\

Selasa, 02 Agustus 2016

Gempa itu... Mempertemukan lagi untuk kesekian kalinya, yang selalu  merasa dicampakkan... Meyakinkan lagi untuk satu hal, bahwa dia memang akan selalu datang dan pergi secara tak terduga untuk suatu tugas serta pengabdian... Mendamaikan untuk sementara waktu, antara kakak tingkat dengan adik tingkat semasa kuliah kedokteran, yang selalu bersaing dan bermusuhan... Memanusiakan para dokter di depan para pasien dan orang-orang yang ditolongnya... Bla..bla..bla... Tak ada musibah yang benar-benar akan jadi mimpi buruk untuk yang pandai memaknai... Di balik bencana dan musibah, selalu akan ada hikmah dan berkah yang dapat disyukuri.



*Tercampakkan Lagi

    Ech masa iya, Kapten?!! Memangnya ada apa antara dirimu dengan Dokter Kang Mo Yeon? Sudah jadiankah atau bagaimana?? Wkwkwkwkkk... Merasa dicampakkan untuk suatu hubungan yang masih serba teka-teki, walaupun sebenarnya segala tanda-tanda alam pasti kompak mengiyakan, kl dua insan tersebut tengah saling jatuh cinta. Merasa dicampakkan untuk suatu hal yang merasa sama-sama dirugikan karena tiap kali alam berasa akan segera merestui mereka untuk lebih dekat, pasti ada saja hal-hal yang menggagalkan untuk keduanya menjadi semakin intim dan saling meyakinkan. Setelah insiden mobil di atas bukit yang terancam jatuh ke laut, setelah gurauan jaket serta baju yang menerawang dan basah kuyup, mati lampu, atau juga radio kontrol, Si jin dan Mo Yeon layaknya sudah saling hangat dan menikmati kebersamaan mereka, lebih santai dalam berinteraksi, dan mulai cair dan bisa saling menimpali satu sama lain.
    Namun seperti biasa ketika mereka sudah sampai titik yang ditunggu, akhirnya malah lagi-lagi harus balik ke titik nol lagi alias buyar dan bubar jalan. Balik lagi ke acara klise, saling memendam perasaan, cemburu-cemburuan yang tak tahu kemana arah, dan sebagainya..dan sebagainya. Hhhuufftt... Harusnya setelah segala kenyamanan dan kehangatan itu didapat, tinggal eksekusi keseriusan yang ditunggu... Tapi ya itu tadi... Kali ini Si Jin juga yang harus memulai kegagalan dan mengakhirinya kemudian dengan menggantung (lagi)... Berpamitan kepada Mo Yeon untuk kembali ke Korea yang sekaligus memperingati hari pensiun sang ayah.
    Dan Mo Yeon hanya bisa tertegun bingung ketika akhirnya Si Jin mengakhiri pamitannya dengan memberi ‘hormat’ kepada sang dokter yang sedang kecewa dan sakit hati.



*Liburan ‘Garing’

    Seolah-olah seperti menggambarkan suasana hati Mo Yeon yang tidak merestui kepulangan Si Jin ke Korea, saat sudah berada di Seoul pun Si Jin berasa hampa,  kesepian, serta tak menikmati seperti biasanya. Kebersamaannya bersama Dae Young pun malah berubah jadi semacam ‘kecelakaan olahraga’ gara-gara yunior yang ingin balas dendam kepada sang senior, wkwkwkwkkk... Maraton eeeuuyyy sepanjang malam, hahahaaa... Dua orang laki-laki yang sebenarnya hatinya masih tertinggal jauh di Urk ini, berasa seperti terus-terusan terjebak melakukan kekonyolan satu sama lain. Belum lagi ketika insiden ‘t-shirt kembar’, wkwkwkwkkk... Berasa jadi anak panti asuhan yang telat dan ketuaan, hahha..
    Rasa ingin tahu tentang kabar seseorang yang di Urk pun harus ditempuh dengan berbagai cara. Gayanya saja sok cuek, tapi padahal saling merindu dan penasaran masing-masing. Gak Si Jin, tak jua Mo Yeon... Tak jua Dae Young... Gak juga Myung Joo... Pokoknya seribu akal demi untuk yang tercinta.


 


*Applause To Myung Joo

    Myung Joo... Si cantik yang culas, tapi menggemaskan ini... Suka dengan sikapnya yang pantang menyerah mengejar cintanya. Tak peduli dengan hadangan sang ayah, Sersan Seo Dae Young tetaplah yang paling jawara di hati. Berulang kali disikapi dingin oleh sang pujaan hati, tak jua membuat sikap perempuan ini mundur atau malu. Bahkan segala cara ditempuh demi bisa terus memantau Dae Young. Dan akhirnya, keteguhannya mendapatkan sedikit jawabannya. Teleponnya kepada Dae young, untuk kali ini diangkat oleh yang dimaksud. Tak peduli dengan Dae Young mau menanggapinya atau tidak, yang penting Myung Joo bisa mencurahkan segala cinta dan kerinduan di hati, sementara yang di seberang hanya mendengar, tanpa sepatah kata pun untuk meresponnya, bagi Myung Joo rasanya sudah sangat bahagia dan melegakan. Semangatttt, Myung Joo!!! Kau yang paling tahu hatimu dan keinginanmu.   
    Bahkan untuk permusuhannya dengan Mo Yeon yang makin hari justru semakin terlihat terlalu kekanak-kanakan serta konyol, karena sikon yang serba darurat dan mengerikan, saya melihat justru Myung Joo yang lebih dewasa untuk lebih dahulu mencairkan suasana. Apapunlah ya, terserah nanti usai bencana mau bermusuhan lagi, tapi di saat-saat genting dan butuh saling kerjasama yang solid, menjelmalah menjadi seorang profesional sejati. Apalagi dokter yang bekerja atas nama kemanusiaan, menyelamatkan nyawa orang banyak, janganlah kebodohan harus terjadi, hanya gara-gara kekonyolan yang tak penting dan tak jelas ujung pangkalnya.







*Gagal Pulang Dan Datang Kembali

    Ketika gempa besar melanda Urk, bahkan panggilan jiwa menjadi seorang dokter mampu untuk menekan hasrat rindu pulang ke tempat asal. Andai gempa tidak terjadi, mungkin Mo Yeon dan Si Jin sudah beranjak untuk menyusun rencana kencan untuk yang kesekian, wkwkwkwkkk... Tapi apalah itu kencan dan kegagalan, karena yang di depan mata sekarang adalah sebuah bencana yang mengenaskan. Korban berjatuhan di mana-mana, butuh konsentrasi dan kerja keras yang tiada henti untuk menyelamatkan para korban. Kehilangan sosok Si Jin bukan tak mungkin saat itu tidak menjadi yang paling menyakitkan lagi bagi Mo Yeon, melainkan justru perasaan kacau-balau dan kepanikan, karena yang sedang dihadapi adalah sebuah tugas sejati.
    Cukup dengan sebuah scene Mo Yeon mematahkan hak sepatu high heelsnya, seolah-olah seperti sudah menggambarkan bahwa segala ego harus ditekan demi paripurnanya sebuah tugas dan pengabdian kepada pekerjaan. Apalagi hanya untuk urusan cinta... Untuk sementara, kesampingkan dulu segala kesakitan di hati. Toh Tuhan pasti akan mengerjakan juga apa yang sudah jadi wewenangnya.
    Di saat kau tidak berharap banyak, jusru pada saat itulah berkah dari Tuhan  seperti dianugrahkan, Siapa yang berpikir kl Si Jin akan kembali ke Urk untuk sebuah tugas mendadak... Dan Mo Yeon lah yang paling merasakannya... Di saat kesakitan karena berulang kali gagal meyakinkan perasaan dan hatinya dengan sang kapten, kini Tuhan berasa seperti melambungkan kembali asanya. Atas nama tugas, tapi tetap saja gempa itulah yang kembali membuka harapan untuk Si Jin dan Mo Yeon... Bahkan ketika pertama kali melihat Si Jin ada di antara pasukan yang datang untuk memberi bantuan, terbaca dari mata Mo Yeon bahwa sesungguhnya dia sedang sangat bersyukur dan bahagia. Semoga gempa di Urk ini jadi pertanda untuk mereka berdua agar tak kenal lelah memperjuangkan cinta di hati mereka. Seperti juga mereka yang tak kenal lelah dalam pengabdian dan dedikasi pekerjaan. See you... 

    
21.56.00 Unknown
Gempa itu... Mempertemukan lagi untuk kesekian kalinya, yang selalu  merasa dicampakkan... Meyakinkan lagi untuk satu hal, bahwa dia memang akan selalu datang dan pergi secara tak terduga untuk suatu tugas serta pengabdian... Mendamaikan untuk sementara waktu, antara kakak tingkat dengan adik tingkat semasa kuliah kedokteran, yang selalu bersaing dan bermusuhan... Memanusiakan para dokter di depan para pasien dan orang-orang yang ditolongnya... Bla..bla..bla... Tak ada musibah yang benar-benar akan jadi mimpi buruk untuk yang pandai memaknai... Di balik bencana dan musibah, selalu akan ada hikmah dan berkah yang dapat disyukuri.



*Tercampakkan Lagi

    Ech masa iya, Kapten?!! Memangnya ada apa antara dirimu dengan Dokter Kang Mo Yeon? Sudah jadiankah atau bagaimana?? Wkwkwkwkkk... Merasa dicampakkan untuk suatu hubungan yang masih serba teka-teki, walaupun sebenarnya segala tanda-tanda alam pasti kompak mengiyakan, kl dua insan tersebut tengah saling jatuh cinta. Merasa dicampakkan untuk suatu hal yang merasa sama-sama dirugikan karena tiap kali alam berasa akan segera merestui mereka untuk lebih dekat, pasti ada saja hal-hal yang menggagalkan untuk keduanya menjadi semakin intim dan saling meyakinkan. Setelah insiden mobil di atas bukit yang terancam jatuh ke laut, setelah gurauan jaket serta baju yang menerawang dan basah kuyup, mati lampu, atau juga radio kontrol, Si jin dan Mo Yeon layaknya sudah saling hangat dan menikmati kebersamaan mereka, lebih santai dalam berinteraksi, dan mulai cair dan bisa saling menimpali satu sama lain.
    Namun seperti biasa ketika mereka sudah sampai titik yang ditunggu, akhirnya malah lagi-lagi harus balik ke titik nol lagi alias buyar dan bubar jalan. Balik lagi ke acara klise, saling memendam perasaan, cemburu-cemburuan yang tak tahu kemana arah, dan sebagainya..dan sebagainya. Hhhuufftt... Harusnya setelah segala kenyamanan dan kehangatan itu didapat, tinggal eksekusi keseriusan yang ditunggu... Tapi ya itu tadi... Kali ini Si Jin juga yang harus memulai kegagalan dan mengakhirinya kemudian dengan menggantung (lagi)... Berpamitan kepada Mo Yeon untuk kembali ke Korea yang sekaligus memperingati hari pensiun sang ayah.
    Dan Mo Yeon hanya bisa tertegun bingung ketika akhirnya Si Jin mengakhiri pamitannya dengan memberi ‘hormat’ kepada sang dokter yang sedang kecewa dan sakit hati.



*Liburan ‘Garing’

    Seolah-olah seperti menggambarkan suasana hati Mo Yeon yang tidak merestui kepulangan Si Jin ke Korea, saat sudah berada di Seoul pun Si Jin berasa hampa,  kesepian, serta tak menikmati seperti biasanya. Kebersamaannya bersama Dae Young pun malah berubah jadi semacam ‘kecelakaan olahraga’ gara-gara yunior yang ingin balas dendam kepada sang senior, wkwkwkwkkk... Maraton eeeuuyyy sepanjang malam, hahahaaa... Dua orang laki-laki yang sebenarnya hatinya masih tertinggal jauh di Urk ini, berasa seperti terus-terusan terjebak melakukan kekonyolan satu sama lain. Belum lagi ketika insiden ‘t-shirt kembar’, wkwkwkwkkk... Berasa jadi anak panti asuhan yang telat dan ketuaan, hahha..
    Rasa ingin tahu tentang kabar seseorang yang di Urk pun harus ditempuh dengan berbagai cara. Gayanya saja sok cuek, tapi padahal saling merindu dan penasaran masing-masing. Gak Si Jin, tak jua Mo Yeon... Tak jua Dae Young... Gak juga Myung Joo... Pokoknya seribu akal demi untuk yang tercinta.


 


*Applause To Myung Joo

    Myung Joo... Si cantik yang culas, tapi menggemaskan ini... Suka dengan sikapnya yang pantang menyerah mengejar cintanya. Tak peduli dengan hadangan sang ayah, Sersan Seo Dae Young tetaplah yang paling jawara di hati. Berulang kali disikapi dingin oleh sang pujaan hati, tak jua membuat sikap perempuan ini mundur atau malu. Bahkan segala cara ditempuh demi bisa terus memantau Dae Young. Dan akhirnya, keteguhannya mendapatkan sedikit jawabannya. Teleponnya kepada Dae young, untuk kali ini diangkat oleh yang dimaksud. Tak peduli dengan Dae Young mau menanggapinya atau tidak, yang penting Myung Joo bisa mencurahkan segala cinta dan kerinduan di hati, sementara yang di seberang hanya mendengar, tanpa sepatah kata pun untuk meresponnya, bagi Myung Joo rasanya sudah sangat bahagia dan melegakan. Semangatttt, Myung Joo!!! Kau yang paling tahu hatimu dan keinginanmu.   
    Bahkan untuk permusuhannya dengan Mo Yeon yang makin hari justru semakin terlihat terlalu kekanak-kanakan serta konyol, karena sikon yang serba darurat dan mengerikan, saya melihat justru Myung Joo yang lebih dewasa untuk lebih dahulu mencairkan suasana. Apapunlah ya, terserah nanti usai bencana mau bermusuhan lagi, tapi di saat-saat genting dan butuh saling kerjasama yang solid, menjelmalah menjadi seorang profesional sejati. Apalagi dokter yang bekerja atas nama kemanusiaan, menyelamatkan nyawa orang banyak, janganlah kebodohan harus terjadi, hanya gara-gara kekonyolan yang tak penting dan tak jelas ujung pangkalnya.







*Gagal Pulang Dan Datang Kembali

    Ketika gempa besar melanda Urk, bahkan panggilan jiwa menjadi seorang dokter mampu untuk menekan hasrat rindu pulang ke tempat asal. Andai gempa tidak terjadi, mungkin Mo Yeon dan Si Jin sudah beranjak untuk menyusun rencana kencan untuk yang kesekian, wkwkwkwkkk... Tapi apalah itu kencan dan kegagalan, karena yang di depan mata sekarang adalah sebuah bencana yang mengenaskan. Korban berjatuhan di mana-mana, butuh konsentrasi dan kerja keras yang tiada henti untuk menyelamatkan para korban. Kehilangan sosok Si Jin bukan tak mungkin saat itu tidak menjadi yang paling menyakitkan lagi bagi Mo Yeon, melainkan justru perasaan kacau-balau dan kepanikan, karena yang sedang dihadapi adalah sebuah tugas sejati.
    Cukup dengan sebuah scene Mo Yeon mematahkan hak sepatu high heelsnya, seolah-olah seperti sudah menggambarkan bahwa segala ego harus ditekan demi paripurnanya sebuah tugas dan pengabdian kepada pekerjaan. Apalagi hanya untuk urusan cinta... Untuk sementara, kesampingkan dulu segala kesakitan di hati. Toh Tuhan pasti akan mengerjakan juga apa yang sudah jadi wewenangnya.
    Di saat kau tidak berharap banyak, jusru pada saat itulah berkah dari Tuhan  seperti dianugrahkan, Siapa yang berpikir kl Si Jin akan kembali ke Urk untuk sebuah tugas mendadak... Dan Mo Yeon lah yang paling merasakannya... Di saat kesakitan karena berulang kali gagal meyakinkan perasaan dan hatinya dengan sang kapten, kini Tuhan berasa seperti melambungkan kembali asanya. Atas nama tugas, tapi tetap saja gempa itulah yang kembali membuka harapan untuk Si Jin dan Mo Yeon... Bahkan ketika pertama kali melihat Si Jin ada di antara pasukan yang datang untuk memberi bantuan, terbaca dari mata Mo Yeon bahwa sesungguhnya dia sedang sangat bersyukur dan bahagia. Semoga gempa di Urk ini jadi pertanda untuk mereka berdua agar tak kenal lelah memperjuangkan cinta di hati mereka. Seperti juga mereka yang tak kenal lelah dalam pengabdian dan dedikasi pekerjaan. See you... 

    

Senin, 01 Agustus 2016

“... Cukup, cukup untuk apa? Untuk mengerti atau untuk menjauhinya?...” Ahh, Mo Yeon... Kau yang mulai mengerti bahwa yang sedang membuatmu  bingung adalah seorang anggota pasukan elit dari angkatan bersenjata Korea Selatan... Kau yang mulai beradaptasi dengan gaya-gaya gurauan sang kapten yang selalu jahil dan berhasil membuatmu sewot bersemu-semu malu dan rindu... Heyyyyy, Captain!!! Kira-kira kau sendiri pilih yang mana untuk ‘wine kiss’ ituuuuu?! Eeeehhhmm, ingin minta maaf atau ingin mengaku cinta saja?!! Ahh...



*Bingung, Malu Atau Takut?

    Gara-gara sebotol anggur, semuanya jadi terhanyut suasana, wkwkwkwkkk... Gak Mo Yeon, gak juga dengan sang kapten, atau malah penontonnya, hahahaaa... Semuanya jadi terbawa dan akhirnya terhanyut suasana. Sebotol anggur yang diminum Mo Yeon dengan gaya tenggakan yang cukup seksi, cukup sukses untuk membuat Si Jin buru-buru menumpahkan segalanya yang selama ini tertahan di hati, hahha.. Urusan nanti atau besok Mo Yeon akan marah dan sewot,  sudah biasa. Wkwkwkwkkk... Toh keesokan harinya daripada terlihat marah dan sewot, Mo Yeon lebih memilih untuk memalingkan muka, menghindarkan tatapan dengan Si Jin karena alasan malu, hehhe... Malu yang kemudian diterjemahkan oleh sang dokter menjadi bingung, ketika akhirnya Si Jin menanyakan tentang sambaran ciuman semalam.




    Cieeeeee... Mo Yeon, bingung nie yeee... Bingung yang bagaimana nie ya?! Bingung itu linglung kan ya bukan malu yang lebih ke tersipu-sipu, berasa takut ketahuan perasaannya akan terbaca oleh sang kapten, wkwkwkwkkk... Atau bingung justru karena sudah yakin kl ada perasaan cinta, akan tetapi masih tanda tanya tentang apa sebenarnya pekerjaan Si jin di dunia militer yang sekarang ia jalani... Pekerjaan yang punya pengaruh besar untuk selalu menggagalkan kencan-kencan mereka berdua, pekerjaan yang dipilih Si Jin di atas Mo Yeon yang tak henti untuk selalu didekati dan digodanya... Bukankan cinta itu segala-galanya?? Hhmmm...




    Hingga akhirnya tak tahan juga untuk Mo Yeon memastikan segala kebingungannya kepada Daniel yang dianggap sudah cukup lama mengenal siapa sebenarnya Si Jin. Maka ketika akhirnya jawaban yang diperlukan oleh Mo Yeon didapatkan, justru Daniel lah yang kemudian balik untuk bertanya kepada sang dokter bedah yang cantik itu. “... Cukup untuk mengerti dan mermahami atau malah menjauhi?? Pertanyaan Daniel kiranya dapat juga diartikan, siapkah untuk menjalani sebuah hubungan dengan seorang yang ‘spesial’ macam Si Jin itu... Hanya Tuhan yang tahu...

*Bertemu Kawan Lama

    Kebingungan kali ini bukan saja milik Mo Yeon. Di lain pihak, Si Jin juga sedang kebingungan ketika dia terpaksa bertemu kawan seperjuangan, dalam sikon yang benar-benar jauh dari yang diharapkan. Bertemu kawan lama seharusnya menjadi salah satu momen yang paling manis, tapi tidak untuk Si Jin ketika harus bertemu Kapten Argus, justru di saat salah satunya sekarang sudah jauh berbeda prinsip ‘perjuangan’. Hahha, wwweew... Kapten yang dulu sangat dihormati Si Jin, diselamatkan mati-matian olehnya dan juga rekan-rekan yang lainnya dalam sebuah tugas, sekarang telah beralih tugas menjadi kepala gangster yang terlibat perdagangan senjata ilegal, hhhuuffttt...



    Kekecewaan jelas terbaca dari mata Si Jin ketika mengetahui sang rekan kini berubah menjadi seorang yang brengsek dan bajingan. Menyelamatkan Argus akhirnya jadi salah satu penyesalan terbesar bagi Si Jin, ketika tahu akhirnya malah menjadi seperti sekarang. Predikat legenda tak pernah semenarik gelimangan uang dan berlian, Si Jin... Bahkan dengan uang dan berlian, Argus dapat menyuap polisi dan membodohi semuanya...
    Berbeda dengan dirimu yang jiwa dan raga seutuhnya kau persembahkan untuk bangsa dan negaramu, maka tak salah jika angkatan bersenjata Korea Selatan mempercayakanmu menjadi salah satu pasukan elit. Jangankan berpikir rakus tentang uang dan kekayaan, bahkan urusan cinta dan perasaan saja berasa harus selalu dikorbankan. Ahh, Si Jin... Biarkan Argus seorang yang menjadi  pecundang dan pesakitan.

*Mengalah Yang Sangat Terhormat

    Predikat terhormat yang akhirnya untuk saat ini ingin saya sematkan kepada sang sersan yang penuh kharisma, Seo Dae Yeong. Dae Yeong yang masih saja dipandang sebelah mata oleh ayah Myung Joo dan Dae Yeong yang masih saja profesional dan kompeten menjalankan tugas-tugas dan fungsinya. Tak peduli sang atasan sedang mengawasi sekaligus memandangnya sebelah mata karena pangkatnya yang hanya seorang sersan, atasan tetaplah atasan, perintahnya pantang untuk tak dituruti atau disepelekan.
    Tak jua berusaha untuk membela diri dan memertahankan hatinya yang sebenarnya cinta mati kepada Myung Joo, Dae Young memilih menyerahkan segala asumsi dan keputusan yang telah dibuat oleh sang atasan. Yupz, Dae Young memilih untuk kalah sekaligus mengalah, alih-alih menjadi seorang pejuang cinta yang terlihat seperti macan ompong. Tak ada gunanya berperang melawan gajah, sementara sikon sekarang bak seekor macan ompong. Daripada mati sia-sia tanpa perlawanan, lebih baik mundur untuk sementara waktu, memperkuat diri sembari terus berusaha untuk menumbuhkan taring dan gigi, agar suatu saat nanti apabila berkenan untuk dipertemukan dan bertarung kembali, semuanya akan berjalan seimbang dan dapat dibanggakan.


*Hangat Yang Terancam Lagi

    Kebanggaan sebagai seorang prajurit menjadi tulang-punggung untuk kedaulatan dan kedamaian sebuah bangsa, seolah-olah menjadi sebuah kebanggaan yang rasanya ada dalam sebuah ruang kehormatan tersendiri. Ruang kehormatan yang lagi-lagi tak akan tersentuh oleh mulusnya sebuah hubungan percintaan. Perintah tugas yang sewaktu-waktu harus dituruti, inilah kesabaran dan pengertian bagi orang-orang di sekitarnya. Mo Yeon yang sedang kebingungan dan Mo Yeon yang mulai cemburu dan rindu dengan candaan-candaan Si Jin yang jahil dan juga narsis, berasa harus menghadapi Si Jin dengan dua kepribadian yang berbeda. Aaiihhh... Siapa yang tak sewot sekaligus GeeR dengan ulah Si Jin yang tiba-tiba memakaikan seragamnya kepada Mo Yeon yang sedang basah kuyup dan kedinginan... Bukan masalah memakaikannya, tapi jahil pernyataan yang menyebutkan bahwa Si Jin sudah melihat semua yang ‘sedang dipakai Mo Yeon’, sedangkan orang lain tidak boleh melihatnya, hahahaaa... Iih..iih... Belum lagi gurauan di saat mati lampu, wkwkwkwkkk... Mo Yeon pun akhirnya tak bisa menahan untuk tertawa geli. Benar kata Mo Yeon, Si Jin... Perempuan cantik selalu tertarik dengan laki-laki yang humoris... Yang macam dirimu itu lhoooh, hehhe...
    Big Boss and Beautiful Girl... Beautiful Girl nya boleh saja masih jual-jual mahah gimana gitu, tapi teteup, hahha.. Di balik kedatangan Myung Joo, tak pelak membuat Mo Yeon cemburu keki juga. Segitunya ingin tahu apa yang sedang dibicarakan Si Jin berduaan dengan Myung Joo, wkwkwkwkkk...  Sayangnya, belum terjawab keingintahuan yang satu itu, malah yang terdengar kemudian kabar kl Si Jin akan segera kembali ke Korea. Hati yang mulai beranjak mencair dan berbunga-bunga, terancam trauma kegagalan lagi untuk kesekian kalinya. Kl dulu ngotot katanya ke Urk hanya untuk memenuhi tugas hukuman, kini, di saat sudah mulai menikmati asyiknya bertugas di daerah nun jauh berada sembari (ternyata) dapat bertemu lagi dengan yang sedang di hati, malah berasa jadi mimpi buruk lagi.




    Ketakutan dan kebingungan tak terhindarkan lagi. Belum lagi Mo Yeon harus menghadapi pertanyaan Si Jin di malam terakhir sebelum esok ia harus kembali ke Korea. Mo Yeon yang sedang campur aduk perasaannya, sekali lagi harus menjawab pertanyaan Si jin tentang ciuman bibir itu. Haruskah Si Jin meminta maaf untuk kelancangannya tersebut atau Si Jin mengakui saja perasaannya? Hhmmm... Jika Mo Yeon masih juga menggantungmu untuk jawabannya, saya bantu saja untuk menjawabnya ya, Kapten... See you...    

    
19.01.00 Unknown
“... Cukup, cukup untuk apa? Untuk mengerti atau untuk menjauhinya?...” Ahh, Mo Yeon... Kau yang mulai mengerti bahwa yang sedang membuatmu  bingung adalah seorang anggota pasukan elit dari angkatan bersenjata Korea Selatan... Kau yang mulai beradaptasi dengan gaya-gaya gurauan sang kapten yang selalu jahil dan berhasil membuatmu sewot bersemu-semu malu dan rindu... Heyyyyy, Captain!!! Kira-kira kau sendiri pilih yang mana untuk ‘wine kiss’ ituuuuu?! Eeeehhhmm, ingin minta maaf atau ingin mengaku cinta saja?!! Ahh...



*Bingung, Malu Atau Takut?

    Gara-gara sebotol anggur, semuanya jadi terhanyut suasana, wkwkwkwkkk... Gak Mo Yeon, gak juga dengan sang kapten, atau malah penontonnya, hahahaaa... Semuanya jadi terbawa dan akhirnya terhanyut suasana. Sebotol anggur yang diminum Mo Yeon dengan gaya tenggakan yang cukup seksi, cukup sukses untuk membuat Si Jin buru-buru menumpahkan segalanya yang selama ini tertahan di hati, hahha.. Urusan nanti atau besok Mo Yeon akan marah dan sewot,  sudah biasa. Wkwkwkwkkk... Toh keesokan harinya daripada terlihat marah dan sewot, Mo Yeon lebih memilih untuk memalingkan muka, menghindarkan tatapan dengan Si Jin karena alasan malu, hehhe... Malu yang kemudian diterjemahkan oleh sang dokter menjadi bingung, ketika akhirnya Si Jin menanyakan tentang sambaran ciuman semalam.




    Cieeeeee... Mo Yeon, bingung nie yeee... Bingung yang bagaimana nie ya?! Bingung itu linglung kan ya bukan malu yang lebih ke tersipu-sipu, berasa takut ketahuan perasaannya akan terbaca oleh sang kapten, wkwkwkwkkk... Atau bingung justru karena sudah yakin kl ada perasaan cinta, akan tetapi masih tanda tanya tentang apa sebenarnya pekerjaan Si jin di dunia militer yang sekarang ia jalani... Pekerjaan yang punya pengaruh besar untuk selalu menggagalkan kencan-kencan mereka berdua, pekerjaan yang dipilih Si Jin di atas Mo Yeon yang tak henti untuk selalu didekati dan digodanya... Bukankan cinta itu segala-galanya?? Hhmmm...




    Hingga akhirnya tak tahan juga untuk Mo Yeon memastikan segala kebingungannya kepada Daniel yang dianggap sudah cukup lama mengenal siapa sebenarnya Si Jin. Maka ketika akhirnya jawaban yang diperlukan oleh Mo Yeon didapatkan, justru Daniel lah yang kemudian balik untuk bertanya kepada sang dokter bedah yang cantik itu. “... Cukup untuk mengerti dan mermahami atau malah menjauhi?? Pertanyaan Daniel kiranya dapat juga diartikan, siapkah untuk menjalani sebuah hubungan dengan seorang yang ‘spesial’ macam Si Jin itu... Hanya Tuhan yang tahu...

*Bertemu Kawan Lama

    Kebingungan kali ini bukan saja milik Mo Yeon. Di lain pihak, Si Jin juga sedang kebingungan ketika dia terpaksa bertemu kawan seperjuangan, dalam sikon yang benar-benar jauh dari yang diharapkan. Bertemu kawan lama seharusnya menjadi salah satu momen yang paling manis, tapi tidak untuk Si Jin ketika harus bertemu Kapten Argus, justru di saat salah satunya sekarang sudah jauh berbeda prinsip ‘perjuangan’. Hahha, wwweew... Kapten yang dulu sangat dihormati Si Jin, diselamatkan mati-matian olehnya dan juga rekan-rekan yang lainnya dalam sebuah tugas, sekarang telah beralih tugas menjadi kepala gangster yang terlibat perdagangan senjata ilegal, hhhuuffttt...



    Kekecewaan jelas terbaca dari mata Si Jin ketika mengetahui sang rekan kini berubah menjadi seorang yang brengsek dan bajingan. Menyelamatkan Argus akhirnya jadi salah satu penyesalan terbesar bagi Si Jin, ketika tahu akhirnya malah menjadi seperti sekarang. Predikat legenda tak pernah semenarik gelimangan uang dan berlian, Si Jin... Bahkan dengan uang dan berlian, Argus dapat menyuap polisi dan membodohi semuanya...
    Berbeda dengan dirimu yang jiwa dan raga seutuhnya kau persembahkan untuk bangsa dan negaramu, maka tak salah jika angkatan bersenjata Korea Selatan mempercayakanmu menjadi salah satu pasukan elit. Jangankan berpikir rakus tentang uang dan kekayaan, bahkan urusan cinta dan perasaan saja berasa harus selalu dikorbankan. Ahh, Si Jin... Biarkan Argus seorang yang menjadi  pecundang dan pesakitan.

*Mengalah Yang Sangat Terhormat

    Predikat terhormat yang akhirnya untuk saat ini ingin saya sematkan kepada sang sersan yang penuh kharisma, Seo Dae Yeong. Dae Yeong yang masih saja dipandang sebelah mata oleh ayah Myung Joo dan Dae Yeong yang masih saja profesional dan kompeten menjalankan tugas-tugas dan fungsinya. Tak peduli sang atasan sedang mengawasi sekaligus memandangnya sebelah mata karena pangkatnya yang hanya seorang sersan, atasan tetaplah atasan, perintahnya pantang untuk tak dituruti atau disepelekan.
    Tak jua berusaha untuk membela diri dan memertahankan hatinya yang sebenarnya cinta mati kepada Myung Joo, Dae Young memilih menyerahkan segala asumsi dan keputusan yang telah dibuat oleh sang atasan. Yupz, Dae Young memilih untuk kalah sekaligus mengalah, alih-alih menjadi seorang pejuang cinta yang terlihat seperti macan ompong. Tak ada gunanya berperang melawan gajah, sementara sikon sekarang bak seekor macan ompong. Daripada mati sia-sia tanpa perlawanan, lebih baik mundur untuk sementara waktu, memperkuat diri sembari terus berusaha untuk menumbuhkan taring dan gigi, agar suatu saat nanti apabila berkenan untuk dipertemukan dan bertarung kembali, semuanya akan berjalan seimbang dan dapat dibanggakan.


*Hangat Yang Terancam Lagi

    Kebanggaan sebagai seorang prajurit menjadi tulang-punggung untuk kedaulatan dan kedamaian sebuah bangsa, seolah-olah menjadi sebuah kebanggaan yang rasanya ada dalam sebuah ruang kehormatan tersendiri. Ruang kehormatan yang lagi-lagi tak akan tersentuh oleh mulusnya sebuah hubungan percintaan. Perintah tugas yang sewaktu-waktu harus dituruti, inilah kesabaran dan pengertian bagi orang-orang di sekitarnya. Mo Yeon yang sedang kebingungan dan Mo Yeon yang mulai cemburu dan rindu dengan candaan-candaan Si Jin yang jahil dan juga narsis, berasa harus menghadapi Si Jin dengan dua kepribadian yang berbeda. Aaiihhh... Siapa yang tak sewot sekaligus GeeR dengan ulah Si Jin yang tiba-tiba memakaikan seragamnya kepada Mo Yeon yang sedang basah kuyup dan kedinginan... Bukan masalah memakaikannya, tapi jahil pernyataan yang menyebutkan bahwa Si Jin sudah melihat semua yang ‘sedang dipakai Mo Yeon’, sedangkan orang lain tidak boleh melihatnya, hahahaaa... Iih..iih... Belum lagi gurauan di saat mati lampu, wkwkwkwkkk... Mo Yeon pun akhirnya tak bisa menahan untuk tertawa geli. Benar kata Mo Yeon, Si Jin... Perempuan cantik selalu tertarik dengan laki-laki yang humoris... Yang macam dirimu itu lhoooh, hehhe...
    Big Boss and Beautiful Girl... Beautiful Girl nya boleh saja masih jual-jual mahah gimana gitu, tapi teteup, hahha.. Di balik kedatangan Myung Joo, tak pelak membuat Mo Yeon cemburu keki juga. Segitunya ingin tahu apa yang sedang dibicarakan Si Jin berduaan dengan Myung Joo, wkwkwkwkkk...  Sayangnya, belum terjawab keingintahuan yang satu itu, malah yang terdengar kemudian kabar kl Si Jin akan segera kembali ke Korea. Hati yang mulai beranjak mencair dan berbunga-bunga, terancam trauma kegagalan lagi untuk kesekian kalinya. Kl dulu ngotot katanya ke Urk hanya untuk memenuhi tugas hukuman, kini, di saat sudah mulai menikmati asyiknya bertugas di daerah nun jauh berada sembari (ternyata) dapat bertemu lagi dengan yang sedang di hati, malah berasa jadi mimpi buruk lagi.




    Ketakutan dan kebingungan tak terhindarkan lagi. Belum lagi Mo Yeon harus menghadapi pertanyaan Si Jin di malam terakhir sebelum esok ia harus kembali ke Korea. Mo Yeon yang sedang campur aduk perasaannya, sekali lagi harus menjawab pertanyaan Si jin tentang ciuman bibir itu. Haruskah Si Jin meminta maaf untuk kelancangannya tersebut atau Si Jin mengakui saja perasaannya? Hhmmm... Jika Mo Yeon masih juga menggantungmu untuk jawabannya, saya bantu saja untuk menjawabnya ya, Kapten... See you...