak). Sang ayah yang kini hanya seorang diri  mau tidak mau harus berperan ganda, menjadi seorang ayah sekaligus juga ibu untuk mengasuh dua anaknya. Dari mulai masalah harus menghandle tugas-tugas rumah tangga yang dulu biasanya hanya dilakukan oleh sang istri, mengurus pekerjaan di kantor, sampai dengan menjadi pendengar yang setia untuk segala keluh-kesah anak-anaknya. Dari situlah konflik mulai berakar, dirangkai satu-persatu, menjadi suatu sajian menarik yang diharapkan bisa menjadi suatu gambaran, pelajaran, serta tuntunan dalam kehidupan sehari-hari. Selamat datang masalah, Satria!!! Hehhe..

Orang tua tunggal!!! Bukan tema yang baru, tapi tidak juga harus`menjadi alasan bahwa yang cerita yang disajikan tampak membosankan. Bukan juga sekadar cerita jiplakan yang meskipun dibilangnya kl itu terinspirasi atau apalah istilah-istilah lainnya untuk menutupi, tapi tetap saja yang tersaji terasa sekali kl yang ditonton itu adalah sebuah karya contekan yang serba nanggung dan dipaksakan. Hhmmm... Harusnya kl meniru itu total saja dunk, wkwkwkwkkk... Kembali lagi, cukup hadirkan cerita yang simpel-simpel saja, yang tidak asing dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, yang bisa dipetik langsung pelajaran serta hikmahnya di antara dramatisasi yang dibuat, sehingga penonton tidak merasa jengah dan muluk-muluk ketika menontonnya. Satu lagi, hadirkan para cast atau bintang yang tepat untuk merepresentasikan sekaligus menghidupkan alur cerita. Nah, kl yang ini tugas para produser dan juga sutradara untuk memilih. Berasa berjudi, ‘harap-harap cemas’ apakah bintang-bintangnya nanti mampu mengisi peran dan karakter sesuai dengan skenario dan alur yang diceritakan atau tidak, akan diterima dan akhirnya menjadi kesayangan atau idola para penonton atau tidak, sekali lagi, nama-nama tenar bukan jaminan untuk sebuah proyek drama atau film menjadi jaminan mutu. Yang tepat adalah karakter atau tokoh harusnya diisi dan dihidupkan oleh orang-orang yang tepat dan berbakat.

Kebetulan saja dua protagonis utama di “Kesempurnaan Cinta” menampilkan Ririn Dwi Aryanti dan juga Dimas Seto, yang masing-masing sudah punya nama serta jam terbang tinggi dalam persinetronan Indonesia, sehingga drama baru untuk mengisi slot program Ramadahan di Net.tv ini langsung mencuri perhatian. Selebihnya, para cast yang tampil di “Kesempurnaan Cinta” adalah perpaduan antara muka-muka lama dan baru. Sejauh empat episode berjalan, para cast mampu menghidupkan karakternya dengan baik, natural dan enjoy menghayati perannya, serta tidak lebay-badai, seperti yang biasanya karakter-karakter yang muncul di sinetron-sinetron pada umumnya.

Dari segi sinematografi, “Kesempurnaan Cinta” juga hadir dengan tampilan yang terkesan ‘teduh’, terkesan bahwa drama itu memang tontonan untuk keluarga. Berasa antara bahasa gambar, akting para cast, dan juga alur cerita yang berjalan, saling mendukung satu sama lain. Ditambah dengan music scoring yang pas berikut soundtracknya yang memang tengah hits dan bagus, membuat “Kesempurnaan Cinta” tidak gaduh dengan scoring yang lebay dan monoton, hahha... Sinetron Indonesia yang terlalu berkiblat ke Bollywood, terbiasa dengan dramatisasi music scoring yang berisik dan selalu terkesan hanya mengagetkan, wkwkwkwkkk...

Berharap, sampai dengan yang seterusnya, alur cerita dalam “Kesempurnaan Cinta” tetap berjalan sesuai dengan jalurnya. Jangan sampai di tengah jalan, terjadi ‘akrobat’ penceritaan’ yang justru membuat ilfeel para penontonnya. Setidak-tidaknya, hingga empat episode yang sudah ditayangkan, saya sudah mulai terikat dengan kehadiran para tokoh dan juga karakter-karakternya. Ada Satria yang sabar sekaligus ‘canggung’, Renata yang lembut dan keibuan, Jasmine yang sensitif dan pintar, Rafa si bungsu yang manis dan lucu, Hana si perempuan karier yang cerdas dan modern, sampai juga Ogel yang iseng dan becandaannya selalu menyegarkan. Tiap-tiap karakter inilah yang nantinya akan mewarnai alur cerita berikut jalinan konflik yang tersaji di dalamnya. Cara mereka menghadapi masalah, menyikapi segala keruwetannya, sejauh cerita yang sudah berjalan, terkesan wajar dan masuk akal. Ahh, bakal menyenangkan sekali andai “Kesempurnaan Cinta” tetap bertahan dengan seperti yang sudah terjadi. Berkesan gak sie melihat adegan ketika Yasmin menelpon ayahnya yang sedang berada di kantor, hanya untuk menanyakan berapa jam sekali dia harus berganti pembalut?! Xixixiii... Sederhana sekali, tapi sesuatu banget!!! Ini lhooh yang saya cari-cari dan rindukan... Yang keseharian saja, yang terlihat simpel, tapi penting dan sering terjadi di keseharian.

Atau juga ketika scene perkenalan Satria dan Renata dulu untuk pertama kalinya... Duh, dari akting tatapan mata antara Ririn dan Dimas saja, saya sudah merasakan chemistry antara keduanya. Berasa Renata itu seperti ‘wujud kedua’ dari istri Satria yang sudah meninggal dua tahun lalu. Hingga tak heran jika Satria ada pandangan begitu tertegun ketika melihat Renata untuk pertama kalinya. Beda lagi ketika Satria bersama Hana. Hhmmm... Berharap juga, karakter Hana jangan diantagoniskan yaaa... Biarlah begitu saja, apa adanya. Tak perlulah menggarisbawahi sesuatu yang klise bahwa yang baik pasti menang dan yang jahat akan menerima kekalahannya. Hehhe... Baik Renata dan Hana, masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Tak perlu juga scene-scene saling adu jahat dan mengakali hanya demi untuk merebut sang kekasih hati... Hadddeh.. Basi!!! Biarlah dari setiap karakter yang ada, cara mereka bergumul dengan konflik dan alur cerita, para penonton bisa mengambil setiap pelajaran dan hikmahnya. Ingat ya, yang simpel-simpel saja, biar selalu segar dan sekaligus hangat di mata para penonton. Mmmuuuaacchh...
 

0 comments:

Posting Komentar