\

Jumat, 29 Juli 2016

“... Ada satu pernyataanmu yang benar... “ “Kau memang benar-benar terlihat seksi ketika melakukan operasi...” Inilah sebentuk candaan Si Jin untuk Mo Yeon ketika mereka saling bicara terpisah atap, saat Si Jin mulai menjalani masa hukumannya, dikurung dalam ruang penyimpanan barang. Hhmmm... Entahlah karena satu hal konyol ini atau memang karena urusan kemanusiaan yang membuat Si Jin malam itu menjadi sedemikian nekad melanggar perintah atasan demi untuk memberi kesempatan Mo Yeon melakukan operasi kepada Presiden Mubarak. Tapi seperti gurauan Si Jin lagi, perempuan cantik, anak-anak, dan orang tua harus dilindungi. Dan dua di antaranya, malam ini sedang ada di hadapanku dan membutuhkan pertolonganku. Ahh, Si Jin aah...


*Antara Cinta dan Kemanusiaan

    Andai memang betul hanya karena ‘penasaran seksi’ yang menjadi alasan utama Si Jin akhirnya memberikan kesempatan Mo Yeon untuk melakukan operasi kepada pemimpin Liga Arab tersebut, haddeh... Benar-benar akan jadi sesuatu yang konyol untuk pertaruhan karier Si Jin, wkwkwkwkkk... Tapi itulah Si Jin, yang selalu romantis, sensitif, sekaligus pintar merayu di balik candaan bergaya ‘slenge’an’ kepada Mo Yeon. Tak peduli dia sendiri sedang terancam sanksi indispliner yang mengancam laju kenaikan pangkat dan jabatannya di kemiliteran, tapi untuk urusan perempuan yang sedang di hati, Si Jin tahu betul bagaimana dia harus bersikap dan memposisikan diri.





    Faktanya, malam itu memang harus ada yang berani mengambil keputusan, atau seluruh Arab akan kehilangan sosok pemimpinnya karena situasi dan kondisi yang sebenarnya dapat diambil jalan tengahnya. Meskipun ada jaminan militer tidak akan disalahkan apabila sang pemimpin Liga Arab itu meninggal, tapi sisi kemanusiaan jugalah yang akhirnya meluluhkan segala kekakuan protokoler militer dan kenegaraan. Sisi kemanusiaan yang didukung dengan fakta bahwa ada tim dokter yang sanggup untuk memberikan pertolongan maksimal kepada sang pemimpin malam itu, meski akhirnya harus ada yang dilanggar dan menyalahi ‘SOP’, tapi ya sudahlah resiko pasti ada untuk setiap keputusan dan pilihan yang diambil.
    Dari sisi Si Jin sendiri selain karena sisi kemanusiaan, ini lebih kepada usahanya untuk berusaha memberikan keleluasaan kepada Mo Yeon untuk melaksanakan apa yang menjadi keahlian dan kebangaannya. Bukan lagi urusan siapa yang paling berpengaruh, tapi inilah secara tidak langsung bentuk kepercayaan dan pengakuan Si Jin kepada Mo Yeon. Untuk selanjutnya justru Mo Yeon yang merasa bersalah, lagi-lagi inilah bagian dari suatu kewajaran. Siapa yang tidak merasa bersalah kl berada dalam posisi Mo Yeon saat itu? Di sisi lain mungkin Mo Yeon lega dan bangga karena operasinya bersama tim dokter yang lain, berjalan sukses. Akan tetapi, di ujung sana ada Si Jin yang sedang terkurung sendirian dalam gudang penyimpanan barang yang lembab dan banyak nyamuk sebagai bagian dari hukuman karena melanggar perintah mengizinkan operasi, siapa yang tidak terusik di hati?? Cinta jika sudah bicara, ohh...

*Antara Myung Joo dan Dae Yeong

    Ada Si Jin yang sedang terancam sangsi kemiliteran, ada juga Dae Yeong yang sudah dipastikan akan ‘terusir’ dari Urk, untuk segera kembali ke Korea  karena urusan hati. Hati yang bernama Letnan Yoon Myung Joo. Dokter cantik yang sepintas terlihat culas, tapi sebenarnya dia sosok yang cerdas dan penuh percaya diri. Sosok anak perempuan yang mandiri dan kuat dari seorang jenderal. Pantas jika ayahnya bermaksud untuk menjodohkannya dengan seorang laki-laki yang hebat dan sepadan untuknya, yaitu Kapten Yoo Si Jin. Tapi tenyata yang hebat dan sepadan menurut Myung Joo bukanlah Si Jin, yang katanya di depan Dae Yeong justru Si Jin itu terlihat terlalu ‘cantik’, wkwkwkkwkkk... Yupz, pada akhirnya sang jenderal mesti harus menghadapi kenyataan, kl sang putri yang dibanggakannya tersebut ternyata justru memilih berpaling dan cinta mati kepada seorang prajuit berpangkat sersan, bernama Seo Dae Yeong.
    Tak menyerah begitu saja kepada kemauan sang putri, berbagai siasat terpaksa diatur untuk berusaha menjauhkan sang putri dari sersan pujaannya. Dan Dae Yeong bisa apa, dia hanya seorang prajurit bawahan yang mau tidak mau harus tunduk kepada perintah atasan, terlebih hanya untuk urusan cinta yang kedengarannya hanya seperti bentuk debu beterbangan bila dibandingkan dengan urusan kedaulatan bangsa dan negara.
 
   Berawal dari sebuah keisengan yang dilancarkan oleh Myung Joo untuk menghindari perjodohan ayahnya dengan sang calon jenderal pilihan, akhirnya Dae Yeong benar-benar menjatuhkan pilihannya kepada Myung Joo. Tapi nasib cinta yang harus dialami Dae Yeong, hhhuufftt... Lepas dari masalah ditinggal menikah duluan oleh pacar yang sebelumnya, kini ketika menjalin cinta dengan Myung Joo, berasa lawan yang harus dihadapi sekokoh dan seangkuh Tembok Besar Cina. Tapi bukan Myung Joo namanya jika dia hanya diam dan berpasrah pada ketidaksetujuan sang ayah. Dae Yeong boleh saja pasrah dengan nasib hubungannya dengan Myung Joo, tapi sepertinya Myung Joo masih tetap berjuang untuk memertahankan hubungannya dengan Dae Young. Bahkan ketika niat menyusul sang kekasih di tempat tugas berbuah kekecewaan, tetap saja cinta yang besar di antara keduanya justru semakin terlihat karena rasa`sakit yang tidak bisa disembunyikan lagi oleh keduanya. Semakin cinta menusuk ke hatimu, akan semakin dalam luka yang digoreskan, hehhe...

*Antara Kencan dan Telepon Panggilan

    Sementara sang jenderal sibuk menjodohkan putrinya dengan Si Jin, justru Si Jin sendiri sedang ribet dengan urusan hatinya sendiri. Urusan hati dengan dokter bedah yang paling cantik di Urk atau juga Korea Selatan saat ini, hahahaaa.. Dokter Kang yang untuk selanjutnya justru membawa Si Jin menjadi tamu kehormatan bagi Presiden Mubarak. Karena kenekadan dari Si Jin dan juga  kehebatan Mo Yeon, akhirnya sang pemimpin Liga Arab tersebut memberikan apresiasi serta rasa terima kasihnya kepada Si Jin dan Mo Yeon atas upaya untuk menyelamatkannya dari sikon darurat sebelumnya. Apresiasi serta rasa terima kasih yang di antaranya diwujudkan dengan sebuah hadiah berupa kartu akses untuk melakukan apa saja di wilayah negara-negara Arab bagi Si Jin dan Mo Yeon. Hiyaaaaa... Kl Mo Yeon sudah membayangkan untuk melakukan hal-hal yang idealis berkenaan dengan privilige tersebut, lain lagi dengan yang dilakukan Si Jin... Lagi-lagi, gentleman satu ini... Sederhana saja, tapi romantis banget!!! Dua jam waktu ekstra, kartu tersebut dipakai Si Jin untuk menyewa mobil keprisidenan dan mengajak Mo Yeon jalan-jalan serta berkencan. Yihaaaaaa... Pokoknya quality time sekaleee!!!
    Sekiranya kencan siang itu akan berjalan lancar, tapi yang namanya berhadapan dengan seorang prajurit pilihan, bersiaplah dengan panggilan tugas sewaktu-waktu. Dan memang siang itu ketika berdua sedang saling memuji dan merayu (ceileeee..., yang katanya Si Jin, senyumnya Mo Yeon makin hari terlihat makin manis, wkwkwkwkwkwkk), bunyi dering smartphone kembali membuyarkan segalanya. Kencan yang kata Mo Yeon harus berakhir lagi di tengah jalan. Tapi kali ini Mo Yeon mencoba untuk menahan diri sekaligus belajar beradaptasi, sembari memohon di hadapan Si Jin, kl boleh sekarang jangan lagi berrahasia di depannya. Si Jin kali ini menurutinya dan membawa Mo Yeon ke dalam sebuah acara penghormatan terakhir untuk rekan prajurit Si Jin yang gugur ketika menunaikan tugas di bawah bendera PBB.  Banyak cerita yang pilu dan penuh bahaya, mungkin itulah salah satu alasan Si jin tidak pernah dapat sepenuhnya berbagi dengan Mo Yeon tentang dunianya dan pekerjaannya. Tapi jika cinta dan pengertian sudah mulai berpadu, hhmmm...

*Antara Kehormatan, Harga Diri, dan Sebotol Anggur

   

Cerita tentang ancaman sanksi yang harus diterima oleh Si Jin seperti tinggal tunggu waktunya saja. Dipikir Mo Yeon semua urusan selesai karena faktanya Presiden Mubarak sukses menjalani operasi dan tak kurang suatu apa, tapi dalam dunia kemiliteran melanggar tugas beda urusan dengan sisi kemanusiaan. Intinya untuk setiap pelanggaran perintah atasan, prajurit harus bersiap dan menerima segala konsekuensinya. Demikian halnya dengan Si Jin. Sanksi pemotongan gaji selama tiga bulan juga pembatalan promosi kenaikan pangkat dan jabatan, diterima Si Jin dengan lapang dada dan sikap ksatria. Ksatria yang tahu pasti bagaimana dia menempatkan kehormatan dan harga dirinya sebagai seorang prajurit. Bukan seperti halnya pecundang dan pengecut yang hanya bisa melarikan diri dari tanggung jawab dan tidak mampu membuat keputusan yang bijak. Toh di balik sangsi yang sudah dijatuhkan, masih tersimpan  kepuasan batin bahwa di balik pelanggaran aturannya dia berhasil menyelamatkan salah satu nyawa pemimpin dunia.
    Berbeda sudut pandang dalam hal pertanggungjawaban ini juga yang membuat seorang dokter sekelas Mo Yeon tidak terima jika Si Jin menjadi satu-satunya yang dipersalahkan dan menerima sanksi yang tidak bisa dikatakan enteng. Mo Yeon berkeras di hadapan atasan Si Jin bahwa tidak adil jika Si Jin yang dipersalahkan. Mo Yeon yang malang... Tak seorangpun yang menyangsikan pembelaannya kepada Si Jin saat itu, tapi bagi Si Jin bisa jadi ini sebuah hal yang akan mengurangi reputasi kehormatan dan harga dirinya.
    Tanpa bermaksud untuk sekali lagi menyudutkan Mo Yeon, tapi memang bagi Si Jin apa yang dilakukan oleh Mo Yeon di depan atasannya tersebut tidak semestinya dilakukan dengan sebegitu frontalnya. Selain memang tidak akan mengubah keadaan, apa yang dilakukan oleh Mo Yeon justru malah seolah-olah mencederai citra ksatria Si Jin. Gampangnya, berani berbuat, berani juga bertanggung jawab!!! Itu saja... Apalagi dalam dunia militer yang anti ‘abu-abu’. Faktanya memang Si Jin melanggar aturan dan harus mendapatkan hukuman.
    Untuk kelanjutannya, Mo Yeon harus seperti apa dan bagaimana di hadapan Si Jin, saya yakin cinta akan membantu segalanya menjadi lebih mudah dan saling memahami satu sama lain. Di balik segala kesalahpahaman dan kemarahan, ada cinta yang tetap terpancar. Ada kehadiran yang sesungguhnya akan selalu dirindukan daripada sendiri di antara problematika yang sedang dihadapi. Toh sebotol anggur yang diberikan Si Jin kepada Mo Yeon ketika mereka berdua secara tidak sengaja berjumpa lagi di dapur, berhasil menghangatkan kembali suasana.  Ada cerita dan candaan lagi di antar mereka. Terlebih untuk Si Jin... Melihat Mo Yeon dengan cueknya menenggak anggur langsung dari botolnya, alih-alih menunggu gelas dari uluran tangannya, terasa begitu ‘seksi’ dan ‘berbeda’. Hehhe... Dokter Kang Mo Yeon... Tanpa sadar, dia semakin membuat laki-laki yang sedang di hadapannya itu jatuh hati, dengan ulah cueknya yang seolah-olah malah menggoda... Menggoda yang elegan, hahahahh... Lalu sambaran ciuman ituuuuuuu... Semoga akan semakin berpadu nanti-nantinya. See you... 


*Quote of the day: Si Jin: “Prajurit selalu hidup dengan kain kafan. Jika kau gugur di sebuah tanah antah-berantah demi kepentingan bangsa dan negaramu, tanah tempat kau gugur akan menjadi kuburanmu dan seragammu akan menjadi kain kafanmu. Itulah prinsip yang harus kau pegang di manapun kau berada dengan seragammu itu.  Jika kamu telah menjadikan itu sebagai prinsipmu, jadilah terhormat setiap saat. Tidak ada alasan untuk jatuh dan menjadi rendah.
18.43.00 Unknown
“... Ada satu pernyataanmu yang benar... “ “Kau memang benar-benar terlihat seksi ketika melakukan operasi...” Inilah sebentuk candaan Si Jin untuk Mo Yeon ketika mereka saling bicara terpisah atap, saat Si Jin mulai menjalani masa hukumannya, dikurung dalam ruang penyimpanan barang. Hhmmm... Entahlah karena satu hal konyol ini atau memang karena urusan kemanusiaan yang membuat Si Jin malam itu menjadi sedemikian nekad melanggar perintah atasan demi untuk memberi kesempatan Mo Yeon melakukan operasi kepada Presiden Mubarak. Tapi seperti gurauan Si Jin lagi, perempuan cantik, anak-anak, dan orang tua harus dilindungi. Dan dua di antaranya, malam ini sedang ada di hadapanku dan membutuhkan pertolonganku. Ahh, Si Jin aah...


*Antara Cinta dan Kemanusiaan

    Andai memang betul hanya karena ‘penasaran seksi’ yang menjadi alasan utama Si Jin akhirnya memberikan kesempatan Mo Yeon untuk melakukan operasi kepada pemimpin Liga Arab tersebut, haddeh... Benar-benar akan jadi sesuatu yang konyol untuk pertaruhan karier Si Jin, wkwkwkwkkk... Tapi itulah Si Jin, yang selalu romantis, sensitif, sekaligus pintar merayu di balik candaan bergaya ‘slenge’an’ kepada Mo Yeon. Tak peduli dia sendiri sedang terancam sanksi indispliner yang mengancam laju kenaikan pangkat dan jabatannya di kemiliteran, tapi untuk urusan perempuan yang sedang di hati, Si Jin tahu betul bagaimana dia harus bersikap dan memposisikan diri.





    Faktanya, malam itu memang harus ada yang berani mengambil keputusan, atau seluruh Arab akan kehilangan sosok pemimpinnya karena situasi dan kondisi yang sebenarnya dapat diambil jalan tengahnya. Meskipun ada jaminan militer tidak akan disalahkan apabila sang pemimpin Liga Arab itu meninggal, tapi sisi kemanusiaan jugalah yang akhirnya meluluhkan segala kekakuan protokoler militer dan kenegaraan. Sisi kemanusiaan yang didukung dengan fakta bahwa ada tim dokter yang sanggup untuk memberikan pertolongan maksimal kepada sang pemimpin malam itu, meski akhirnya harus ada yang dilanggar dan menyalahi ‘SOP’, tapi ya sudahlah resiko pasti ada untuk setiap keputusan dan pilihan yang diambil.
    Dari sisi Si Jin sendiri selain karena sisi kemanusiaan, ini lebih kepada usahanya untuk berusaha memberikan keleluasaan kepada Mo Yeon untuk melaksanakan apa yang menjadi keahlian dan kebangaannya. Bukan lagi urusan siapa yang paling berpengaruh, tapi inilah secara tidak langsung bentuk kepercayaan dan pengakuan Si Jin kepada Mo Yeon. Untuk selanjutnya justru Mo Yeon yang merasa bersalah, lagi-lagi inilah bagian dari suatu kewajaran. Siapa yang tidak merasa bersalah kl berada dalam posisi Mo Yeon saat itu? Di sisi lain mungkin Mo Yeon lega dan bangga karena operasinya bersama tim dokter yang lain, berjalan sukses. Akan tetapi, di ujung sana ada Si Jin yang sedang terkurung sendirian dalam gudang penyimpanan barang yang lembab dan banyak nyamuk sebagai bagian dari hukuman karena melanggar perintah mengizinkan operasi, siapa yang tidak terusik di hati?? Cinta jika sudah bicara, ohh...

*Antara Myung Joo dan Dae Yeong

    Ada Si Jin yang sedang terancam sangsi kemiliteran, ada juga Dae Yeong yang sudah dipastikan akan ‘terusir’ dari Urk, untuk segera kembali ke Korea  karena urusan hati. Hati yang bernama Letnan Yoon Myung Joo. Dokter cantik yang sepintas terlihat culas, tapi sebenarnya dia sosok yang cerdas dan penuh percaya diri. Sosok anak perempuan yang mandiri dan kuat dari seorang jenderal. Pantas jika ayahnya bermaksud untuk menjodohkannya dengan seorang laki-laki yang hebat dan sepadan untuknya, yaitu Kapten Yoo Si Jin. Tapi tenyata yang hebat dan sepadan menurut Myung Joo bukanlah Si Jin, yang katanya di depan Dae Yeong justru Si Jin itu terlihat terlalu ‘cantik’, wkwkwkkwkkk... Yupz, pada akhirnya sang jenderal mesti harus menghadapi kenyataan, kl sang putri yang dibanggakannya tersebut ternyata justru memilih berpaling dan cinta mati kepada seorang prajuit berpangkat sersan, bernama Seo Dae Yeong.
    Tak menyerah begitu saja kepada kemauan sang putri, berbagai siasat terpaksa diatur untuk berusaha menjauhkan sang putri dari sersan pujaannya. Dan Dae Yeong bisa apa, dia hanya seorang prajurit bawahan yang mau tidak mau harus tunduk kepada perintah atasan, terlebih hanya untuk urusan cinta yang kedengarannya hanya seperti bentuk debu beterbangan bila dibandingkan dengan urusan kedaulatan bangsa dan negara.
 
   Berawal dari sebuah keisengan yang dilancarkan oleh Myung Joo untuk menghindari perjodohan ayahnya dengan sang calon jenderal pilihan, akhirnya Dae Yeong benar-benar menjatuhkan pilihannya kepada Myung Joo. Tapi nasib cinta yang harus dialami Dae Yeong, hhhuufftt... Lepas dari masalah ditinggal menikah duluan oleh pacar yang sebelumnya, kini ketika menjalin cinta dengan Myung Joo, berasa lawan yang harus dihadapi sekokoh dan seangkuh Tembok Besar Cina. Tapi bukan Myung Joo namanya jika dia hanya diam dan berpasrah pada ketidaksetujuan sang ayah. Dae Yeong boleh saja pasrah dengan nasib hubungannya dengan Myung Joo, tapi sepertinya Myung Joo masih tetap berjuang untuk memertahankan hubungannya dengan Dae Young. Bahkan ketika niat menyusul sang kekasih di tempat tugas berbuah kekecewaan, tetap saja cinta yang besar di antara keduanya justru semakin terlihat karena rasa`sakit yang tidak bisa disembunyikan lagi oleh keduanya. Semakin cinta menusuk ke hatimu, akan semakin dalam luka yang digoreskan, hehhe...

*Antara Kencan dan Telepon Panggilan

    Sementara sang jenderal sibuk menjodohkan putrinya dengan Si Jin, justru Si Jin sendiri sedang ribet dengan urusan hatinya sendiri. Urusan hati dengan dokter bedah yang paling cantik di Urk atau juga Korea Selatan saat ini, hahahaaa.. Dokter Kang yang untuk selanjutnya justru membawa Si Jin menjadi tamu kehormatan bagi Presiden Mubarak. Karena kenekadan dari Si Jin dan juga  kehebatan Mo Yeon, akhirnya sang pemimpin Liga Arab tersebut memberikan apresiasi serta rasa terima kasihnya kepada Si Jin dan Mo Yeon atas upaya untuk menyelamatkannya dari sikon darurat sebelumnya. Apresiasi serta rasa terima kasih yang di antaranya diwujudkan dengan sebuah hadiah berupa kartu akses untuk melakukan apa saja di wilayah negara-negara Arab bagi Si Jin dan Mo Yeon. Hiyaaaaa... Kl Mo Yeon sudah membayangkan untuk melakukan hal-hal yang idealis berkenaan dengan privilige tersebut, lain lagi dengan yang dilakukan Si Jin... Lagi-lagi, gentleman satu ini... Sederhana saja, tapi romantis banget!!! Dua jam waktu ekstra, kartu tersebut dipakai Si Jin untuk menyewa mobil keprisidenan dan mengajak Mo Yeon jalan-jalan serta berkencan. Yihaaaaaa... Pokoknya quality time sekaleee!!!
    Sekiranya kencan siang itu akan berjalan lancar, tapi yang namanya berhadapan dengan seorang prajurit pilihan, bersiaplah dengan panggilan tugas sewaktu-waktu. Dan memang siang itu ketika berdua sedang saling memuji dan merayu (ceileeee..., yang katanya Si Jin, senyumnya Mo Yeon makin hari terlihat makin manis, wkwkwkwkwkwkk), bunyi dering smartphone kembali membuyarkan segalanya. Kencan yang kata Mo Yeon harus berakhir lagi di tengah jalan. Tapi kali ini Mo Yeon mencoba untuk menahan diri sekaligus belajar beradaptasi, sembari memohon di hadapan Si Jin, kl boleh sekarang jangan lagi berrahasia di depannya. Si Jin kali ini menurutinya dan membawa Mo Yeon ke dalam sebuah acara penghormatan terakhir untuk rekan prajurit Si Jin yang gugur ketika menunaikan tugas di bawah bendera PBB.  Banyak cerita yang pilu dan penuh bahaya, mungkin itulah salah satu alasan Si jin tidak pernah dapat sepenuhnya berbagi dengan Mo Yeon tentang dunianya dan pekerjaannya. Tapi jika cinta dan pengertian sudah mulai berpadu, hhmmm...

*Antara Kehormatan, Harga Diri, dan Sebotol Anggur

   

Cerita tentang ancaman sanksi yang harus diterima oleh Si Jin seperti tinggal tunggu waktunya saja. Dipikir Mo Yeon semua urusan selesai karena faktanya Presiden Mubarak sukses menjalani operasi dan tak kurang suatu apa, tapi dalam dunia kemiliteran melanggar tugas beda urusan dengan sisi kemanusiaan. Intinya untuk setiap pelanggaran perintah atasan, prajurit harus bersiap dan menerima segala konsekuensinya. Demikian halnya dengan Si Jin. Sanksi pemotongan gaji selama tiga bulan juga pembatalan promosi kenaikan pangkat dan jabatan, diterima Si Jin dengan lapang dada dan sikap ksatria. Ksatria yang tahu pasti bagaimana dia menempatkan kehormatan dan harga dirinya sebagai seorang prajurit. Bukan seperti halnya pecundang dan pengecut yang hanya bisa melarikan diri dari tanggung jawab dan tidak mampu membuat keputusan yang bijak. Toh di balik sangsi yang sudah dijatuhkan, masih tersimpan  kepuasan batin bahwa di balik pelanggaran aturannya dia berhasil menyelamatkan salah satu nyawa pemimpin dunia.
    Berbeda sudut pandang dalam hal pertanggungjawaban ini juga yang membuat seorang dokter sekelas Mo Yeon tidak terima jika Si Jin menjadi satu-satunya yang dipersalahkan dan menerima sanksi yang tidak bisa dikatakan enteng. Mo Yeon berkeras di hadapan atasan Si Jin bahwa tidak adil jika Si Jin yang dipersalahkan. Mo Yeon yang malang... Tak seorangpun yang menyangsikan pembelaannya kepada Si Jin saat itu, tapi bagi Si Jin bisa jadi ini sebuah hal yang akan mengurangi reputasi kehormatan dan harga dirinya.
    Tanpa bermaksud untuk sekali lagi menyudutkan Mo Yeon, tapi memang bagi Si Jin apa yang dilakukan oleh Mo Yeon di depan atasannya tersebut tidak semestinya dilakukan dengan sebegitu frontalnya. Selain memang tidak akan mengubah keadaan, apa yang dilakukan oleh Mo Yeon justru malah seolah-olah mencederai citra ksatria Si Jin. Gampangnya, berani berbuat, berani juga bertanggung jawab!!! Itu saja... Apalagi dalam dunia militer yang anti ‘abu-abu’. Faktanya memang Si Jin melanggar aturan dan harus mendapatkan hukuman.
    Untuk kelanjutannya, Mo Yeon harus seperti apa dan bagaimana di hadapan Si Jin, saya yakin cinta akan membantu segalanya menjadi lebih mudah dan saling memahami satu sama lain. Di balik segala kesalahpahaman dan kemarahan, ada cinta yang tetap terpancar. Ada kehadiran yang sesungguhnya akan selalu dirindukan daripada sendiri di antara problematika yang sedang dihadapi. Toh sebotol anggur yang diberikan Si Jin kepada Mo Yeon ketika mereka berdua secara tidak sengaja berjumpa lagi di dapur, berhasil menghangatkan kembali suasana.  Ada cerita dan candaan lagi di antar mereka. Terlebih untuk Si Jin... Melihat Mo Yeon dengan cueknya menenggak anggur langsung dari botolnya, alih-alih menunggu gelas dari uluran tangannya, terasa begitu ‘seksi’ dan ‘berbeda’. Hehhe... Dokter Kang Mo Yeon... Tanpa sadar, dia semakin membuat laki-laki yang sedang di hadapannya itu jatuh hati, dengan ulah cueknya yang seolah-olah malah menggoda... Menggoda yang elegan, hahahahh... Lalu sambaran ciuman ituuuuuuu... Semoga akan semakin berpadu nanti-nantinya. See you... 


*Quote of the day: Si Jin: “Prajurit selalu hidup dengan kain kafan. Jika kau gugur di sebuah tanah antah-berantah demi kepentingan bangsa dan negaramu, tanah tempat kau gugur akan menjadi kuburanmu dan seragammu akan menjadi kain kafanmu. Itulah prinsip yang harus kau pegang di manapun kau berada dengan seragammu itu.  Jika kamu telah menjadikan itu sebagai prinsipmu, jadilah terhormat setiap saat. Tidak ada alasan untuk jatuh dan menjadi rendah.

Kamis, 28 Juli 2016

“Apakah kau baik-baik saja?” “Masihkah kau tetap seksi ketika berada di ruang operasi?”... Itulah sebagian pertanyaan bernada rindu yang keluar dari mulut Si Jin ketika berkesempatan lagi untuk berduaan dengan Mo Yeon. Terdengar cukup ‘seksi’ juga untuk sebuah pertanyaan dan sapaan, setelah sekian lama tidak saling bertemu. Tidak peduli pada akhirnya pertanyaan tersebut dijawab Mo Yeon dengan sinis dan penuh sindiran, dengan dilatari pemandangan birunya air serta putihnya pasir di bibir pantai, sinisnya seolah-olah menguap begitu saja. Hanya tinggal cinta saja yang kembali kentara.  



*Gurau Ranjau

Setelah kembali bertemu dan memastikan kl yang di depan matanya itu benar-benar Si Jin, untuk kesekian kalinya Mo Yeon tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya tentang laki-laki yang pernah hampir mengisi hatinya dulu. Sebenarnya juga bukan hampir, tapi memang sudah, hahha... Mo Yeon yang kesal dan Mo Yeon yang masih senantiasa penasaran dengan Si Jin... Eeeeyyyyaaa... Berkebalikan dengan Si Jin... Merasa di pertemuan terakhirnya dulu, Si Jin dicampakkan oleh sang dokter bedah cantik, maka Si Jin lebih memilih untuk menahan diri alias agak ‘jual mahal’ dulu, xixixiii... Alhasil, lagi-lagi Mo Yeon yang terancam ‘gejala keki’ terlebih dahulu. Ranjau sang pemecah kebuntuan atau tepatnya tipuan tentang ranjau yang akhirnya berhasil dimanfaatkan secara maksimal oleh Si Jin untuk mengerjai Mo Yeon, wkwkwkwkwkkk...
Doh, Mo Yeon... Masih ingat saja cerita tentang McGyver. Sampai-sampai berharap Si Jin juga dapat sesaat menjelma menjadi ‘New McGyver’ demi  menyelamatkannya dari bahaya ranjau yang tak sengaja terinjak oleh kakinya. Mo Yeon bahkan tak sampai punya pikiran kl dia hanya sedang dikerjai oleh Si Jin, sampai kemudian Si Jin mendekatinya dan ikut menginjak tanah yang katanya beranjau tersebut. Melihat wajah Mo Yeon yang sudah sangat panik dan ketakutan, Si Jin malah dengan santainya mengatakan, bahwa lebih baik dia saja yang menjadi korban ranjau tersebut, alih-alih Mo Yeon. Cieeeeeee... Mepet dan semakin mepet eeeuuyy... Sampai kemudian keduanya jatuh bertumpukan, Si Jin yang mengetahui usaha akal bulusnya masih belum terendus oleh Mo Yeon, justru semakin menikmati ketika badannya ditimpa makhluk cantik di atasnya tersebut.  Baru tersadar kemudian, Mo Yeon sejurus kemudian merasa sangat kesal. Hingga akhirnya kemudian tampak Si Jin kebingungan mengejar Mo Yeon yang sedang menangis... Doh, Si Jin... Akhirnya tak tahan juga ketika melihat Mo Yeon berlalu meninggalkannya dengan terisak-isak...




Yang terjadi kemudian justru menghasilkan salah satu best moment yang bakalan selalu diingat oleh para pecinta drama Descendanst Of The Sun sejagad. Hormat bendera ituuu!!! Inilah seolah-olah gambaran untuk seorang prajurit yang hampir tidak punya sisi di hati untuk menyimpan cinta barang secuil, kecuali cinta yang segala-galanya kepada tanah airnya. Mendengar lagu kebangsaan tengah diputar, tak peduli sedang dalam sikon apapun, hormat harus senantiasa dilakukan. Pun yang terjadi dengan Si Jin, ketika dirinya masih direpotkan mengejar permintaan maaf dari Mo Yeon, justru di tengah-tengahnya kembali terputus oleh acara hormat. Seketika itu juga, bukan lagi Mo Yeon yang menjadi fokusnya dan kembali urusan negara menjadi satu-satunya kepentingan utama. Mo Yeon yang kemudian ikut terkesima, akhirnya juga diarahkan oleh Si Jin untuk menghadap bendera yang tengah dikibarkan, diiringi dengan lagu kebangsaan. Si Jin yang sensitif dan romantis, justru menambah indah momen dengan sebuah pernyatan lirih yang ia sampaikan kepada Mo Yeon, di sela-sela momen penuh kekhidmatan tersebut, “... Senang bertemu denganmu lagi...” Duh... 


*Cemburu Cinta Segitiga

    Sesungguhnya perasaan gundah dan tak menentu bukan melulu milik Yoo Si Jin dan Kang Mo Yeon. Sang Sersan, Seo Dae Yeong juga tak beda jauh dengan sang kolega. Perempuan yang mencintainya tengah dalam perjalanan untuk kembali menemuinya, bermaksud untuk kembali melanjutkan hubungan. Akan tetapi apa daya, sang perempuan ternyata bukan dari golongan yang sembarangan untuk dicintai oleh seseorang yang hanya berpangkat sersan. Yoon Myung Joo yang cantik, seorang dokter militer, dan anak seorang jenderal berbintang tiga, inilah kisah cinta rumit yang lain, selain kisah cinta yang belum tuntas lainnya atas nama Kapten Yoo Si Jin dan juga dokter bedah jelita, Kang Mo Yeon. Mo Yeon jelas tak asing lagi dengan rekan dokternya yang berdinas di militer tersebut. Hahha... Inilah saingan cantik yang selalu sukses bikin Mo Yeon keki, xixixiii... Saingan cantik yang akhirnya kembali membuat jantung Mo Yeon sedikit berdesir, karena ternyata ayah Myung Joo punya riwayat ingin menjodohkan sang putri dengan Si Jin, si calon potensial untuk juga berpangkat jenderal. Seperti halnya jodoh, bahkan saingan pun sepertimya sudah digariskan, hahahaaa...




    Dasar Si Jin, sekali lagi dia berhasil membuat Mo Yeon terjebak dalam perasaan cemburu. Meskipun sang dokter berdalih, tapi tetap saja yang namanya bertanya dan ingin tahu itu dasarnya lebih karena cemburu, cieeeeeee... Mo Yeon...  Terus mendesak keterangan dari Si Jin tentang cinta yang terjadi antara Dae Yeong dan Myung Joo, yang juga melibatkan Si Jin, Mo Yeon justru akhirnya gantian terpojok dengan salah satu pernyataan dari Si Jin. Pernyataan yang di antaranya menyebutkan kata-kata, [mencampakkan]. Yupz, rupanya Si Jin merasa bahwa dia dulu memang dicampakkan oleh Mo Yeon. Dicampakkan dari sebuah hubungan yang baru menjelang hangat dan kini, yang sudah dingin beranjak ingin dihangatkan kembali. Kiranya akan tepat karena melihat Mo Yeon yang terus penasaran sambil cemburu tentang isu cinta segitiga. Wkwkwkwkwkkk...



*Berseteru Kewenangan

    Sama-sama bertugas di wilayah yang sedang rawan dan berkonflik, seharusnya saling mengingatkan dan bertindak bijaksana yang harus menjadi pilihan. Namun, karena masing-masing terbilang handal di bidangnya, masalah ego pasti tak terhindarkan. Masing-masing saling meyakinkan, kl mereka pantas untuk diberi kebebasan dalam menangani dan memutuskan suatu kasus atau masalah. Mo Yeon tak suka melihat sikap Si Jin yang seolah-olah semua harus melapor kepadanya, tentang apa saja yang Mo Yeon dan tim dokter relawan lainnya lakukan.  Tapi kembali lagi, yang lebih berkuasa di situ memang militer, mengingat sikon yang terkait.
    Sesungguhnya, bukan maksud Si Jin juga untuk selalu mendikte Mo Yeon dan rekan-rekannya, toh Si Jin juga dibebani tugas untuk selalu melapor kepada atasannya, tentang segala yang terjadi di Urk saat itu. Tapi ya itu tadi, perseteruan tentang siapa yang paling berwenang dan kompeten, tak mungkin akan terhindarkan, apabila melibatkan beberapa orang penting yang kompeten di bidangnya. Hhmmm... Namun, bukan cerita drama jika semuanya berlaku kaku, hehhe... Drama tetaplah harus ada ‘drama’nya. Drama yang menunjukkan bahwa karena ada cinta, semua jadi mungkin-mungkin saja. Bukan lagi masalah berebut kewenangan, tapi lebih kepada memberi suatu bentuk kepercayaan kepada seseorang yang dicintai, hingga kemudian cerita untuk saling berkorban dan mengorbankan diri ikut jadi bahasan.
    Hal tersebut setidak-setidaknya tercermin di scene terakhir episode tiga, DotS kemarin malam. Si Jin akhirnya lebih memilih untuk mematikan radio kontrolnya, bermaksud untuk memberikan kesempatan kepada Mo Yeon melakukan operasi darurat kepada Presiden Mubarak yang sudah hampir sekarat. Si Jin pastinya tahu segala konsekuensi atas apa yang dilakukannya itu, tapi ini lhooo ketika cinta sudah memainkan perannya. Berkorban demi sebuah eksistensi dari yang sedang dicintai. Scene ketika akhirnya tim keamanan keprisidenan dan militer di bawah komando Si Jin saling mengacungkan senjata dan berhadap-hadapan, berhasil jadi pungkasan yang sempurna untuk episode ketiga... Saya menggambarkan scene pungkasan tersebut sebagai sesuatu yang menegangkan, tapi ‘cantik’. Dramatisnya dapet banget!!! Hehhe... Secantik cerita pengorbanan dan cinta yang selanjutnya. See you... 



   

20.44.00 Unknown
“Apakah kau baik-baik saja?” “Masihkah kau tetap seksi ketika berada di ruang operasi?”... Itulah sebagian pertanyaan bernada rindu yang keluar dari mulut Si Jin ketika berkesempatan lagi untuk berduaan dengan Mo Yeon. Terdengar cukup ‘seksi’ juga untuk sebuah pertanyaan dan sapaan, setelah sekian lama tidak saling bertemu. Tidak peduli pada akhirnya pertanyaan tersebut dijawab Mo Yeon dengan sinis dan penuh sindiran, dengan dilatari pemandangan birunya air serta putihnya pasir di bibir pantai, sinisnya seolah-olah menguap begitu saja. Hanya tinggal cinta saja yang kembali kentara.  



*Gurau Ranjau

Setelah kembali bertemu dan memastikan kl yang di depan matanya itu benar-benar Si Jin, untuk kesekian kalinya Mo Yeon tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya tentang laki-laki yang pernah hampir mengisi hatinya dulu. Sebenarnya juga bukan hampir, tapi memang sudah, hahha... Mo Yeon yang kesal dan Mo Yeon yang masih senantiasa penasaran dengan Si Jin... Eeeeyyyyaaa... Berkebalikan dengan Si Jin... Merasa di pertemuan terakhirnya dulu, Si Jin dicampakkan oleh sang dokter bedah cantik, maka Si Jin lebih memilih untuk menahan diri alias agak ‘jual mahal’ dulu, xixixiii... Alhasil, lagi-lagi Mo Yeon yang terancam ‘gejala keki’ terlebih dahulu. Ranjau sang pemecah kebuntuan atau tepatnya tipuan tentang ranjau yang akhirnya berhasil dimanfaatkan secara maksimal oleh Si Jin untuk mengerjai Mo Yeon, wkwkwkwkwkkk...
Doh, Mo Yeon... Masih ingat saja cerita tentang McGyver. Sampai-sampai berharap Si Jin juga dapat sesaat menjelma menjadi ‘New McGyver’ demi  menyelamatkannya dari bahaya ranjau yang tak sengaja terinjak oleh kakinya. Mo Yeon bahkan tak sampai punya pikiran kl dia hanya sedang dikerjai oleh Si Jin, sampai kemudian Si Jin mendekatinya dan ikut menginjak tanah yang katanya beranjau tersebut. Melihat wajah Mo Yeon yang sudah sangat panik dan ketakutan, Si Jin malah dengan santainya mengatakan, bahwa lebih baik dia saja yang menjadi korban ranjau tersebut, alih-alih Mo Yeon. Cieeeeeee... Mepet dan semakin mepet eeeuuyy... Sampai kemudian keduanya jatuh bertumpukan, Si Jin yang mengetahui usaha akal bulusnya masih belum terendus oleh Mo Yeon, justru semakin menikmati ketika badannya ditimpa makhluk cantik di atasnya tersebut.  Baru tersadar kemudian, Mo Yeon sejurus kemudian merasa sangat kesal. Hingga akhirnya kemudian tampak Si Jin kebingungan mengejar Mo Yeon yang sedang menangis... Doh, Si Jin... Akhirnya tak tahan juga ketika melihat Mo Yeon berlalu meninggalkannya dengan terisak-isak...




Yang terjadi kemudian justru menghasilkan salah satu best moment yang bakalan selalu diingat oleh para pecinta drama Descendanst Of The Sun sejagad. Hormat bendera ituuu!!! Inilah seolah-olah gambaran untuk seorang prajurit yang hampir tidak punya sisi di hati untuk menyimpan cinta barang secuil, kecuali cinta yang segala-galanya kepada tanah airnya. Mendengar lagu kebangsaan tengah diputar, tak peduli sedang dalam sikon apapun, hormat harus senantiasa dilakukan. Pun yang terjadi dengan Si Jin, ketika dirinya masih direpotkan mengejar permintaan maaf dari Mo Yeon, justru di tengah-tengahnya kembali terputus oleh acara hormat. Seketika itu juga, bukan lagi Mo Yeon yang menjadi fokusnya dan kembali urusan negara menjadi satu-satunya kepentingan utama. Mo Yeon yang kemudian ikut terkesima, akhirnya juga diarahkan oleh Si Jin untuk menghadap bendera yang tengah dikibarkan, diiringi dengan lagu kebangsaan. Si Jin yang sensitif dan romantis, justru menambah indah momen dengan sebuah pernyatan lirih yang ia sampaikan kepada Mo Yeon, di sela-sela momen penuh kekhidmatan tersebut, “... Senang bertemu denganmu lagi...” Duh... 


*Cemburu Cinta Segitiga

    Sesungguhnya perasaan gundah dan tak menentu bukan melulu milik Yoo Si Jin dan Kang Mo Yeon. Sang Sersan, Seo Dae Yeong juga tak beda jauh dengan sang kolega. Perempuan yang mencintainya tengah dalam perjalanan untuk kembali menemuinya, bermaksud untuk kembali melanjutkan hubungan. Akan tetapi apa daya, sang perempuan ternyata bukan dari golongan yang sembarangan untuk dicintai oleh seseorang yang hanya berpangkat sersan. Yoon Myung Joo yang cantik, seorang dokter militer, dan anak seorang jenderal berbintang tiga, inilah kisah cinta rumit yang lain, selain kisah cinta yang belum tuntas lainnya atas nama Kapten Yoo Si Jin dan juga dokter bedah jelita, Kang Mo Yeon. Mo Yeon jelas tak asing lagi dengan rekan dokternya yang berdinas di militer tersebut. Hahha... Inilah saingan cantik yang selalu sukses bikin Mo Yeon keki, xixixiii... Saingan cantik yang akhirnya kembali membuat jantung Mo Yeon sedikit berdesir, karena ternyata ayah Myung Joo punya riwayat ingin menjodohkan sang putri dengan Si Jin, si calon potensial untuk juga berpangkat jenderal. Seperti halnya jodoh, bahkan saingan pun sepertimya sudah digariskan, hahahaaa...




    Dasar Si Jin, sekali lagi dia berhasil membuat Mo Yeon terjebak dalam perasaan cemburu. Meskipun sang dokter berdalih, tapi tetap saja yang namanya bertanya dan ingin tahu itu dasarnya lebih karena cemburu, cieeeeeee... Mo Yeon...  Terus mendesak keterangan dari Si Jin tentang cinta yang terjadi antara Dae Yeong dan Myung Joo, yang juga melibatkan Si Jin, Mo Yeon justru akhirnya gantian terpojok dengan salah satu pernyataan dari Si Jin. Pernyataan yang di antaranya menyebutkan kata-kata, [mencampakkan]. Yupz, rupanya Si Jin merasa bahwa dia dulu memang dicampakkan oleh Mo Yeon. Dicampakkan dari sebuah hubungan yang baru menjelang hangat dan kini, yang sudah dingin beranjak ingin dihangatkan kembali. Kiranya akan tepat karena melihat Mo Yeon yang terus penasaran sambil cemburu tentang isu cinta segitiga. Wkwkwkwkwkkk...



*Berseteru Kewenangan

    Sama-sama bertugas di wilayah yang sedang rawan dan berkonflik, seharusnya saling mengingatkan dan bertindak bijaksana yang harus menjadi pilihan. Namun, karena masing-masing terbilang handal di bidangnya, masalah ego pasti tak terhindarkan. Masing-masing saling meyakinkan, kl mereka pantas untuk diberi kebebasan dalam menangani dan memutuskan suatu kasus atau masalah. Mo Yeon tak suka melihat sikap Si Jin yang seolah-olah semua harus melapor kepadanya, tentang apa saja yang Mo Yeon dan tim dokter relawan lainnya lakukan.  Tapi kembali lagi, yang lebih berkuasa di situ memang militer, mengingat sikon yang terkait.
    Sesungguhnya, bukan maksud Si Jin juga untuk selalu mendikte Mo Yeon dan rekan-rekannya, toh Si Jin juga dibebani tugas untuk selalu melapor kepada atasannya, tentang segala yang terjadi di Urk saat itu. Tapi ya itu tadi, perseteruan tentang siapa yang paling berwenang dan kompeten, tak mungkin akan terhindarkan, apabila melibatkan beberapa orang penting yang kompeten di bidangnya. Hhmmm... Namun, bukan cerita drama jika semuanya berlaku kaku, hehhe... Drama tetaplah harus ada ‘drama’nya. Drama yang menunjukkan bahwa karena ada cinta, semua jadi mungkin-mungkin saja. Bukan lagi masalah berebut kewenangan, tapi lebih kepada memberi suatu bentuk kepercayaan kepada seseorang yang dicintai, hingga kemudian cerita untuk saling berkorban dan mengorbankan diri ikut jadi bahasan.
    Hal tersebut setidak-setidaknya tercermin di scene terakhir episode tiga, DotS kemarin malam. Si Jin akhirnya lebih memilih untuk mematikan radio kontrolnya, bermaksud untuk memberikan kesempatan kepada Mo Yeon melakukan operasi darurat kepada Presiden Mubarak yang sudah hampir sekarat. Si Jin pastinya tahu segala konsekuensi atas apa yang dilakukannya itu, tapi ini lhooo ketika cinta sudah memainkan perannya. Berkorban demi sebuah eksistensi dari yang sedang dicintai. Scene ketika akhirnya tim keamanan keprisidenan dan militer di bawah komando Si Jin saling mengacungkan senjata dan berhadap-hadapan, berhasil jadi pungkasan yang sempurna untuk episode ketiga... Saya menggambarkan scene pungkasan tersebut sebagai sesuatu yang menegangkan, tapi ‘cantik’. Dramatisnya dapet banget!!! Hehhe... Secantik cerita pengorbanan dan cinta yang selanjutnya. See you... 



   

Rabu, 27 Juli 2016

Gagal lagi yang kesekian kalinya untuk menuntaskan kencan. Hhmmm... Dua kali sudah Yoo Si Jin mengajak Kang Mo Yeon untuk pergi berkencan, tapi dua kali juga ia membuat berantakan acara kencannya. Tidak sepenuhnya berantakan, tapi tetap saja menyisakan kekesalan. Tidak semua meninggalkan kesedihan, tapi gundah dan tanya selalu yang tersisa kemudian. Dua kali tak tuntas, tapi tidak untuk yang ketiga... Namun apa lacur kemudian, di kesempatan yang ketiga giliran Dokter Kang yang memutuskan mengakhiri, bahkan untuk sebuah permulaan yang belum dimulai oleh keduanya.


*Resiko Pekerjaan

    Satunya seorang dokter bedah handal, satunya lagi adalah seorang tentara/prajurit dari kesatuan elit. Dua-duanya punya beban tugas yang sangat tidak bisa disepelekan. Ibarat kata, mereka berdua hampir tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Satunya berurusan dengan nyawa manusia dan yang satunya lagi berhubungan dengan pertahanan dan kedaulatan negara. Sesekali mereka punya ‘me time’, tapi hanya sesekali saja. Sesekali yang tetap harus berjaga-jaga karena sewaktu-waktu dipanggil atas nama tugas yang tidak bisa untuk dielak. Meskipun dokter ada giliran tugas dan jaganya, tapi dalam prakteknya, semua serba mungkin untuk waktu yang sehari-semalam hanya 24 jam ini, mereka tak kenal lelah dengan tugas dan pengabdian.
    Pun dengan yang dialami oleh seorang prajurit atau tentara. Sewaktu-waktu mereka dipanggil dan dibutuhkan dalam suatu tugas dan misi, seketika itu juga mereka harus pergi untuk menuruti perintah. Urusan pribadi jadi sesuatu yang langka untuk dieksekusi karena kepentingan negara harus di atas segalanya. Terlebih untuk anggota kesatuan elit seperti Kapten Yoo Si Jin. Makin dia handal dan tuntas dalam setiap misi, makin libur itu seolah-olah hanya menjadi sebuah angan-angan.

    Di awalnya saja kelihatannya akan berjalan lancar, sesuai rencana, tapi di tengah perjalanan apa mau dikata... Niat hati ingin meminta maaf sekaligus mengganti waktu atas ajakan kencan pertama yang gagal, tapi Si Jin tak kuasa juga untuk menuntaskannya. Menerima ajakan Dokter Kang untuk pergi nonton di bioskop setelah sebelumnya sempat untuk beberapa saat saling berbicara dan bercanda, saling meledek dan menggoda, harusnya malam itu mereka bisa memanfaatkan kurang lebih dua jam lagi untuk mengobrol dan menonton film. Si Jin terpaksa menutup gurauannya dengan Dokter Kang bahwa duduk di sebelah wanita cantik dengan kondisi lampu dimatikan adalah sesuatu yang mengasyikkan, lewat sebuah panggilan telepon yang mengharuskan dia meninggalkan Dokter Kang sendirian di bioskop. Tugas adalah tugas dan meninggalkan tugas berarti mengingkari komitmen dan tanggung jawab itu sendiri. Dokter Kang hanya bisa mengatakan, “... Pergilah!!!” Dan aku akan tetap meneruskan menonton film itu sendiri... Hhhhuuufftt... Mulut boleh berkata apa saja, tapi mata adalah jendela hati untuk menggambarkan kekecewaan dan juga malu. Ya iyalah malu... Akhirnya ditinggal sendirian di tengah asyik-asyiknya berkencan... Talk to my hand, Captain!!!
  


 Malu dan kecewa yang sekejap kemudian justru terobati karena Mo Yeon mendadak mendapat telepon dari rumah sakit yang mengharuskannya untuk datang. Siapa yang akan meninggalkan siapa coba kl seperti ini akhirnya cerita kencan yang gagal lagi malam itu??! Sekarang hanya tinggal masalah, siapa yang duluan mendapat tugas dan panggilan dan bersiap-siaplah untuk dua-duanya akan menerima resikonya. Resiko untuk ditinggalkan duluan dan meninggalkan segala apa yang sedang dilakukan serta dikerjakan. Tapi karena ini judulnya adalah kencan penjajakan, imej dan harga diri masihlah segala-galanya. Hahahaaa... Berpikirnya, di awalnya saja sudah seperti ini, lalu bagaimana untuk yang selanjutnya dan seterusnya?!


*Prinsip Berlawanan

    Maka untuk yang ketiga kalinya, ketika Si Jin datang untuk kesekian kalinya mengejutkan Mo Yeon, sang dokter mencoba untuk mengambil suatu ketegasan. Obrolan di kafe malam itu tak selancar ledekan-ledekan serta gurauan-gurauan mereka berdua sebelumnya. Suasana pertemuan malam itu terlihat kaku, tegang, tapi juga pilu. Saat Mo Yeon mulai menyinggung tentang pekerjaan Si Jin sebagai tentara, seketika itu ego Mo Yeon seolah-olah berusaha untuk menegakkan harga dirinya di hadapan Si Jin. Dua kali kencan berada dalam posisi yang selalu yang ditinggalkan, Mo Yeon yang punya reputasi tidak sembarangan di profesinya, merasa bahwa ia harus dengan segala cara membuat dirinya tidak hanya dipandang sebelah mata.
Hingga akhirnya tema prinsip dalam profesi mereka jalani, yang seolah-olah dipakai Mo Yeon sebagai alat untuk mengultimatum Si Jin. “... Kau berjuang dengan cara membunuh atau terbunuh, sedangkan aku berjuang apapun caranya membuat orang tetap hidup...” Kurang lebih begitulah inti yang dikatakan Mo Yeon kepada Si Jin malam itu di kafe. Si Jin pun tak bisa mengelak dari apa yang sudah disimpulkan sendiri oleh Mo Yeon. Bahwa kemudian dia membela dirinya, tak cukup kiranya pembelaan tersebut untuk membuat Mo Yeon bertahan. Sebelum semuanya berjalan terlalu jauh, sebelum pengertian dan pemahaman akan muncul seiring cinta yang sudah tertanam, dan sebelum segala toleransi dan pengorbanan akan membawa keduanya dalam keselerasan, lebih baik saling undur diri dan mengucapkan salam perpisahan.





*Terjebak Kesibukan dan Kegemilangan

    Seiring waktu berjalan, Mo Yeon dan Si Jin kembali dalam kesibukannya sendiri-sendiri. Dan percayalah, dua orang ini sebenarnya sosok yang hebat dalam pekerjaannya. Mungkin urusan hati sangat payah, tapi lain halnya denagn prestasi dan dedikasi pekerjaan, baik Mo Yeon atau Si Jin sama-sama sedang menapaki jalan kegemilangannya. Ahh, dokter cantik satu ini, boleh saja dia berulang kali gagal secara tidak fair dipromosikan menjadi seorang profesor, tapi praktek di lapangan, Kang Mo Yeon adalah bintangnya. Menangis dan meratap putus asa sendirian karena merasa dipecundangi oleh sesama rekan dokternya, tapi ketika akhirnya berhasil tampil di layar kaca, Mo Yeon berhasil membuktikannya, bahwa memang dia adalah pemenangnya. Sang rekan yang pecundang akhirnya terus-menerus merecokinya, namanya juga iri... Hahha... Lalu masihkan Mo Yeon teringat akan Si Jin? Hhmmm...
    Mo Yeon bersinar di bidangnya, begitu pun dengan Kapten Yoo Si Jin. Kini dia sedang ditugaskan di Urk, sebuah tempat yang semakin menjauhkannya dengan Mo Yeon. Bahkan ketika Dae Yeong mengingatkan tentang Mo Yeon pun, Si Jin memilih untuk tak terlalu mengindahkannya. Apa yang mau diingat untuk sebuah akhir yang tak berawal, hehhe... Tapi rasa yang tersimpan sebenarnya belum rela untuk melepaskannya.


*Pertemuan Kembali

    Berterima kasihlah kepada sang pimpinan Haesung Hospital, karena kekesalannya kepada penolakan Mo Yeon, maka akhirnya dia memilih untuk menghukum Mo Yeon dengan cara menyuruhnya pergi memimpin sebuah tugas kemanusiaan bersama dengan rekan-rekan dokter dan perawat terpilih, ke sebuah negara yang bahkan dari beberapa yang akan berangkat tidak tahu ada nama Urk sebagai sebuah wilayah atau negara, wkwkwkwkwkkk... Urk yang berkonflik dan rawan, siapa sangka di situlah justru rasa yang dulu belum sempat menuntaskan klimaksnya, memulai lagi petualangannya. Petualang baru, di tempat dan sikon yang benar-benar baru. Berharapnya sie akan ada semangat baru. Ech, si kapten... Tahu saja caranya untuk menyambut seseorang yang dulu lebih memilih mengakhiri daripada melanjutkan rasa yang sedang bergejolak di hati. Jika  sebelumnya Mo Yeon yang ‘pasang harga diri’ serta pertahanannya di hadapan Si Jin, sekarang gilirannya Si Jin yang menegaskan harga dirinya di hadapan Mo Yeon. Dengan cara apa, saudara-saudara? Hahha... Tak usahlah banyak cakap dan mengadu prinsip, cukup dengan memakai kaca mata hitam saja!!! Hahahaaa...
    Kaca mata hitam yang tak menghiraukan sebuah syal yang terbang tertiup angin dan pemiliknya yang ternyata tak luput untuk tertegun dan menatap. Adegan melintas yang cukup memorable rupanya untuk para pecinta serial drama ini kemudian. Semoga yang sedang melintas dan mengawas tersebut, bergegas mengurus rasa yang saling ada yaaa... Pertama mungkin kau kurelakan pergi, tapi untuk selanjutnya ternyata kita dipertemukan lagi, pasti karena ada urusan yang belum benar-benar terselesaikan di antara kita. Baiknya memang semuanya dituntaskan sampai ke titik akhirnya. See you...


*Quotes of the day: 1) Si Jin: “... Aku adalah seorang tentara. Tentara mengikuti perintah. Terkadang, apa yang aku yakini itu baik dan benar, tidak berarti demikian juga untuk yang lainnya...” “... Aku percaya, bahwa aku berjuang untuk kedamaian dan kebebasan bangsa dan negaraku.
     
   









19.50.00 Unknown
Gagal lagi yang kesekian kalinya untuk menuntaskan kencan. Hhmmm... Dua kali sudah Yoo Si Jin mengajak Kang Mo Yeon untuk pergi berkencan, tapi dua kali juga ia membuat berantakan acara kencannya. Tidak sepenuhnya berantakan, tapi tetap saja menyisakan kekesalan. Tidak semua meninggalkan kesedihan, tapi gundah dan tanya selalu yang tersisa kemudian. Dua kali tak tuntas, tapi tidak untuk yang ketiga... Namun apa lacur kemudian, di kesempatan yang ketiga giliran Dokter Kang yang memutuskan mengakhiri, bahkan untuk sebuah permulaan yang belum dimulai oleh keduanya.


*Resiko Pekerjaan

    Satunya seorang dokter bedah handal, satunya lagi adalah seorang tentara/prajurit dari kesatuan elit. Dua-duanya punya beban tugas yang sangat tidak bisa disepelekan. Ibarat kata, mereka berdua hampir tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Satunya berurusan dengan nyawa manusia dan yang satunya lagi berhubungan dengan pertahanan dan kedaulatan negara. Sesekali mereka punya ‘me time’, tapi hanya sesekali saja. Sesekali yang tetap harus berjaga-jaga karena sewaktu-waktu dipanggil atas nama tugas yang tidak bisa untuk dielak. Meskipun dokter ada giliran tugas dan jaganya, tapi dalam prakteknya, semua serba mungkin untuk waktu yang sehari-semalam hanya 24 jam ini, mereka tak kenal lelah dengan tugas dan pengabdian.
    Pun dengan yang dialami oleh seorang prajurit atau tentara. Sewaktu-waktu mereka dipanggil dan dibutuhkan dalam suatu tugas dan misi, seketika itu juga mereka harus pergi untuk menuruti perintah. Urusan pribadi jadi sesuatu yang langka untuk dieksekusi karena kepentingan negara harus di atas segalanya. Terlebih untuk anggota kesatuan elit seperti Kapten Yoo Si Jin. Makin dia handal dan tuntas dalam setiap misi, makin libur itu seolah-olah hanya menjadi sebuah angan-angan.

    Di awalnya saja kelihatannya akan berjalan lancar, sesuai rencana, tapi di tengah perjalanan apa mau dikata... Niat hati ingin meminta maaf sekaligus mengganti waktu atas ajakan kencan pertama yang gagal, tapi Si Jin tak kuasa juga untuk menuntaskannya. Menerima ajakan Dokter Kang untuk pergi nonton di bioskop setelah sebelumnya sempat untuk beberapa saat saling berbicara dan bercanda, saling meledek dan menggoda, harusnya malam itu mereka bisa memanfaatkan kurang lebih dua jam lagi untuk mengobrol dan menonton film. Si Jin terpaksa menutup gurauannya dengan Dokter Kang bahwa duduk di sebelah wanita cantik dengan kondisi lampu dimatikan adalah sesuatu yang mengasyikkan, lewat sebuah panggilan telepon yang mengharuskan dia meninggalkan Dokter Kang sendirian di bioskop. Tugas adalah tugas dan meninggalkan tugas berarti mengingkari komitmen dan tanggung jawab itu sendiri. Dokter Kang hanya bisa mengatakan, “... Pergilah!!!” Dan aku akan tetap meneruskan menonton film itu sendiri... Hhhhuuufftt... Mulut boleh berkata apa saja, tapi mata adalah jendela hati untuk menggambarkan kekecewaan dan juga malu. Ya iyalah malu... Akhirnya ditinggal sendirian di tengah asyik-asyiknya berkencan... Talk to my hand, Captain!!!
  


 Malu dan kecewa yang sekejap kemudian justru terobati karena Mo Yeon mendadak mendapat telepon dari rumah sakit yang mengharuskannya untuk datang. Siapa yang akan meninggalkan siapa coba kl seperti ini akhirnya cerita kencan yang gagal lagi malam itu??! Sekarang hanya tinggal masalah, siapa yang duluan mendapat tugas dan panggilan dan bersiap-siaplah untuk dua-duanya akan menerima resikonya. Resiko untuk ditinggalkan duluan dan meninggalkan segala apa yang sedang dilakukan serta dikerjakan. Tapi karena ini judulnya adalah kencan penjajakan, imej dan harga diri masihlah segala-galanya. Hahahaaa... Berpikirnya, di awalnya saja sudah seperti ini, lalu bagaimana untuk yang selanjutnya dan seterusnya?!


*Prinsip Berlawanan

    Maka untuk yang ketiga kalinya, ketika Si Jin datang untuk kesekian kalinya mengejutkan Mo Yeon, sang dokter mencoba untuk mengambil suatu ketegasan. Obrolan di kafe malam itu tak selancar ledekan-ledekan serta gurauan-gurauan mereka berdua sebelumnya. Suasana pertemuan malam itu terlihat kaku, tegang, tapi juga pilu. Saat Mo Yeon mulai menyinggung tentang pekerjaan Si Jin sebagai tentara, seketika itu ego Mo Yeon seolah-olah berusaha untuk menegakkan harga dirinya di hadapan Si Jin. Dua kali kencan berada dalam posisi yang selalu yang ditinggalkan, Mo Yeon yang punya reputasi tidak sembarangan di profesinya, merasa bahwa ia harus dengan segala cara membuat dirinya tidak hanya dipandang sebelah mata.
Hingga akhirnya tema prinsip dalam profesi mereka jalani, yang seolah-olah dipakai Mo Yeon sebagai alat untuk mengultimatum Si Jin. “... Kau berjuang dengan cara membunuh atau terbunuh, sedangkan aku berjuang apapun caranya membuat orang tetap hidup...” Kurang lebih begitulah inti yang dikatakan Mo Yeon kepada Si Jin malam itu di kafe. Si Jin pun tak bisa mengelak dari apa yang sudah disimpulkan sendiri oleh Mo Yeon. Bahwa kemudian dia membela dirinya, tak cukup kiranya pembelaan tersebut untuk membuat Mo Yeon bertahan. Sebelum semuanya berjalan terlalu jauh, sebelum pengertian dan pemahaman akan muncul seiring cinta yang sudah tertanam, dan sebelum segala toleransi dan pengorbanan akan membawa keduanya dalam keselerasan, lebih baik saling undur diri dan mengucapkan salam perpisahan.





*Terjebak Kesibukan dan Kegemilangan

    Seiring waktu berjalan, Mo Yeon dan Si Jin kembali dalam kesibukannya sendiri-sendiri. Dan percayalah, dua orang ini sebenarnya sosok yang hebat dalam pekerjaannya. Mungkin urusan hati sangat payah, tapi lain halnya denagn prestasi dan dedikasi pekerjaan, baik Mo Yeon atau Si Jin sama-sama sedang menapaki jalan kegemilangannya. Ahh, dokter cantik satu ini, boleh saja dia berulang kali gagal secara tidak fair dipromosikan menjadi seorang profesor, tapi praktek di lapangan, Kang Mo Yeon adalah bintangnya. Menangis dan meratap putus asa sendirian karena merasa dipecundangi oleh sesama rekan dokternya, tapi ketika akhirnya berhasil tampil di layar kaca, Mo Yeon berhasil membuktikannya, bahwa memang dia adalah pemenangnya. Sang rekan yang pecundang akhirnya terus-menerus merecokinya, namanya juga iri... Hahha... Lalu masihkan Mo Yeon teringat akan Si Jin? Hhmmm...
    Mo Yeon bersinar di bidangnya, begitu pun dengan Kapten Yoo Si Jin. Kini dia sedang ditugaskan di Urk, sebuah tempat yang semakin menjauhkannya dengan Mo Yeon. Bahkan ketika Dae Yeong mengingatkan tentang Mo Yeon pun, Si Jin memilih untuk tak terlalu mengindahkannya. Apa yang mau diingat untuk sebuah akhir yang tak berawal, hehhe... Tapi rasa yang tersimpan sebenarnya belum rela untuk melepaskannya.


*Pertemuan Kembali

    Berterima kasihlah kepada sang pimpinan Haesung Hospital, karena kekesalannya kepada penolakan Mo Yeon, maka akhirnya dia memilih untuk menghukum Mo Yeon dengan cara menyuruhnya pergi memimpin sebuah tugas kemanusiaan bersama dengan rekan-rekan dokter dan perawat terpilih, ke sebuah negara yang bahkan dari beberapa yang akan berangkat tidak tahu ada nama Urk sebagai sebuah wilayah atau negara, wkwkwkwkwkkk... Urk yang berkonflik dan rawan, siapa sangka di situlah justru rasa yang dulu belum sempat menuntaskan klimaksnya, memulai lagi petualangannya. Petualang baru, di tempat dan sikon yang benar-benar baru. Berharapnya sie akan ada semangat baru. Ech, si kapten... Tahu saja caranya untuk menyambut seseorang yang dulu lebih memilih mengakhiri daripada melanjutkan rasa yang sedang bergejolak di hati. Jika  sebelumnya Mo Yeon yang ‘pasang harga diri’ serta pertahanannya di hadapan Si Jin, sekarang gilirannya Si Jin yang menegaskan harga dirinya di hadapan Mo Yeon. Dengan cara apa, saudara-saudara? Hahha... Tak usahlah banyak cakap dan mengadu prinsip, cukup dengan memakai kaca mata hitam saja!!! Hahahaaa...
    Kaca mata hitam yang tak menghiraukan sebuah syal yang terbang tertiup angin dan pemiliknya yang ternyata tak luput untuk tertegun dan menatap. Adegan melintas yang cukup memorable rupanya untuk para pecinta serial drama ini kemudian. Semoga yang sedang melintas dan mengawas tersebut, bergegas mengurus rasa yang saling ada yaaa... Pertama mungkin kau kurelakan pergi, tapi untuk selanjutnya ternyata kita dipertemukan lagi, pasti karena ada urusan yang belum benar-benar terselesaikan di antara kita. Baiknya memang semuanya dituntaskan sampai ke titik akhirnya. See you...


*Quotes of the day: 1) Si Jin: “... Aku adalah seorang tentara. Tentara mengikuti perintah. Terkadang, apa yang aku yakini itu baik dan benar, tidak berarti demikian juga untuk yang lainnya...” “... Aku percaya, bahwa aku berjuang untuk kedamaian dan kebebasan bangsa dan negaraku.
     
   









Selasa, 26 Juli 2016

Akhirnya, yang ditunggu-tunggu hadir juga. Sang Kapten Yoo Si Jin dan dokter jelitanya, Kang Mo Yeon dalam Descendant Of The Sun!!! Ech, btw masih ditunggu-tunggu gak sie??! Hahha... Kl katanya ‘para sombong’ (wkwkwkwkwkkk, termasuk saiya) yang sudah terbiasa download serial K-Drama mendahului pemirsa kebanyakan, termasuk juga dengan serial drama ini, sudah tidak terlalu exited lagi... Lha iya, lha wonk sudah hapal di luar kepala adegan-adegan serta jalan ceritanya karena sudah ditonton berulang kali ditonton di laptop atau juga media gadget yang lainnya, hahahaaa... Momentumnya lambat-laun sudah meluntur, hhmmm... Apanya lagi dunk yang bikin penasaran??! Apalagi yang memenangkan hak siar drama berbudget fantastis ini di Indonesia adalah stasiun tv RCTI, hadddeh... Berasa exited dan antusiasnya makin jauh panggang dari api. Stasiun tv RCTI terkenal dengan kebiasaan kejamnya yang hobi memotong dan menghentikan program acaranya di tengah jalan karena ekspektasi yang tidak sesuai harapan (baca: alasan rating dan share jeblok). Bukan melulu karena sifat tayangan yang tidak memenuhi standar, justru stasiun tv ini seringkali memangkas acara-acara yang saya pikir itu bagus dan bermutu daripada hanya sekadar tayangan sinetron ribuan episode, yang entah sampai kapan akan mencapai tamatnya, wwweew... Nah, untuk itulah kenapa ketika mengetahui DotS akan ditayangkan oleh stasiun tv berlambang burung rajawali ini, banyak pesimisme dan nyinyir yang berkembang di sana-sini... Eeeyyyaa... RCTI... Akan betah sampai berapa episode mereka akan menayangkan DotS, ada berapa banyak adegan yang akan jadi korban sensor sembarangan, xixixiii...


*Meleset Dari Perkiraan

Ahh, tapi setidak-tidaknya kabar baik itu mulai terjawab seminggu belakangan. Sempat membaca dan mengetahuinya sekilas di sebuah situs berita, katanya RCTI akan menayangkan DotS dengan menggunakan sistem subtitle alias tanpa dubbing dari para dubber, seperti biasanya beberapa program tayangan impor ditayangkan di stasiun-stasiun tv lokal. Daebak, keren dunk!!! Bukannya apa-apa, semenjak kenal yang namanya aktifitas ‘donwload-mendownload’ K-Drama, telinga dan mata saya jadi terbiasa dengan ‘baper original version’, wkwkwkwkkk... Alhasil, giliran ketika sebuah K-Drama tiba ditayangkan di stasiun tv nasional, berasa sudah ‘hambar’ duluan. Belum lagi nanti kl suara para dubber nya tidak sesuai atau melenceng terlalu jauh dari versi aslinya, hadddeh... Bikin berantakan mood untuk menontonnya kembali. Lebih baik menikmati saja hasil download an sendiri dengan subtitle yang bisa dipilih dalam berbagai macam pilihan bahasa, wkwkwkwkwkkk...
 


Selesai masalah penyajian subtitle, bukan berarti berhenti untuk kekhawatiran yang lain. Apa lagi kl bukan masalah cut adegan alias sensor. Sejak peraturan sensor semakin ketat, berasa seringkali cara menyensor yang dilakukan oleh lembaga terkait atas tayangan-tayangan, khususnya program impor, terlihat berlebihan. Bahkan kl boleh saya menyebut, justru karena sensor yang berlebihan tersebut, malah membuat kenikmatan ketika menonton suatu tayangan jadi terganggu. Belum lagi kl cara memotong adegan asal-asalan, berasa seperti menonton cerita yang terputus-putus. Tapi untuk DotS ini, sepertinya RCTI sedang ingin ‘berbeda’. Ditayangkan hampir tengah malam, di jam yang di luar prime time (18.00-21.00 WIB), berharap serial drama yang dibintangi oleh Song Hye Kyo dan Song Joong Ki akan ditonton oleh para penonton yang sudah punya ‘jam terbang tinggi’, wkwkwkwkkk... Karena sudah punya jam terbang tinggi, makanya RCTI berani untuk meminimalisir cut atau sensor, meski commercial break nya luar biasa. Mahal eeeuuyy, maklum deh, hehhe.. Coba kl drama ini nekad tayang di sore hari, bisa-bisa hanya scene Si Jin memerlihatkan luka berdarahnya di bagian pinggang kepada Dokter Kang pasti diblur... Tapi karena ditayangkan ketika sudah hampir mencapai tengah malam, dengan perkiraan anak-anak di bawah umur sudah tidak stand by di depan tv, warna darahnya tidak berubah jadi hitam-putih deh, yuhuuuuu... Lalu untuk adegan cium-mencium bagaiman dunk?? Ya kita tunggu saja bagaimana selanjutnya.


*Mengepaskan Momen

Namanya juga stasiun tv swasta pioneer, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, RCTI selalu punya kelas tersendiri. Sering dibuat keki plus gedheggg dengan stasiun tv ini, tapi sungguh pun demikian RCTI adalah salah satu stasiun tv favorit saya. Ibarat kata, benci-benci tapi rindu, hahahaaa... Di beberapa varian program tayangan, RCTI terbilang jago untuk menghadirkan tayangan-tayangan yang spektakuler. Tapi ya itu tadi, karena terlalu berkepentingan dengan rating dan share, malah justru ‘ke-alay-an’ yang melanda.  Duh, saya rindu dengan program-program RCTI zaman dulu, seperti Layar emas, Kuis Tak-Tik-Boom, sinetron Keluarga Cemara, Si Doel Anak Sekolahan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
 

Dan kini, ketika usianya sudah hampir menginjak 27 tahun, saya berharap RCTI terus berbesar hati untuk mau mengevaluasi diri dan semangat untuk terus berkomitmen menghadirkan program-program acara yang menarik dan juga bermutu. Dan sekiranya itu diawali dengan menghadirkan DotS untuk pemirsa di tanah air. Momen ketika ditayangkan serial drama ini hingga sampai nanti selesai 16 (enam belas) episode, bertepatan dengan bulan di mana RCTI merayakan hari jadinya di tanggal 24 Agustus dan juga bulan di mana Indonesia merayakan hari kemerdekaannya. Berkelas karena kualitas, makanya itu segala sesuatunya seperti sudah diperhitungkan. Tema DotS yang berkisah tentang prajurit/tentara yang mengabdi dalam tugas bela negara dan juga seorang dokter yang ditugaskan di daerah konflik, spiritnya berasa pas dengan momen Agustus yang selalu penuh gegap-gempita semangat perjuangan dan cinta tanah air.

*Bukan Lee Byung Hun atau Jung Woo Sung

Berkisah tentang seorang prajurit/tentara yang erat kaitan dengan imej maskulin yang kekar dan berotot, bayangan saya, harusnya yang memerankan sosok Kapten Yoo Si Jin adalah kl tidak Lee Byun Hun yang memesona di IRIS 1, ya pasti Jung Woo Sung yang memikat di Athena, hahahaaa... Eeeeaallah, ternyata pilihan sang sutradara justru jatuh kepada ‘Kang Ma Roo saiya’... Adu aktingnya melawan salah satu primadona Korea pula... Duh, Joong Ki... Ternyata kau bisa juga ya mengimbangi atau bahkan menakhlukkan kharisma seorang Song Hye Kyo... Joong Ki yang dulunya lekat dengan citra unyu-unyu atau istilahnya ‘flower boy’, tapi kemudian menjelma menjadi sosok yang dewasa dan penuh perhitungan sebagai Kang Ma Roo dalam Nice Guy: Innocent Man, kini seolah-olah makin menunjukkan kelasnya, bahkan dia sanggup juga bermain watak dan peran, di samping statusnya sebagai bintang idola. Belum sepenuhnya bisa dikatakan gemilang lho ya (dilarang sewot, wkwkwkwkkk...), tapi setidak-tidaknya karakter Kapten Yoo Si Jin yang berwibawa, teguh dengan komitmen, tapi juga romantis dan doyan becanda, berhasil dihidupkan Joong Ki dengan caranya sendiri. Akan kebangetan jadinya jika saya nekad membandingkan-bandingkan Song Joong Kie dengan sosok Lee Byung Hun dan juga Jung Woo Sung, toh memang bukan itu yang jadi sasarannya. Cukuplah, jadi kapten pujaan di hati Dokter Kang dan juga para pecinta DotS di seluruh dunia.
Karakter Si Jin yang dihidupkan Joong Kie justru membuat gambaran tentang sosoknya tampak lebih manusiawi. Tentara juga manusia, di balik dunianya yang selalu dekat dengan bahaya, dia ternyata masih punya hati dan cinta untuk perempuan yang disukainya. Ahh, tapi tetap saja surprise melihat scene Si Jin tengah berolahraga fitness, wkwkwkwkkk.. Ech, Joong Ki ech... Kekar eeeuuyyy sekarang... Pulang wamil ternyata memang bawa hasil, hahahaaaa...



*Sang Primadona

    Song Hye Kyo, siapa yang tak kenal perempuan cantik ini. Kecantikannya disebut-sebut sebagai yang paling alami alias bebas operasi plastik. Di usinya yang sudah menginjak 35 tahun, berasa waktu berhenti untuk kecantikan Hye Kyo yang kian memikat hati. Awet muda, awet cantik, dan kharismanya itu lhoooh... Di manapun kehadirannya, dia seperti pantang untuk disepelekan, hehhe... Termasuk untuk perannya sebagai Dokter Kang Mo Yeon. Dokter cantik yang penuh pengabdian dengan tugas-tugasnya di daerah konflik dan juga punya cinta yang besar untuk Kapten Si Jin. Di balik perannya yang apik dalam DotS, Hye Kyo seperti biasa dalam setiap tampilan peran di dramanya, seperti ikut membawa tren tersendiri. Siapa yang tak mengakrabi penampilan Dokter Kang dengan celana high weist nya (celana berpinggang tinggi) yang bikin para perempuan dengan masalah perut besar berasa sakit hati, xixixiii... Atau juga Dokter Kang dengan rok A-line nya dan dress shirt, berikut tas selempang... Bagi para penggemar DotS yang sudah berkali-kali khatam menontonnya, pasti sudah tidak asing dengan style Kang Mo Yeon yang simpel, tapi elegan. Duh, memang Kang Mo Yeon dan Song Hye Kyo itu sama-sama jelitanya ya,,,

  
*Memorable Scene

    Bukan drama Korea jika tidak mampu menghadirkan unforgetable scenes alias adegan-adegan yang terlupakan. Tak melulu adegan yang bersifat penting, bahkan yang sepele-sepele saja, seringkali K-Drama menghadirkan adegan-adegan yang kompak bikin baperrr para penontonnya. Tak terkecuali dengan DotS berikut. Hhmmm... Baru di episode perdana, berasa saya sudah dipertemukan dengan beberapa scene yang asyik banget. Mungkin untuk yang lain biasa, tapi scene ketika Dokter Kang menelpon polisi kemudian Si Jin dengan seenaknya menampik smartphone yang sedang dipakai menelpon Dokter Kang, lanjut kemudian menangkap smartphone tersebut dengan sigapnya, sukaaaaaaa... Belum lagi ketika Si Jin membantu mendorong tempat tidur yang di atasnya ada seorang pasien berikut Dokter Kang yang penuh darah di bajunya... Sambil terus berlari, Si Jin tak henti memandangi Kang Mo Yeon yang sedang sibuk dan fokus untuk menyelamatkan pasiennya... Ohh... Hehhe... Bahkan ketika menonton scene Dokter Kang yang terpukau melihat gaya berkelahi Si Jin via CCTV rumah sakit, berasa geli dan menggemaskan sekali. Hahha..
    Momen-momen yang mengesankan akan semakin indah apabila dibarengi dengan muatan dialog atau bahkan (just) monolog yang segar dan cerdas. Ingat scene ketika Dokter Kang berdebat dengan salah satu koleganya di rumah sakit, tentang cantiknya Dokter Yoon Myung Joo?, wkwkwkwkkk... Lucu gak sie ketika ada seorang perempuan cantik meributkan tentang perempuan cantik lainnya, hahha... Dokter Kang nie yaa...  Atau juga dengan scene ketika Si Jin tengah dijahit lukanya oleh Dokter Kang... Saking modusnya, sampai juga ucapan dari mulut Si Jin terlontar, bahwa ia ingin berkunjung ke rumah sakit tiap hari dan hanya mau ditangani oleh dokter yang cantik, wkwkwkwkkk... Ya apapunlah, namanya juga sedang ‘usaha’... Dan sebagainya..dan sebagainya,...

Key ukey... Sekilas dulu untuk yang pertama... Semoga untuk selanjutnya semakin indah dan penuh makna. See you...



*Pranala tambahan: Tabloid Bintang Indonesia
18.49.00 Unknown
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu hadir juga. Sang Kapten Yoo Si Jin dan dokter jelitanya, Kang Mo Yeon dalam Descendant Of The Sun!!! Ech, btw masih ditunggu-tunggu gak sie??! Hahha... Kl katanya ‘para sombong’ (wkwkwkwkwkkk, termasuk saiya) yang sudah terbiasa download serial K-Drama mendahului pemirsa kebanyakan, termasuk juga dengan serial drama ini, sudah tidak terlalu exited lagi... Lha iya, lha wonk sudah hapal di luar kepala adegan-adegan serta jalan ceritanya karena sudah ditonton berulang kali ditonton di laptop atau juga media gadget yang lainnya, hahahaaa... Momentumnya lambat-laun sudah meluntur, hhmmm... Apanya lagi dunk yang bikin penasaran??! Apalagi yang memenangkan hak siar drama berbudget fantastis ini di Indonesia adalah stasiun tv RCTI, hadddeh... Berasa exited dan antusiasnya makin jauh panggang dari api. Stasiun tv RCTI terkenal dengan kebiasaan kejamnya yang hobi memotong dan menghentikan program acaranya di tengah jalan karena ekspektasi yang tidak sesuai harapan (baca: alasan rating dan share jeblok). Bukan melulu karena sifat tayangan yang tidak memenuhi standar, justru stasiun tv ini seringkali memangkas acara-acara yang saya pikir itu bagus dan bermutu daripada hanya sekadar tayangan sinetron ribuan episode, yang entah sampai kapan akan mencapai tamatnya, wwweew... Nah, untuk itulah kenapa ketika mengetahui DotS akan ditayangkan oleh stasiun tv berlambang burung rajawali ini, banyak pesimisme dan nyinyir yang berkembang di sana-sini... Eeeyyyaa... RCTI... Akan betah sampai berapa episode mereka akan menayangkan DotS, ada berapa banyak adegan yang akan jadi korban sensor sembarangan, xixixiii...


*Meleset Dari Perkiraan

Ahh, tapi setidak-tidaknya kabar baik itu mulai terjawab seminggu belakangan. Sempat membaca dan mengetahuinya sekilas di sebuah situs berita, katanya RCTI akan menayangkan DotS dengan menggunakan sistem subtitle alias tanpa dubbing dari para dubber, seperti biasanya beberapa program tayangan impor ditayangkan di stasiun-stasiun tv lokal. Daebak, keren dunk!!! Bukannya apa-apa, semenjak kenal yang namanya aktifitas ‘donwload-mendownload’ K-Drama, telinga dan mata saya jadi terbiasa dengan ‘baper original version’, wkwkwkwkkk... Alhasil, giliran ketika sebuah K-Drama tiba ditayangkan di stasiun tv nasional, berasa sudah ‘hambar’ duluan. Belum lagi nanti kl suara para dubber nya tidak sesuai atau melenceng terlalu jauh dari versi aslinya, hadddeh... Bikin berantakan mood untuk menontonnya kembali. Lebih baik menikmati saja hasil download an sendiri dengan subtitle yang bisa dipilih dalam berbagai macam pilihan bahasa, wkwkwkwkwkkk...
 


Selesai masalah penyajian subtitle, bukan berarti berhenti untuk kekhawatiran yang lain. Apa lagi kl bukan masalah cut adegan alias sensor. Sejak peraturan sensor semakin ketat, berasa seringkali cara menyensor yang dilakukan oleh lembaga terkait atas tayangan-tayangan, khususnya program impor, terlihat berlebihan. Bahkan kl boleh saya menyebut, justru karena sensor yang berlebihan tersebut, malah membuat kenikmatan ketika menonton suatu tayangan jadi terganggu. Belum lagi kl cara memotong adegan asal-asalan, berasa seperti menonton cerita yang terputus-putus. Tapi untuk DotS ini, sepertinya RCTI sedang ingin ‘berbeda’. Ditayangkan hampir tengah malam, di jam yang di luar prime time (18.00-21.00 WIB), berharap serial drama yang dibintangi oleh Song Hye Kyo dan Song Joong Ki akan ditonton oleh para penonton yang sudah punya ‘jam terbang tinggi’, wkwkwkwkkk... Karena sudah punya jam terbang tinggi, makanya RCTI berani untuk meminimalisir cut atau sensor, meski commercial break nya luar biasa. Mahal eeeuuyy, maklum deh, hehhe.. Coba kl drama ini nekad tayang di sore hari, bisa-bisa hanya scene Si Jin memerlihatkan luka berdarahnya di bagian pinggang kepada Dokter Kang pasti diblur... Tapi karena ditayangkan ketika sudah hampir mencapai tengah malam, dengan perkiraan anak-anak di bawah umur sudah tidak stand by di depan tv, warna darahnya tidak berubah jadi hitam-putih deh, yuhuuuuu... Lalu untuk adegan cium-mencium bagaiman dunk?? Ya kita tunggu saja bagaimana selanjutnya.


*Mengepaskan Momen

Namanya juga stasiun tv swasta pioneer, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, RCTI selalu punya kelas tersendiri. Sering dibuat keki plus gedheggg dengan stasiun tv ini, tapi sungguh pun demikian RCTI adalah salah satu stasiun tv favorit saya. Ibarat kata, benci-benci tapi rindu, hahahaaa... Di beberapa varian program tayangan, RCTI terbilang jago untuk menghadirkan tayangan-tayangan yang spektakuler. Tapi ya itu tadi, karena terlalu berkepentingan dengan rating dan share, malah justru ‘ke-alay-an’ yang melanda.  Duh, saya rindu dengan program-program RCTI zaman dulu, seperti Layar emas, Kuis Tak-Tik-Boom, sinetron Keluarga Cemara, Si Doel Anak Sekolahan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
 

Dan kini, ketika usianya sudah hampir menginjak 27 tahun, saya berharap RCTI terus berbesar hati untuk mau mengevaluasi diri dan semangat untuk terus berkomitmen menghadirkan program-program acara yang menarik dan juga bermutu. Dan sekiranya itu diawali dengan menghadirkan DotS untuk pemirsa di tanah air. Momen ketika ditayangkan serial drama ini hingga sampai nanti selesai 16 (enam belas) episode, bertepatan dengan bulan di mana RCTI merayakan hari jadinya di tanggal 24 Agustus dan juga bulan di mana Indonesia merayakan hari kemerdekaannya. Berkelas karena kualitas, makanya itu segala sesuatunya seperti sudah diperhitungkan. Tema DotS yang berkisah tentang prajurit/tentara yang mengabdi dalam tugas bela negara dan juga seorang dokter yang ditugaskan di daerah konflik, spiritnya berasa pas dengan momen Agustus yang selalu penuh gegap-gempita semangat perjuangan dan cinta tanah air.

*Bukan Lee Byung Hun atau Jung Woo Sung

Berkisah tentang seorang prajurit/tentara yang erat kaitan dengan imej maskulin yang kekar dan berotot, bayangan saya, harusnya yang memerankan sosok Kapten Yoo Si Jin adalah kl tidak Lee Byun Hun yang memesona di IRIS 1, ya pasti Jung Woo Sung yang memikat di Athena, hahahaaa... Eeeeaallah, ternyata pilihan sang sutradara justru jatuh kepada ‘Kang Ma Roo saiya’... Adu aktingnya melawan salah satu primadona Korea pula... Duh, Joong Ki... Ternyata kau bisa juga ya mengimbangi atau bahkan menakhlukkan kharisma seorang Song Hye Kyo... Joong Ki yang dulunya lekat dengan citra unyu-unyu atau istilahnya ‘flower boy’, tapi kemudian menjelma menjadi sosok yang dewasa dan penuh perhitungan sebagai Kang Ma Roo dalam Nice Guy: Innocent Man, kini seolah-olah makin menunjukkan kelasnya, bahkan dia sanggup juga bermain watak dan peran, di samping statusnya sebagai bintang idola. Belum sepenuhnya bisa dikatakan gemilang lho ya (dilarang sewot, wkwkwkwkkk...), tapi setidak-tidaknya karakter Kapten Yoo Si Jin yang berwibawa, teguh dengan komitmen, tapi juga romantis dan doyan becanda, berhasil dihidupkan Joong Ki dengan caranya sendiri. Akan kebangetan jadinya jika saya nekad membandingkan-bandingkan Song Joong Kie dengan sosok Lee Byung Hun dan juga Jung Woo Sung, toh memang bukan itu yang jadi sasarannya. Cukuplah, jadi kapten pujaan di hati Dokter Kang dan juga para pecinta DotS di seluruh dunia.
Karakter Si Jin yang dihidupkan Joong Kie justru membuat gambaran tentang sosoknya tampak lebih manusiawi. Tentara juga manusia, di balik dunianya yang selalu dekat dengan bahaya, dia ternyata masih punya hati dan cinta untuk perempuan yang disukainya. Ahh, tapi tetap saja surprise melihat scene Si Jin tengah berolahraga fitness, wkwkwkwkkk.. Ech, Joong Ki ech... Kekar eeeuuyyy sekarang... Pulang wamil ternyata memang bawa hasil, hahahaaaa...



*Sang Primadona

    Song Hye Kyo, siapa yang tak kenal perempuan cantik ini. Kecantikannya disebut-sebut sebagai yang paling alami alias bebas operasi plastik. Di usinya yang sudah menginjak 35 tahun, berasa waktu berhenti untuk kecantikan Hye Kyo yang kian memikat hati. Awet muda, awet cantik, dan kharismanya itu lhoooh... Di manapun kehadirannya, dia seperti pantang untuk disepelekan, hehhe... Termasuk untuk perannya sebagai Dokter Kang Mo Yeon. Dokter cantik yang penuh pengabdian dengan tugas-tugasnya di daerah konflik dan juga punya cinta yang besar untuk Kapten Si Jin. Di balik perannya yang apik dalam DotS, Hye Kyo seperti biasa dalam setiap tampilan peran di dramanya, seperti ikut membawa tren tersendiri. Siapa yang tak mengakrabi penampilan Dokter Kang dengan celana high weist nya (celana berpinggang tinggi) yang bikin para perempuan dengan masalah perut besar berasa sakit hati, xixixiii... Atau juga Dokter Kang dengan rok A-line nya dan dress shirt, berikut tas selempang... Bagi para penggemar DotS yang sudah berkali-kali khatam menontonnya, pasti sudah tidak asing dengan style Kang Mo Yeon yang simpel, tapi elegan. Duh, memang Kang Mo Yeon dan Song Hye Kyo itu sama-sama jelitanya ya,,,

  
*Memorable Scene

    Bukan drama Korea jika tidak mampu menghadirkan unforgetable scenes alias adegan-adegan yang terlupakan. Tak melulu adegan yang bersifat penting, bahkan yang sepele-sepele saja, seringkali K-Drama menghadirkan adegan-adegan yang kompak bikin baperrr para penontonnya. Tak terkecuali dengan DotS berikut. Hhmmm... Baru di episode perdana, berasa saya sudah dipertemukan dengan beberapa scene yang asyik banget. Mungkin untuk yang lain biasa, tapi scene ketika Dokter Kang menelpon polisi kemudian Si Jin dengan seenaknya menampik smartphone yang sedang dipakai menelpon Dokter Kang, lanjut kemudian menangkap smartphone tersebut dengan sigapnya, sukaaaaaaa... Belum lagi ketika Si Jin membantu mendorong tempat tidur yang di atasnya ada seorang pasien berikut Dokter Kang yang penuh darah di bajunya... Sambil terus berlari, Si Jin tak henti memandangi Kang Mo Yeon yang sedang sibuk dan fokus untuk menyelamatkan pasiennya... Ohh... Hehhe... Bahkan ketika menonton scene Dokter Kang yang terpukau melihat gaya berkelahi Si Jin via CCTV rumah sakit, berasa geli dan menggemaskan sekali. Hahha..
    Momen-momen yang mengesankan akan semakin indah apabila dibarengi dengan muatan dialog atau bahkan (just) monolog yang segar dan cerdas. Ingat scene ketika Dokter Kang berdebat dengan salah satu koleganya di rumah sakit, tentang cantiknya Dokter Yoon Myung Joo?, wkwkwkwkkk... Lucu gak sie ketika ada seorang perempuan cantik meributkan tentang perempuan cantik lainnya, hahha... Dokter Kang nie yaa...  Atau juga dengan scene ketika Si Jin tengah dijahit lukanya oleh Dokter Kang... Saking modusnya, sampai juga ucapan dari mulut Si Jin terlontar, bahwa ia ingin berkunjung ke rumah sakit tiap hari dan hanya mau ditangani oleh dokter yang cantik, wkwkwkwkkk... Ya apapunlah, namanya juga sedang ‘usaha’... Dan sebagainya..dan sebagainya,...

Key ukey... Sekilas dulu untuk yang pertama... Semoga untuk selanjutnya semakin indah dan penuh makna. See you...



*Pranala tambahan: Tabloid Bintang Indonesia

Sabtu, 02 Juli 2016

#AniesWidiyarti_BerharganyaKasihSayang_CnH2_10 Cihan mengenang pertemuan pertamanya dengan Gulseren lewat satu momen yang menurut saya serba kebetulan. Ketika itu hari hujan, malam mulai datang menjelang, Gulseren dengan rambut dan pakaian yang basah kuyup memaksa masuk ke sebuah restoran mewah via suatu kegaduhan... Harusnya sang pemilik restoran yang kebetulan juga sedang berada tak jauh dari Gulseren membuat kegaduhan, marah kepada Gulseren. Tapi apa yang terjadi? Cihan Gurpinar, sang pemilik jaringan restoran Dark Blue, malah terpana melihat Gulseren, yang suka atau tidak suka, di antara basah kuyup dan paniknya Gulseren malam itu terlihat menarik dan ‘berbeda’. Justru pada akhirnya, setelah basa-basi dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, Cihan akhirnya menawarkan bantuan kepada perempuan berparas keibuan tersebut untuk membantu mencari anaknya yang sampai malam  ternyata belum pulang ke rumah. Hingga Hazal ditemukan, ternyata hujan masih belum reda. Hanya sebentuk anggukan kepala, tanda penghargaan dan terima kasih dari Gulseren untuk Cihan, yang malam itu bisa Gulseren lakukan. Tak ada kata-kata atau pertemuan lagi, sampai akhirnya takdir membawa ceritanya hingga sekarang... Takdir yang membawa Cihan pada pertemuan berikutnya dan berikutnya lagi dengan Gulseren serta merasa jatuh cinta di usia yang tak lagi muda kepada sesosok perempuan yang punya cinta dan kasih sayang sebagaimana ia cari dan butuhkan selama ini.


Semalam, melalui peristiwa yang kurang lebih sama, Cihan ternyata masih jelas mengingat dan mengatakannya pada yang tercinta, di sebelahnya... Hari hujan, malam, dan mencari anak yang hilang, hhhuuuffftt... Bedanya mungkin, kl dulu yang dicari-cari adalah Hazal, sekarang gilirannya Cansu yang membuat Gulseren dan Cihan menjadi kebingungan. Ketika akhirnya kehilangan itu sudah menemukan jawabannya, Cihan seolah-olah baru bisa menangkap momen yang sedang dilaluinya semalam. Saya juga baru tersadar, koq ternyata seperti deja vu ya?? Ahh, pintarnya Cihan memaknai setiap momen kebersamaannya bersama dengan Gulseren.. Jelinya Cihan untuk mengingat setiap saatnya bersama perempuan yang kini mengisi hati serta hari-harinya... Momen di mana kasih sayang hadir untuk alasan yang sebenarnya... Cukuplah ditutup dengan sebuah keromantisan yang sederhana, tapi luar biasa nyaman dan saling menguatkan di jiwa. Kiranya pelukan erat yang hangat di tengah hujan lebat itu bisa semakin menyolidkan tekad untuuk senantiasa bertahan dalam cinta dan kasih sayang yang dimiliki, meskipun di sekeliling seperti tak ada yang merestui.


Yang deja vu ternyata tidak hanya Cihan atau Gulseren. Keesokan paginya,  rupanya Dilara yang terlihat sangat anggun dengan masih terbalut gaun tidur mewah, berwarna merah-marun, juga mengungkap akan kenangannya di masa lalu. Dilara menggambarkannya, dulu yang ada di posisinya sekarang, berdiri di depan jendela, sambil menatap Bosphorus yang semakin indah karena mentari pagi yang menyinari, disertai semilir angin, adalah Cihan. Cihan yang dulu, ketika itu baru saja pindah ke rumah mewah yang ditinggalinya sekarang. Cihan yang dari dulu ketika berada di posisi seperti Dilara mengenang sekarang, hingga detik ini, tak pernah mencintai Dilara. Tak pernah mencintai karena tak kunjung menemukan kasih sayang dan perhatian yang dirindukan. Kasih sayang yang sebenarnya terlihat lebih sederhana daripada rumitnya harga diri yang selama ini seperti jadi jurang yang tidak pernah bisa menyatukan hati Cihan dan Dilara Gurpinar. Hingga ketika mengenangnya, pagi yang indah di masa`lalu itu seakan-akan ingin dihapus oleh Cihan dan diganti dengan malam yang turun hujan, tapi di saat bersamaan justru dia akhirnya beroleh yang selama ini diinginkan. Bukan juga bermaksud untuk mendramatisir keadaan, tapi urusan cinta mana sie yang bebas dari dramatisir dan ndakik-ndakik?!, hehhe... Cintanya saja yang sederhana, tapi hati dan rasa yang penuh cinta itulah bagian yang perlu didramatisir untuk mengindahkannya. Hhmmm...


Memang kesannya akan terlalu naif bicara tentang cinta dan kasih sayang di saat hedonisme semakin menggila. Bahkan kl perlu cinta dan kasih sayang itu dihargai sebentuk uang saja. Sampai nantinya orang akan jenuh, baru kasih sayang dan cinta akan kembali terlihat berharga. Seperti halnya Cansu yang sampai perlu untuk mendebat Oskan hanya demi kasih sayang yang ia inginkan. Kasih sayang yang benar-benar kasih sayang seorang ayah kepada anak kandungnya.  Akan tetapi, bagi Oskan kasih sayang itu tidak cukup hanya dengan kasih sayang saja. Demi Cansu, sementara ini Oskan membutuhkan Cihan Gurpinar untuk menggenapi kasih sayang untuk anak kandungnya tersebut. Kesannya memang pengecut, tapi untuk seorang Oskan yang brengsek dan pecundang, dia sudah cukup legowo dan realistis. Tapi sungguh saya sangat berharap agar Oskan ke depannya berusaha lebih keras lagi, agar kelak benar-benar bisa dibanggakan oleh anak-anaknya. Seperti kata Gulseren, Oskan itu sebenarnya orang baik, hanya saja masih kekanak-kanakkan. Oleh karena itu, mungkin dengan anak-anak yang semakin dekat dengannya, rasa tanggung jawab dan naluri kebapakkannya makin besar.


Beda Cansu, beda Hazal. Sama-sama sedang menuntut perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, tapi kl Hazal mainnya lebih ekstrim. Bohong eeeuuyyy... Ketahuan Keriman eeeuuyyy... Wkwkwkwkwkkk... Si pemarah yang culas, yang ketika dia makin eksis dengan gaya sok arogannya, makin kasihan saya melihatnya... Inginnya hanya dia yang menjadi pusat perhatian dan menjadi satu-satunya, tapi apakah itu benar adanya?! Toh memang pada dasarnya Hazal tak pernah bersyukur dengan yang sudah dimilikinya, sebesar apapun Dilara, Cihan, dan Gulseren mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada Hazal, tak jua gadis berambut pirang itu akan merasa cukup. Yang ada kepalanya makin ‘membesar’ dan ‘mengeras’ saja alias besar kepala berikut keras kepala. Watak oh watak... Seandaianya kau bisa mengurangi saja sifat iri dengkimu, Hazal... Lihatlah anak-anak remaja di luar sana yang sikonnya jauh lebih menderita daripada dirimu, tapi mereka tak pernah serumit dirimu menghadapi kerasnya kehidupan ini...
Pun yang sedang terjadi dengan Ozan... Statusnya sebagai anak sulung, membuatnya memiliki sifat melindungi. Entah itu melindungi adik perempuannya atau bahkan ibunya. Namun, di saat satu per satu masalah mulai bermunculan di keluarganya, justru seringkali Ozan malah terlihat sok tahu dan kurang ajar, utamanya kepada ayahnya. Berulang kali Cihan sudah memperingatkannya, tapi karena hati masih diselimuti awan panas, susah untuk nasehat itu mempan dan menancap di akal sehat. Boleh jadi insiden semalam ketika dia nekad menodongkan pistol ke arah Gulseren dan berniat untuk menghabisi nyawa perempuan yang belakangan dekat dengan ayahnya tersebut karena Ozan terlalu  terbawa perasaan, alih-alih lebih menggunakan akal sehat untuk modal bertidak dan memecahkan suatu masalah. Andai dia semalam benar-benar membunuh Gulseren, bukankah masa depannya juga yang akan hancur berantakan... Toh dengan alasan apapun, bahkan untuk membela kepentingan ibunya sekalipun,  seandainya Dilara mengetahui ulah Ozan semalam pasti dia juga akan marah dan sakit hati kepada putra sulungnya tersebut. Masalah-masalah yang hadir belakangan di keluargamu itu bagian dari cara Tuhan untuk mendewasakanmu, Ozan... Tinggal sekarang kau yang memilih, mau melaluinya dengan hati-hati dan bijak atau justru ingin mengakhirinya sebagai pecundang gagal. Jangan mudah terpengaruh dan terpancing oleh sikon, karena ada perasaan dan logika yang bisa saling bersinergi, membantu untuk memecahkan persoalan secara lebih baik.


Berharap Ozan tidak akan tumbuh semakin menyebalkan seperti halnya sang paman, Alper. Hadddoh... Terlalu sibuk dengan ‘sombong kosongnya’, berasa orang ini makin mudah saja untuk diperalat oleh Harun. Di mana-mana kl kelasnya kacung, ya kacung saja... Bedanya hanya kacung berjas saja, hahha... Salah satu ciri orang yang sulit sukses adalah orang yang hobinya mengeluh dan tukang ngeles seperti suaminya Soulmas itu... Dipikirnya para bos-bos besar itu bisa sukses dan kaya dengan bangun siang dan ongkang-ongkang saja... Alloh..Alloh, Alper... Beda-beda tipislah dengan Keriman, wkwkwkwkwkwkk... Ceritanya sekalian memanfaatkan situasi, beralasan apartemen rusak... Karena Oskan tidak jadi punya uang banyak, maka jalan lain untuk menikmati hidup enak, tanpa keluar uang banyak, ya dengan cara ‘mengekor’ Cansu ke rumah megahnya, wwweew... Berasa rumahnya Dilara dan Cihan sekarang bak penampungan saja, hahahaaa... Semoga Dilara tahu caranya saja menghadapi tak tahu malunya Keriman dan ‘rombongannya’.


Untuk Harun yang sepertinya ingin membuat Dilara menderita, supaya ‘berlari’ kepadanya, atau juga membuat Cihan jatuh bangkrut karena dendam yang belum jelas di masa lalu, saya tak tahu harus mengatakan apa, selain hanya bisa menggambarkan kau dan Chandan sebagai komplotan orang sakit hati yang hanya punya ‘kacamata’ dendam dan pikiran buruk untuk menafsirkan segalanya dari satu sisi. Puas-puaskan saja sakit hatimu, sampai nanti sakit hati itu justru akan melemahkanmu sendiri. Happy Saturday, Paramparca Fan... Selamat puasa dan menjelang Idul Fitri 1437 H. Salam hangat.






12.50.00 Unknown
#AniesWidiyarti_BerharganyaKasihSayang_CnH2_10 Cihan mengenang pertemuan pertamanya dengan Gulseren lewat satu momen yang menurut saya serba kebetulan. Ketika itu hari hujan, malam mulai datang menjelang, Gulseren dengan rambut dan pakaian yang basah kuyup memaksa masuk ke sebuah restoran mewah via suatu kegaduhan... Harusnya sang pemilik restoran yang kebetulan juga sedang berada tak jauh dari Gulseren membuat kegaduhan, marah kepada Gulseren. Tapi apa yang terjadi? Cihan Gurpinar, sang pemilik jaringan restoran Dark Blue, malah terpana melihat Gulseren, yang suka atau tidak suka, di antara basah kuyup dan paniknya Gulseren malam itu terlihat menarik dan ‘berbeda’. Justru pada akhirnya, setelah basa-basi dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, Cihan akhirnya menawarkan bantuan kepada perempuan berparas keibuan tersebut untuk membantu mencari anaknya yang sampai malam  ternyata belum pulang ke rumah. Hingga Hazal ditemukan, ternyata hujan masih belum reda. Hanya sebentuk anggukan kepala, tanda penghargaan dan terima kasih dari Gulseren untuk Cihan, yang malam itu bisa Gulseren lakukan. Tak ada kata-kata atau pertemuan lagi, sampai akhirnya takdir membawa ceritanya hingga sekarang... Takdir yang membawa Cihan pada pertemuan berikutnya dan berikutnya lagi dengan Gulseren serta merasa jatuh cinta di usia yang tak lagi muda kepada sesosok perempuan yang punya cinta dan kasih sayang sebagaimana ia cari dan butuhkan selama ini.


Semalam, melalui peristiwa yang kurang lebih sama, Cihan ternyata masih jelas mengingat dan mengatakannya pada yang tercinta, di sebelahnya... Hari hujan, malam, dan mencari anak yang hilang, hhhuuuffftt... Bedanya mungkin, kl dulu yang dicari-cari adalah Hazal, sekarang gilirannya Cansu yang membuat Gulseren dan Cihan menjadi kebingungan. Ketika akhirnya kehilangan itu sudah menemukan jawabannya, Cihan seolah-olah baru bisa menangkap momen yang sedang dilaluinya semalam. Saya juga baru tersadar, koq ternyata seperti deja vu ya?? Ahh, pintarnya Cihan memaknai setiap momen kebersamaannya bersama dengan Gulseren.. Jelinya Cihan untuk mengingat setiap saatnya bersama perempuan yang kini mengisi hati serta hari-harinya... Momen di mana kasih sayang hadir untuk alasan yang sebenarnya... Cukuplah ditutup dengan sebuah keromantisan yang sederhana, tapi luar biasa nyaman dan saling menguatkan di jiwa. Kiranya pelukan erat yang hangat di tengah hujan lebat itu bisa semakin menyolidkan tekad untuuk senantiasa bertahan dalam cinta dan kasih sayang yang dimiliki, meskipun di sekeliling seperti tak ada yang merestui.


Yang deja vu ternyata tidak hanya Cihan atau Gulseren. Keesokan paginya,  rupanya Dilara yang terlihat sangat anggun dengan masih terbalut gaun tidur mewah, berwarna merah-marun, juga mengungkap akan kenangannya di masa lalu. Dilara menggambarkannya, dulu yang ada di posisinya sekarang, berdiri di depan jendela, sambil menatap Bosphorus yang semakin indah karena mentari pagi yang menyinari, disertai semilir angin, adalah Cihan. Cihan yang dulu, ketika itu baru saja pindah ke rumah mewah yang ditinggalinya sekarang. Cihan yang dari dulu ketika berada di posisi seperti Dilara mengenang sekarang, hingga detik ini, tak pernah mencintai Dilara. Tak pernah mencintai karena tak kunjung menemukan kasih sayang dan perhatian yang dirindukan. Kasih sayang yang sebenarnya terlihat lebih sederhana daripada rumitnya harga diri yang selama ini seperti jadi jurang yang tidak pernah bisa menyatukan hati Cihan dan Dilara Gurpinar. Hingga ketika mengenangnya, pagi yang indah di masa`lalu itu seakan-akan ingin dihapus oleh Cihan dan diganti dengan malam yang turun hujan, tapi di saat bersamaan justru dia akhirnya beroleh yang selama ini diinginkan. Bukan juga bermaksud untuk mendramatisir keadaan, tapi urusan cinta mana sie yang bebas dari dramatisir dan ndakik-ndakik?!, hehhe... Cintanya saja yang sederhana, tapi hati dan rasa yang penuh cinta itulah bagian yang perlu didramatisir untuk mengindahkannya. Hhmmm...


Memang kesannya akan terlalu naif bicara tentang cinta dan kasih sayang di saat hedonisme semakin menggila. Bahkan kl perlu cinta dan kasih sayang itu dihargai sebentuk uang saja. Sampai nantinya orang akan jenuh, baru kasih sayang dan cinta akan kembali terlihat berharga. Seperti halnya Cansu yang sampai perlu untuk mendebat Oskan hanya demi kasih sayang yang ia inginkan. Kasih sayang yang benar-benar kasih sayang seorang ayah kepada anak kandungnya.  Akan tetapi, bagi Oskan kasih sayang itu tidak cukup hanya dengan kasih sayang saja. Demi Cansu, sementara ini Oskan membutuhkan Cihan Gurpinar untuk menggenapi kasih sayang untuk anak kandungnya tersebut. Kesannya memang pengecut, tapi untuk seorang Oskan yang brengsek dan pecundang, dia sudah cukup legowo dan realistis. Tapi sungguh saya sangat berharap agar Oskan ke depannya berusaha lebih keras lagi, agar kelak benar-benar bisa dibanggakan oleh anak-anaknya. Seperti kata Gulseren, Oskan itu sebenarnya orang baik, hanya saja masih kekanak-kanakkan. Oleh karena itu, mungkin dengan anak-anak yang semakin dekat dengannya, rasa tanggung jawab dan naluri kebapakkannya makin besar.


Beda Cansu, beda Hazal. Sama-sama sedang menuntut perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, tapi kl Hazal mainnya lebih ekstrim. Bohong eeeuuyyy... Ketahuan Keriman eeeuuyyy... Wkwkwkwkwkkk... Si pemarah yang culas, yang ketika dia makin eksis dengan gaya sok arogannya, makin kasihan saya melihatnya... Inginnya hanya dia yang menjadi pusat perhatian dan menjadi satu-satunya, tapi apakah itu benar adanya?! Toh memang pada dasarnya Hazal tak pernah bersyukur dengan yang sudah dimilikinya, sebesar apapun Dilara, Cihan, dan Gulseren mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada Hazal, tak jua gadis berambut pirang itu akan merasa cukup. Yang ada kepalanya makin ‘membesar’ dan ‘mengeras’ saja alias besar kepala berikut keras kepala. Watak oh watak... Seandaianya kau bisa mengurangi saja sifat iri dengkimu, Hazal... Lihatlah anak-anak remaja di luar sana yang sikonnya jauh lebih menderita daripada dirimu, tapi mereka tak pernah serumit dirimu menghadapi kerasnya kehidupan ini...
Pun yang sedang terjadi dengan Ozan... Statusnya sebagai anak sulung, membuatnya memiliki sifat melindungi. Entah itu melindungi adik perempuannya atau bahkan ibunya. Namun, di saat satu per satu masalah mulai bermunculan di keluarganya, justru seringkali Ozan malah terlihat sok tahu dan kurang ajar, utamanya kepada ayahnya. Berulang kali Cihan sudah memperingatkannya, tapi karena hati masih diselimuti awan panas, susah untuk nasehat itu mempan dan menancap di akal sehat. Boleh jadi insiden semalam ketika dia nekad menodongkan pistol ke arah Gulseren dan berniat untuk menghabisi nyawa perempuan yang belakangan dekat dengan ayahnya tersebut karena Ozan terlalu  terbawa perasaan, alih-alih lebih menggunakan akal sehat untuk modal bertidak dan memecahkan suatu masalah. Andai dia semalam benar-benar membunuh Gulseren, bukankah masa depannya juga yang akan hancur berantakan... Toh dengan alasan apapun, bahkan untuk membela kepentingan ibunya sekalipun,  seandainya Dilara mengetahui ulah Ozan semalam pasti dia juga akan marah dan sakit hati kepada putra sulungnya tersebut. Masalah-masalah yang hadir belakangan di keluargamu itu bagian dari cara Tuhan untuk mendewasakanmu, Ozan... Tinggal sekarang kau yang memilih, mau melaluinya dengan hati-hati dan bijak atau justru ingin mengakhirinya sebagai pecundang gagal. Jangan mudah terpengaruh dan terpancing oleh sikon, karena ada perasaan dan logika yang bisa saling bersinergi, membantu untuk memecahkan persoalan secara lebih baik.


Berharap Ozan tidak akan tumbuh semakin menyebalkan seperti halnya sang paman, Alper. Hadddoh... Terlalu sibuk dengan ‘sombong kosongnya’, berasa orang ini makin mudah saja untuk diperalat oleh Harun. Di mana-mana kl kelasnya kacung, ya kacung saja... Bedanya hanya kacung berjas saja, hahha... Salah satu ciri orang yang sulit sukses adalah orang yang hobinya mengeluh dan tukang ngeles seperti suaminya Soulmas itu... Dipikirnya para bos-bos besar itu bisa sukses dan kaya dengan bangun siang dan ongkang-ongkang saja... Alloh..Alloh, Alper... Beda-beda tipislah dengan Keriman, wkwkwkwkwkwkk... Ceritanya sekalian memanfaatkan situasi, beralasan apartemen rusak... Karena Oskan tidak jadi punya uang banyak, maka jalan lain untuk menikmati hidup enak, tanpa keluar uang banyak, ya dengan cara ‘mengekor’ Cansu ke rumah megahnya, wwweew... Berasa rumahnya Dilara dan Cihan sekarang bak penampungan saja, hahahaaa... Semoga Dilara tahu caranya saja menghadapi tak tahu malunya Keriman dan ‘rombongannya’.


Untuk Harun yang sepertinya ingin membuat Dilara menderita, supaya ‘berlari’ kepadanya, atau juga membuat Cihan jatuh bangkrut karena dendam yang belum jelas di masa lalu, saya tak tahu harus mengatakan apa, selain hanya bisa menggambarkan kau dan Chandan sebagai komplotan orang sakit hati yang hanya punya ‘kacamata’ dendam dan pikiran buruk untuk menafsirkan segalanya dari satu sisi. Puas-puaskan saja sakit hatimu, sampai nanti sakit hati itu justru akan melemahkanmu sendiri. Happy Saturday, Paramparca Fan... Selamat puasa dan menjelang Idul Fitri 1437 H. Salam hangat.






Jumat, 01 Juli 2016

#AniesWidiyarti_DemiSangBuahHati_CnH2_9 Sebuas-buasnya harimau, dia tidak akan memangsa anaknya sendiri. Dan oleh karena itu, seegois-egoisnya orang tua, berharap mereka tidak akan mengorbankan kebahagiaan dan masa depan sang putra-putri. Binatang yang tak berakal dan tak berhati nurani saja seolah-olah tahu diri, apalagi manusia yang dianugrahi oleh Yang Kuasa dengan akal dan perasaan... Akan tetapi, yang sering terjadi justru karena saking kompletnya kita sebagai makhluk ciptaanNYA, makin banyak juga yang serba ‘ajaib’ dan keterlaluan yang kita lakukan. Bukan lagi urusannya egois kl sampai belakangan sering mendengar kasus-kasus kriminal orang tua tega berbuat jahat dengan anaknya sendiri... Hhuufftt... Tak sadarkah para orang tua kl anak itu sebatas titipan dari Tuhan?!! Logikanya kl itu titipan, berarti anak-anak tersebut harus dirawat, dibesarkan, dan dididik dengan hati-hati dan sebaik-baiknya, karena kl sedikit saja ada yang lecet dan kurang berkenan, pasti sang empunya yang menitipkan akan merasa kecewa. Masih ingatkah kau para orang tua? Hhmmm...


Namun itulah kehidupan, satu sisi akan selalu ada yang mengecewakan dan menyakitkan hati, di sisi yang lain juga akan selalu hadir cerita seputar kasih sayang serta pengorbanan orang tua untuk anak-anaknya yang mengharukan sekaligus menginspirasi. Tak jarang bahkan orang tua rela menjadi babu demi melihat anaknya kelak bisa menjadi seorang majikan kaya atau dokter. Atau juga cerita seorang anak yang tidak ingin terlalu menyusahkan orang tuanya, maka mereka tergerak untuk ikut turun tangan membantu meringankan beban orang tuanya... Indahnya kehidupan ya jika segala sesuatunya berjalan saling beriringan dan pengertian... Tapi kehidupan juga tidak akan menjadi pembelajaran, jika segala sesuatunya berjalan pada treknya. Maka itu Tuhan memberikan kita berbagai macam dan bentuk ujian, cobaan, atau juga teguran untuk dilalui, dijalani, dan InsyaAlloh akan jadi pengalaman yang berharga selama hidup. Namun sekali lagi, tak semuanya mampu dengan bijak dan legowo melewati ujian, cobaan, dan teguran dariNYA. Dan dari sinilah cerita segala keruwetan di kehidupan berawal, termasuk cerita ruwetnya problematika antara orang tua dan anak atau juga sebaliknya.


Kisah Cansu bertemu orang tua kandungnya yang sikonnya jauh berkebalikan dari orang tua yang merawat dan membesarkannya dari bayi hingga 15 tahun berselang, boleh jadi inilah cerita yang dapat dijadikan bahan perenungan dan pembelajaran untuk semuanya. Cerita tentang penerimaan dan penemuan kasih sayang yang selama ini seperti belum sampai pada tahap yang diinginkan. Mungkin Oskan dan Gulseren Gulpinar bukanlah Cihan dan Dilara Gurpinar yang berada dan berkecukupan, tapi Cansu yang menerima dan menyayangi Gulseren dan Oskan seiring cerita yang berjalan, begitu mengharukan dan jadi cerita kesayangan tersendiri. Dari cerita Cansu yang dulu di awal-awal malah yang berinisiatif terlebih dahulu untuk mencari siapa ibu dan ayah kandungnya dan berlanjut ketika bertemu Gulseren, ia langsung begitu menyayangi dan membanggakan ibu kandungnya, terlepas dari sikon Gulseren yang serba terbatas kehidupan perekonomiannya, seolah-olah turut membawa pada sebuah inti masalah bahwa yang terlihat indah dan penuh kenyamanan, tak menjamin kebahagiaan. Kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, dan perasaan untuk dianggap ‘ada’, ternyata menjadi lika-liku cerita yang seperti tiada ujungnya.


Dan sekarang, ketika Cansu mulai bermasalah dengan Gulseren dan Cihan akibat  ketakutan mereka berdua akan mengabaikan anak-anak karena tengah dimabuk asmara, membuat Cansu berkesempatan lari dan mengadu kepada Oskan, sang ayah kandung. Yupz. Lari dan mengadu yang sedikit berbau pelampiasan dan keputusasaan dari Cansu, untuk membalas perlakuan Gulseren dan Cihan yang menurutnya hanya berlagak saja menyayangi anak-anaknya demi memuluskan penyatuan cinta mereka. Beruntung Oskan selama Cansu ada di dekatnya, dia tidak sampai mencuci otak Cansu dan menambah panas sikon dengan menceritakan hal-hal yang buruk tentang Gulseren dan juga Cihan kepada anak kandungnya tersebut. Terlepas dari perlakuan Cihan dan Dilara yang dirasa begitu berlebihan dan terkesan tidak menganggap Oskan sebagai ayah kandung Cansu, namun Oskan hanya mempedulikan dan memikirkan bagaimana membuat Cansu bisa bahagia dan nyaman ketika tinggal bersamanya. Hingga akhirnya cerita yang begitu mengharukan di episode yang semalam bergulir.


Oskan Gulpinar bukanlah seorang laki-laki, suami, atau ayah idaman. Dia hingga akhirnya pernikahannya dengan Gulseren, hampir tak menyisakan cerita positif untuk sekadar digunjingkan. Bahkan Oskan malah seperti ketularan mata duitan dan keranjingan terhadap uang seperti halnya sang kakak, Keriman. Sebelum-sebelumnya cerita perhatiannya kepada Cansu, hanya seperti sok-sokan saja. Malah akhirnya muncul Nuray, perempuan yang dihamilinya semasa Oskan tinggal dan bekerja di Jerman, makin blangsaklah statusnya sebagai laki-laki. Hhhufftt... Tapi kiranya Tuhan masih menyayangi Oskan dan memberinya kesempatan untuk menunjukkan bahwa ia sebenarnya masih berhati. Hingga pada saatnya Cansu berlari ke pihaknya. Saatnya kau yang memegang peranan, Oskan...


Pikirmu kau masih punya simpanan di bank untuk jaminan bahwa kau bisa menghidupi Cansu sebagaimana Cihan dan Dilara Gurpinar menghidupinya, tapi semuanya seperti tinggal mimpi ketika uang yang diandalkan tak bisa untuk dicairkan. Habiskah kesempatan untuk menjadi ayah yang baik? Ahh, Oskan... Yang Tuhan maksudkan bukan kau yang menghidupi anakmu hanya dengan gampangnya, tanpa perjuangan, tanpa pembelajaran. Tuhan kiranya menginginkan kau lebih menggunakan hati dan wibawamu sebagai seorang laki-laki dan ayah yang bertanggung jawab dan juga penuh pengorbanan. Apa jadinya jika uang simpanan di bank bisa kau ambil, pastilah kau tetap menjadi Oskan yang terlalu menggampangkan dan arogan. Maka ketika Yang Di Atas ingin kau menjadi lebih baik, dibuatlah kau menjadi seperti halnya seorang brengsek yang tiba-tiba dalam sekejap berubah menjadi seoarng ayah yang bertanggung jawab dan berjiwa besar hanya karena permohonanmu kepada Cihan untuk merawat dan membesarkan Cansu di tangannya.


Meskipun terkesan pasrah dan belum maksimal dalam berjuang, tapi setidak-tidaknya Oskan sudah membuat sebuah keputusan yang bijak, agar anaknya tetap bisa hidup layak dan mempunyai masa depan yang lebih terjamin, daripada ketika sang anak dipaksakannya untuk hidup dalam pengasuhannya. Toh Oskan sejauh ini bisa melihat Cihan sebagai orang tua bagi Cansu dia jauh dari kata mengecewakan. Inilah keputusan yang dianggap paling baik dan memungkinkan untuk saat ini, meskipun Oskan di satu sisi belum mendengar pendapat dari Cansu, tentang hal yang diputuskannya tersebut. Percayalah, Oskan.. Di balik niat baik, ada Tuhan sebagai jaminanya. Cansu tidak akan pernah meninggalkanmu.


Cansu bukanlah Hazal yang manipulatif dan licik. Tapi sayangnya, setiap kali Hazal terlihat sudah seperti mendekati ‘kemenangannya’, saat itu pasti Cansu muncul dan seolah-olah selalu jadi ‘malapetaka’ tersendiri baginya. Dasar, Hazal... Pikirannya yang selalu jelek, tak menjamin kebahagiaannya meski sekarang dia tinggal  bersama Cihan dan Dilara, sang orang tua kandung. Pikiran-pikirannya yang licik, suka berbohong, dan tak henti berbuat culas serta curang kepada orang-orang di sekitarnya, membuat Hazal seperti selalu terkurung dalam penderitaannya sendiri. Tambah sekarang dia harus berhadap-hadapan lagi dengan Keriman di rumah Cihan dan Dilara, wkwkwkwkkk... Selamat datang kembali, Bibi Keriman... ‘Sang guru’ licik dan ‘panutan’ drama queenku, xixixiii... Yeeeayy... Hazal bakalan serumah lagi neh dengan Keriman...


Untuk Cihan yang selalu di hati, semangatttt, Ayah tampan... Perang yang diinginkan oleh Harun baru saja dimulai... Setidak-tidaknya, meski musuhmu yang jelas belum terlihat batang hidungnya, tetaplah kau mulai waspada... Karena yang sedang kau hadapi sekarang adalah seseorang yang punya dendam... Dendam yang hingga sekarang belum jelas bentuknya seperti apa. Coba tanyakan saja kepada Chandan, yang sekarang bak ‘budak cinta’ untuk Harun, wkwkwkwkkk... Chandan... Tunggu saja sampai semuanya jelas bagimu... Karena yang cukup jelas sekarang untuk yang lainnya (terkecuali Chandan), Harun ternyata tak punya tempat untukmu, selain hanya Dilara. Untuk Chandan seorang, hanya ada buket-buket bunga yang tak penting, karena buket Bunga Erguvan  hanya dipersembahkan oleh Harun kepada Dilara.


Ahh, Dilara yang katanya mengeluh kesepian di hadapan Ozan... Sebentar lagi kau akan belajar bagaimana bila hatimu sudah beraksi dan berbicara, Dilara... Dan kau akan merasakan betapa harga diri akan jadi cerita yang kesekian, ketika cinta dan hati sudah saling bertaut. Jujur, melihatmu semalam ketika memilih untuk agak menahan diri ketika berselisih paham dengan Cihan, saya koq justru suka dan salut yaa... Kau terlihat lebih bijak, alih-alih merasa kalah suara dari suamimu... Masing-masing dengan alasannya sendiri-sendiri, semoga tetap ada penyelesaiannya. Dilara dan Cihan... Seperti sudah memegang nasibnya sendiri-sendiri.


Seperti halnya Cihan dan Gulseren yang tetap bertahan meski sekarang semakin banyak yang menentangnya. Bahkan di balik kebingungan mencari sang putri, tetap ada waktu untuk saling bercerita dan mengurai hati. Biarlah semua berjalan apa adanya. Jika yakin dengan yang sudah dijalani, tak melawan hati nurani, mintalah pada Tuhan untuk senantiasa mengiringi perjuangan dan cinta kalian. Berharap yang terbaik. Have a sweet Friday... Happy long weekend... Salam hangat.





16.50.00 Unknown
#AniesWidiyarti_DemiSangBuahHati_CnH2_9 Sebuas-buasnya harimau, dia tidak akan memangsa anaknya sendiri. Dan oleh karena itu, seegois-egoisnya orang tua, berharap mereka tidak akan mengorbankan kebahagiaan dan masa depan sang putra-putri. Binatang yang tak berakal dan tak berhati nurani saja seolah-olah tahu diri, apalagi manusia yang dianugrahi oleh Yang Kuasa dengan akal dan perasaan... Akan tetapi, yang sering terjadi justru karena saking kompletnya kita sebagai makhluk ciptaanNYA, makin banyak juga yang serba ‘ajaib’ dan keterlaluan yang kita lakukan. Bukan lagi urusannya egois kl sampai belakangan sering mendengar kasus-kasus kriminal orang tua tega berbuat jahat dengan anaknya sendiri... Hhuufftt... Tak sadarkah para orang tua kl anak itu sebatas titipan dari Tuhan?!! Logikanya kl itu titipan, berarti anak-anak tersebut harus dirawat, dibesarkan, dan dididik dengan hati-hati dan sebaik-baiknya, karena kl sedikit saja ada yang lecet dan kurang berkenan, pasti sang empunya yang menitipkan akan merasa kecewa. Masih ingatkah kau para orang tua? Hhmmm...


Namun itulah kehidupan, satu sisi akan selalu ada yang mengecewakan dan menyakitkan hati, di sisi yang lain juga akan selalu hadir cerita seputar kasih sayang serta pengorbanan orang tua untuk anak-anaknya yang mengharukan sekaligus menginspirasi. Tak jarang bahkan orang tua rela menjadi babu demi melihat anaknya kelak bisa menjadi seorang majikan kaya atau dokter. Atau juga cerita seorang anak yang tidak ingin terlalu menyusahkan orang tuanya, maka mereka tergerak untuk ikut turun tangan membantu meringankan beban orang tuanya... Indahnya kehidupan ya jika segala sesuatunya berjalan saling beriringan dan pengertian... Tapi kehidupan juga tidak akan menjadi pembelajaran, jika segala sesuatunya berjalan pada treknya. Maka itu Tuhan memberikan kita berbagai macam dan bentuk ujian, cobaan, atau juga teguran untuk dilalui, dijalani, dan InsyaAlloh akan jadi pengalaman yang berharga selama hidup. Namun sekali lagi, tak semuanya mampu dengan bijak dan legowo melewati ujian, cobaan, dan teguran dariNYA. Dan dari sinilah cerita segala keruwetan di kehidupan berawal, termasuk cerita ruwetnya problematika antara orang tua dan anak atau juga sebaliknya.


Kisah Cansu bertemu orang tua kandungnya yang sikonnya jauh berkebalikan dari orang tua yang merawat dan membesarkannya dari bayi hingga 15 tahun berselang, boleh jadi inilah cerita yang dapat dijadikan bahan perenungan dan pembelajaran untuk semuanya. Cerita tentang penerimaan dan penemuan kasih sayang yang selama ini seperti belum sampai pada tahap yang diinginkan. Mungkin Oskan dan Gulseren Gulpinar bukanlah Cihan dan Dilara Gurpinar yang berada dan berkecukupan, tapi Cansu yang menerima dan menyayangi Gulseren dan Oskan seiring cerita yang berjalan, begitu mengharukan dan jadi cerita kesayangan tersendiri. Dari cerita Cansu yang dulu di awal-awal malah yang berinisiatif terlebih dahulu untuk mencari siapa ibu dan ayah kandungnya dan berlanjut ketika bertemu Gulseren, ia langsung begitu menyayangi dan membanggakan ibu kandungnya, terlepas dari sikon Gulseren yang serba terbatas kehidupan perekonomiannya, seolah-olah turut membawa pada sebuah inti masalah bahwa yang terlihat indah dan penuh kenyamanan, tak menjamin kebahagiaan. Kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, dan perasaan untuk dianggap ‘ada’, ternyata menjadi lika-liku cerita yang seperti tiada ujungnya.


Dan sekarang, ketika Cansu mulai bermasalah dengan Gulseren dan Cihan akibat  ketakutan mereka berdua akan mengabaikan anak-anak karena tengah dimabuk asmara, membuat Cansu berkesempatan lari dan mengadu kepada Oskan, sang ayah kandung. Yupz. Lari dan mengadu yang sedikit berbau pelampiasan dan keputusasaan dari Cansu, untuk membalas perlakuan Gulseren dan Cihan yang menurutnya hanya berlagak saja menyayangi anak-anaknya demi memuluskan penyatuan cinta mereka. Beruntung Oskan selama Cansu ada di dekatnya, dia tidak sampai mencuci otak Cansu dan menambah panas sikon dengan menceritakan hal-hal yang buruk tentang Gulseren dan juga Cihan kepada anak kandungnya tersebut. Terlepas dari perlakuan Cihan dan Dilara yang dirasa begitu berlebihan dan terkesan tidak menganggap Oskan sebagai ayah kandung Cansu, namun Oskan hanya mempedulikan dan memikirkan bagaimana membuat Cansu bisa bahagia dan nyaman ketika tinggal bersamanya. Hingga akhirnya cerita yang begitu mengharukan di episode yang semalam bergulir.


Oskan Gulpinar bukanlah seorang laki-laki, suami, atau ayah idaman. Dia hingga akhirnya pernikahannya dengan Gulseren, hampir tak menyisakan cerita positif untuk sekadar digunjingkan. Bahkan Oskan malah seperti ketularan mata duitan dan keranjingan terhadap uang seperti halnya sang kakak, Keriman. Sebelum-sebelumnya cerita perhatiannya kepada Cansu, hanya seperti sok-sokan saja. Malah akhirnya muncul Nuray, perempuan yang dihamilinya semasa Oskan tinggal dan bekerja di Jerman, makin blangsaklah statusnya sebagai laki-laki. Hhhufftt... Tapi kiranya Tuhan masih menyayangi Oskan dan memberinya kesempatan untuk menunjukkan bahwa ia sebenarnya masih berhati. Hingga pada saatnya Cansu berlari ke pihaknya. Saatnya kau yang memegang peranan, Oskan...


Pikirmu kau masih punya simpanan di bank untuk jaminan bahwa kau bisa menghidupi Cansu sebagaimana Cihan dan Dilara Gurpinar menghidupinya, tapi semuanya seperti tinggal mimpi ketika uang yang diandalkan tak bisa untuk dicairkan. Habiskah kesempatan untuk menjadi ayah yang baik? Ahh, Oskan... Yang Tuhan maksudkan bukan kau yang menghidupi anakmu hanya dengan gampangnya, tanpa perjuangan, tanpa pembelajaran. Tuhan kiranya menginginkan kau lebih menggunakan hati dan wibawamu sebagai seorang laki-laki dan ayah yang bertanggung jawab dan juga penuh pengorbanan. Apa jadinya jika uang simpanan di bank bisa kau ambil, pastilah kau tetap menjadi Oskan yang terlalu menggampangkan dan arogan. Maka ketika Yang Di Atas ingin kau menjadi lebih baik, dibuatlah kau menjadi seperti halnya seorang brengsek yang tiba-tiba dalam sekejap berubah menjadi seoarng ayah yang bertanggung jawab dan berjiwa besar hanya karena permohonanmu kepada Cihan untuk merawat dan membesarkan Cansu di tangannya.


Meskipun terkesan pasrah dan belum maksimal dalam berjuang, tapi setidak-tidaknya Oskan sudah membuat sebuah keputusan yang bijak, agar anaknya tetap bisa hidup layak dan mempunyai masa depan yang lebih terjamin, daripada ketika sang anak dipaksakannya untuk hidup dalam pengasuhannya. Toh Oskan sejauh ini bisa melihat Cihan sebagai orang tua bagi Cansu dia jauh dari kata mengecewakan. Inilah keputusan yang dianggap paling baik dan memungkinkan untuk saat ini, meskipun Oskan di satu sisi belum mendengar pendapat dari Cansu, tentang hal yang diputuskannya tersebut. Percayalah, Oskan.. Di balik niat baik, ada Tuhan sebagai jaminanya. Cansu tidak akan pernah meninggalkanmu.


Cansu bukanlah Hazal yang manipulatif dan licik. Tapi sayangnya, setiap kali Hazal terlihat sudah seperti mendekati ‘kemenangannya’, saat itu pasti Cansu muncul dan seolah-olah selalu jadi ‘malapetaka’ tersendiri baginya. Dasar, Hazal... Pikirannya yang selalu jelek, tak menjamin kebahagiaannya meski sekarang dia tinggal  bersama Cihan dan Dilara, sang orang tua kandung. Pikiran-pikirannya yang licik, suka berbohong, dan tak henti berbuat culas serta curang kepada orang-orang di sekitarnya, membuat Hazal seperti selalu terkurung dalam penderitaannya sendiri. Tambah sekarang dia harus berhadap-hadapan lagi dengan Keriman di rumah Cihan dan Dilara, wkwkwkwkkk... Selamat datang kembali, Bibi Keriman... ‘Sang guru’ licik dan ‘panutan’ drama queenku, xixixiii... Yeeeayy... Hazal bakalan serumah lagi neh dengan Keriman...


Untuk Cihan yang selalu di hati, semangatttt, Ayah tampan... Perang yang diinginkan oleh Harun baru saja dimulai... Setidak-tidaknya, meski musuhmu yang jelas belum terlihat batang hidungnya, tetaplah kau mulai waspada... Karena yang sedang kau hadapi sekarang adalah seseorang yang punya dendam... Dendam yang hingga sekarang belum jelas bentuknya seperti apa. Coba tanyakan saja kepada Chandan, yang sekarang bak ‘budak cinta’ untuk Harun, wkwkwkwkkk... Chandan... Tunggu saja sampai semuanya jelas bagimu... Karena yang cukup jelas sekarang untuk yang lainnya (terkecuali Chandan), Harun ternyata tak punya tempat untukmu, selain hanya Dilara. Untuk Chandan seorang, hanya ada buket-buket bunga yang tak penting, karena buket Bunga Erguvan  hanya dipersembahkan oleh Harun kepada Dilara.


Ahh, Dilara yang katanya mengeluh kesepian di hadapan Ozan... Sebentar lagi kau akan belajar bagaimana bila hatimu sudah beraksi dan berbicara, Dilara... Dan kau akan merasakan betapa harga diri akan jadi cerita yang kesekian, ketika cinta dan hati sudah saling bertaut. Jujur, melihatmu semalam ketika memilih untuk agak menahan diri ketika berselisih paham dengan Cihan, saya koq justru suka dan salut yaa... Kau terlihat lebih bijak, alih-alih merasa kalah suara dari suamimu... Masing-masing dengan alasannya sendiri-sendiri, semoga tetap ada penyelesaiannya. Dilara dan Cihan... Seperti sudah memegang nasibnya sendiri-sendiri.


Seperti halnya Cihan dan Gulseren yang tetap bertahan meski sekarang semakin banyak yang menentangnya. Bahkan di balik kebingungan mencari sang putri, tetap ada waktu untuk saling bercerita dan mengurai hati. Biarlah semua berjalan apa adanya. Jika yakin dengan yang sudah dijalani, tak melawan hati nurani, mintalah pada Tuhan untuk senantiasa mengiringi perjuangan dan cinta kalian. Berharap yang terbaik. Have a sweet Friday... Happy long weekend... Salam hangat.





#sinopsis_cansuhazal2_eps10
#paramparca2_bolum35part1
Tayang: Jum’at, 01 Juli 2016
Oleh: Anies Widiyarti. Bersama: Debby Arin Anggraini, Indrie Puspita, Anisa Puji Rahayu, dan Intan Hapsari.



*Usai menutup pembicaraannya di telpon dengan Dilara, Cihan merasa begitu lega dan bahagia saat berbicara dengan Gulseren. Senyum Cihan kepada Gulseren di malam hujan lebat itu, ketika mereka berdua saja di dalam mobil... Duh... Bikin makin nyesss gimana gitu, hehhe.. Berasa hujan yang harusnya membawa udara dingin, mendadak menjadi hangat hanya karena senyuman Cihan dan juga sambutan wajah yang cerah dari raut muka Gulseren... 

*Ozan berjalan di tengah keramaian jalanan dengan menampakkan raut muka yang penuh dengan kemarahan dan kebencian...

*Di dalam mobil, Cihan dan Gulseren melanjutkan pembicaraan tentang Cansu, Oskan, dsb..dsb... Pssssttttt... Gulseren justru terlihat makin natural cantiknya di scene berikut lho... Aura seksinya, senyumannya yang manis, serta mata hijaunya yang indah, seolah-olah mampu berpadu dan menyatu dengan kharismatiknya Cihan serta hujan yang turun malam itu. Tak perlulah adegan ciuman itu dituntaskan sampai ke ujung, cukup dengan pelukan yang erat, kecupan di kening dan pelipis, usapan tangan di bibir, bahkan romantisnya rasanya tidak akan habis-habis... Dewasa sekali percintaan berdua ini... Dramatisasi latar berikut back song soundtrack utama sudah dapat mewakili untuk menggambarkan keindahannya.

*Ozan rupanya sedang mematai-matai/ mengawasi Gulseren dan Cihan yang baru saja pulangdari ‘kencan dadakan’, haddeh.. Perasaan, gak rela banget kl latar music scoring yang baisanya dipakai untuk melatari scene Harun, di scene Ozan ini, music scoring tersebut juga terpakai, wwweew... Hahha..

*Gulseren masuk ke dalam rumah, menyapa Deriya dengan perasaan lega dan bahagia. Lanjut kemudian mereka berdua saling berpelukan. Tak lama, terdengar pintu diketuk. Gulseren mengira kl itu adalah Cihan yang mungkin dia sedang kelupaan sesuatu. Tapi ternyata...!!!

*Ozan yang datang!!! Dengan wajah yang sudah memperlihatkan urat kemarahan, Ozan tiba-tiba langsung menodongkan pistol ke arah Gulseren. Seketika itu juga Gulseren merasa terkejut. Deriya pun langsung berteriak kaget dan histeris melihat Ozan yang bertindak nekad tersebut...

*Gulseren yang belum habis rasa terkejutnya melihat Ozan menodongkan pistol ke arahnya, berusaha berbicara dan bertanya kepada Ozan, ada apa sebenarnya. Ozan yang sedang begitu emosional, terus menodongkan pistolnya ke arah Gulseren dengan tangan yang gemetaran.

*Sigap, Gulseren menampik pistol itu dari tangan Ozan. Pistol terjatuh ke lantai, Gulseren langsung mengambilnya, dan lanjut mengarahkan pistol tersebut ke kepalanya sendiri. Gulseren berkata dengan setengah berteriak sekaligus dengan nada yang tegas kepada Ozan, termasuk mengatakan kl dia mencintai Cihan. Ozan yang masih terlihat emosional dan gelagapan, di tengah tangisan dan kemarahannya, berusaha menyangkal semua yang dikatakan Gulseren dengan berteriak menyuruh Gulseren diam. Akan tetapi, Gulseren lebih tegas dengan segala responnya. Ozan menyuruh Gulseren untuk menurunkan pistolnya dari arah kepala Gulseren.

*Gulseren akhirnya menurunkan pistol itu ke bawah. Ozan menangis, begitu juga dengan Gulseren. Namun ketika Gulseren hendak memeluk Ozan, berniat ingin menenangkan, Ozan menolaknya dan langsung pergi meninggalkan apartemen Deriya. Lalu Gulseren menutup pintu dan menangis.

*Ozan berjalan menuruni tangga dengan langkah yang gontai, sambil terus menangis. Sempat duduk sebentar di pintu gerbang serambi apartemen sambil menggumamkan sesuatu, Ozan akhirnya berjalan meninggalkan apartemen dengan terus menangis. Scene yang benar-benar ironis dan memprihatinkan.  Ozan... Keinginanannya untuk melindungi sang ibu, tekadnya untuk bisa menyelamatkan rumah tangga orang tuanya, apapun Ozan tak bisa sepenuhnya disalahkan. Tapi bagaimanapun, dalam hidup ini tak semuanya berjalan sesuai  yang kau inginkan, Ozan... Belajarlah dan bersabarlah!!!

*Di kediaman Gurpinar, Dilara memberikan handuk kepada Cansu untuk mengeringkan rambutnya. Mereka berdua sedang berbicara di kamar. Cansu sedikit-banyak masih terlihat mendebat Dilara. Dan Dilara berusaha menanggapi Cansu sesabar mungkin.

*Di ruang keluarga Gurpinar, Nuray dan Keriman sedang berdebat. Ampun deh Keriman...!!! Ngomel dari kapan mulai, entah akan berhenti kapan... Hadddeh...

*Dilara menyuruh Emine untuk menyiapkan kamar bagi para ‘tamu kehormatan’, wkwkwkwkkk...

*Nuray yang sudah tidak sabar dan kebingungan karena sejak tadi didiamkan oleh tuan rumah di ruang keluarga, berteriak-teriak memanggil orang-orang yang ada di rumah tersebut. Hazal yang sedang tidur di kamarnya merasa terganggu dengan teriakan Nuray. Hazal bangun dari tempat tidurnya, berjalan menuju kursi rodanya. Ya elllah... Masih ingat saja dengan acara lumpuh bokisnya nie bocah satu,,

*Sema mempersilakan Nuray dan Keriman untuk segera menuju ke kamar yang telah disiapkan. Nuray seperti setengah mengeluh dan protes kepada Sema tentang sesuatu hal, tapi tampaknya Sema menanggapinya dengan santai..sambil lalu.

*Hazal muncul di ruang keluarga dan ketika melihat Keriman, gadis itu lanjut memanggilnya. Hadddoh... Langsung Keriman bertingkah layaknya artis yang lebay... Melihat kemunculan Hazal yang tiba-tiba, puar-puranya Keriman merasa terkejut, sok antusias, dan segera menghampiri Hazal dengan begitu rupa. Sayang yang diantusiasi sudah terlalu jengah melihat tingkah Keriman, wkwkwkwkkk..

*Cansu menyusul ke ruang tamu sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Cansu melihat Hazal sedang berada di dekat Keriman. Hazal juga sempat mengatakan sesuatu kepada Cansu. Entah apa yang disampaikan, yang jelas dari muka Hazal ketika berbicara denagn Cansu, terlihat masam dan menjengkelkan.

*Keriman mengenalkan Hazal kepada Nuray. Nuray yang lebay nya sebelas-dua belas dengan Keriman, langsung menghambur mendekati Hazal untuk menciumi pipi Hazal. Dasar Hazal... Dia langsung menghapus dengan usapan tangannya, bekas ciuman pipi Nuray yang mendarat di kedua pipinya, hahha.. Keriman menjelaskan kepada Hazal , siapa Nuray. Nuray kemudian juga menunjukkan dan mengenalkan bayinya kepada Hazal.

*Di bengkel, Oskan merasa putus asa dan marah atas nasib yang sedang menimpanya sekarang. Gelas yang ada di atas meja pun ikut jadi korban amukan Oskan.

*Di kamar tamu, Keriman masih saja terus mengomel dan mengeluh, sementara Nuray sedang memberi minum dan menenangkan bayinya yang sedang dalam gendongannya. Nuray menyuruh Keriman mengambil air untuk mengisi botol.

*Secara tak sengaja, Keriman masuk ke kamar hazal dan duarrrrrrr... Keriman melihat Hazal bisa berdiri dan berjalan dengan kakinya sendiri. Keriman dan Hazal sama-sama terkejutnya, sampai-sampai botol air yang ada di tangan Keriman terlempar jatuh. Tapi tentu saja terkejutnya dengan alasannya sendiri-sendiri. Keriman terkejut bahagia melihat Hazal sudah bisa berjalan sendiri (entah ini ekspresi bahagia sungguhan atau lagak saja seperti biasanya, wwweew), tapi justru Hazal marah-marah karena melihat Keriman masuk ke kamarnya tanpa izin.

*Mendengar keributan di kamar Hazal, Dilara langsung menghampiri dan masuk ke kamar Hazal. Dilara menanyakan ada keributan apa kepada Hazal dan sempat sedikit curiga melihat sandal kamar Hazal. Hazal berdalih bahwa sebelumnya ia sempat jatuh dan Dilara kelihatannya percaya dengan jawaban dari Hazal. Untuk sementara, Dilara masih bisa diperdayai. Tapi tidak rupanya untuk Keriman. Kedipan mata Hazal kepada Keriman menandakan kl Keriman setingkat lebih ‘canggih’ dalam membaca tipu muslihat Hazal. Bahkan ketika Keriman berniat mengatakan apa yang tadi dilihatnya kepada Dilara, dengan cepat Hazal mengisyaratkan tutup mulut untuk Keriman.

*Di apartemen, Deriya masih berusaha untuk menenangkan Gulseren yang belum hilang dari rasa syoknya usai tadi insiden dengan Ozan. Deriya terus memberikan nasehat dan dukungannya kepada Gulseren.

*Gulseren mengambil pistol Ozan yang diletakkan di atas meja rias, di kamarnya. Gulseren kemudian menyimpan pistol tersebut di laci, di bawah handuk.

*Sementara itu, Ozan di kamarnya sedang berbaring dan memandangi foto-foto semasa ia kecil bersama denagn Cihan. Foto-foto itu tampak berserakahan. Ozan sesekali masih terlihat meneteskan air matanya. Ozan, berharap kau dapat mengambil hikmah di balik kenekadannya yang sempat kau lakukan tadi...

*Di dermaga, halaman belakang rumah, Cansu sedang berdiri sambil menelpon. Cansu berusaha untuk menghubungi ayahnya, namun sepertinya tak ada respon, mengingat ponsel Oskan yang ketinggalan di kedai milik Abidin kemarin.

*Cihan berjalan mendekati Cansu, berusaha mengajaknya bicara. Cansu masih terlihat malas menanggapi Cihan. Tapi Cihan terus mengajaknya bicara. Cansu kelihatannya masih marah dan berburuk sangka kepada Cihan. Dan Cihan terus berusaha meyakinkan putrinya tersebut. Cihan pada akhirnya sampai tega untuk membentak Cansu karena gadis itu makin keras kepala dengan pendapatnya. Cansu pun terlihat makin emosional dan bergegas pergi meninggalkan pembicaraannya dengan Cihan.

*Ozan bertemu dengan Keriman secara kebetulan ketika Keriman tak sengaja menabraknya, seusai Ozan menuang dan minum teh dari cangkirnya. Ozan yang terkejut dengan kehadiran Keriman di rumahnya, menanyakan kepada Keriman apa yang sedang dilakukan di rumah tersebut. Tentu saja Keriman sudah sudah siap dengan gaya penjelasannya kepada Ozan. Hhheeeiisstt...

*Gulseren sedang merias dan mematut diri di depan meja rias ketika Deriya masuk ke kamar untuk menyapanya. Gulseren bersiap-siap untuk pergi, kelihatannya untuk memenuhi panggilan wawancara kerja. Di antara obrolan Gulseren dan Deriya, sepertinya mereka menyinggung-nyinggung tentang Cansu. Oy, melihat Deriya itu selalu menyenangkan ya, Paramparca Fan... Kecantikan dan ketulusan hatinya kepada Gulseren berikut paket lesung pipit di pipinya, bikin setiap kali melihat Deriya jadi berasa adem..menarik, hehhe..

*Pagi itu, di kediaman Gurpinar... Dilara tampak begitu menawan, berbalut gaun tidur panjang berwarna merah marun... Dia lanjut berjalan dan berdiri di depan jendela ruang kelurga sambil membawa cangkir minumannya... Tampak dia menyapa dan berbicara dengan Cihan yang sedang duduk membaca koran di seberang ruangan, tak jauh dari tempat Dilara berdiri... Angin sepoi-sepoi yang menerpa rambut dan gaun Dilara, sumpahhh... Bikin Dilara terlihat makin istimewa!!! Seolah-olah dramatisasi angin itu ikut bercerita dan menegaskan, betapa menawannya sang nyonya rumah... Sayang sang suami seperti acuh saja dengan keindahan yang ada di dekatnya tersebut

*Di tempat lain, Harun dan Chandan sedang membicarakan Cihan. Nada-nada bicara penuh kemenangan dan kepuasan mewarnai pembicaraan mereka berdua. Tapi sesudahnya, ketika Chandan melanjutkan pembicaraannya tentang Cihan dan Dilara, dengan sekejap raut muka Harun berubah menjadi penuh ketegangan dan kelihatan menggumamkan sesuatu.

*Dilara dan Cihan masih berbicara di ruang keluarga. Ketika berniat akan mengakhiri pembicaraannya dengan Cihan dan ingin menemui Cansu, Cihan justru mengatakan kepada Dilara kl Cansu sedang pergi karena masih marah dengannya.

*Diantar Bachtiar, Cansu mendatangi bengkel tempat Oskan bekerja. Cansu mendapati Oskan masih tertidur di sebuah kursi, di dalam bengkel. Cansu beranjak membangunkan Oskan dan sejenak kemudian Oskan terbangun dan menyadari kl Cansu yang telah membangunkannya. Cansu mengajak Oskan bicara. Setelahnya, Oskan berjalan menuju ke sebuah wastafel untuk cuci muka dan lanjut mengeringkannya dengan handuk. Cansu hanya bisa terdiam sementara terus mengikuti kemana ayahnya berjalan. Oskan lalu menyuruhnya untuk duduk.

*Dilara marah kepada Cihan. Sepertinya kemarahan Dilara karena Cihan membiarkan Cansu untuk menemui Oskan. Cihan yang jengkel menyuruh Dilara diam sambil beranjak pergi dari ruangan. Dilara hanya bisa menggumam kesal melihat sikap Cihan pagi itu.

*Oskan dan Cansu melanjutkan pembicaraan mereka. Pasangan ayah-anak ini, sebenarnya juga tak kalah asyik dengan apabila kita melihat Cihan bersama putrinya, hehhe.. Oskan sepertinya berusaha menjelaskan kepada Cansu tentang perasaannya sebenarnya kepada putrinya. Lagi-lagi... Oskan menarik hati saiya di scene berikut ini... Di sela-sela isak tangisnya ketika berbicara dengan Cansu, Oskan terus berusaha meyakinkan Cansu untuk lebih baik kembali berada dalam pengasuhan Cihan, daripada bertahan bersama dirinya, tapi Oskan tidak sanggup mencukupi segala kebutuhan Cansu. Namun sepertinya Cansu juga tak mau kalah berkeras agar tetap dapat bertahan dengan ayah kandungnya. Hhmmm... Indah sekaligus mengharukan menonton scene ini...

*Harun dan Chandan sedang menikmati sarapan bersama. Chandan menyuruh Harun untuk duduk karena rupanya Harun terlihat lebih menikmati kopi dan membaca korannya sambil berdiri. Berdua saling serius, sambil sesekali terlihat becanda. Tak lupa kecupan manis di bibir turut ‘mampir’ menghangatkan pagi itu, wwweew... Harun kepada Chandan... Berasa hanya nafsu saja yang menghiasi keduanya, alih-alih terlihat sebagai pasangan yang tengah saling jatuh cinta.. Mungkin yang cinta Chandan nya doank, kl Harun ya jelas tidak, hahha...

*Soulmas bergegas membangunkan Alper yang masih tertidur pulas di bawah selimutnya. Diwarnai dengan pertengkaran, berdua ini serasi benar sebagai pasangan pecundang, wkwkwkwkk..

*Harun dan Chandan masih asyik dengan pembicaraannya. Kali ini giliran Dilara yang menjadi topik bahasannya.

*Soulmas menuangkan kopi di cangkir, untuk bersiap-siap sarapan. Tak lama Alper menyusul ke meja makan. Rupanya pertengkaran di kamar tadi masih berlanjut hingga ke meja makan. Alper dan Soulmas terus saling berdebat. Ada Harun disebut-sebut di antara pembicaraan mereka berdua.

*Cansu sempat berpapasan dengan Cihan di halaman rumah, seusai pulang dari menemui Oskan. Namun Cihan sama sekali tak digubrisnya. Masuk ke dalam rumah, pun dengan Dilara yang ketika menyapa Cansu gadis itu malah langsung bergegas masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Terdengar Cansu menangis. Dilara berusaha mengajak Cansu bicara, tapi Cihan menyuruh Dilara untuk mengurungkan niatnya terlebih dahulu. Sementara di kamarnya, Cansu masih terus menangis.



NEXT: Gulseren terancam hampir diperkosa oleh seorang laki-laki ketika sedang melakukan wawancara kerja.
16.37.00 Unknown
#sinopsis_cansuhazal2_eps10
#paramparca2_bolum35part1
Tayang: Jum’at, 01 Juli 2016
Oleh: Anies Widiyarti. Bersama: Debby Arin Anggraini, Indrie Puspita, Anisa Puji Rahayu, dan Intan Hapsari.



*Usai menutup pembicaraannya di telpon dengan Dilara, Cihan merasa begitu lega dan bahagia saat berbicara dengan Gulseren. Senyum Cihan kepada Gulseren di malam hujan lebat itu, ketika mereka berdua saja di dalam mobil... Duh... Bikin makin nyesss gimana gitu, hehhe.. Berasa hujan yang harusnya membawa udara dingin, mendadak menjadi hangat hanya karena senyuman Cihan dan juga sambutan wajah yang cerah dari raut muka Gulseren... 

*Ozan berjalan di tengah keramaian jalanan dengan menampakkan raut muka yang penuh dengan kemarahan dan kebencian...

*Di dalam mobil, Cihan dan Gulseren melanjutkan pembicaraan tentang Cansu, Oskan, dsb..dsb... Pssssttttt... Gulseren justru terlihat makin natural cantiknya di scene berikut lho... Aura seksinya, senyumannya yang manis, serta mata hijaunya yang indah, seolah-olah mampu berpadu dan menyatu dengan kharismatiknya Cihan serta hujan yang turun malam itu. Tak perlulah adegan ciuman itu dituntaskan sampai ke ujung, cukup dengan pelukan yang erat, kecupan di kening dan pelipis, usapan tangan di bibir, bahkan romantisnya rasanya tidak akan habis-habis... Dewasa sekali percintaan berdua ini... Dramatisasi latar berikut back song soundtrack utama sudah dapat mewakili untuk menggambarkan keindahannya.

*Ozan rupanya sedang mematai-matai/ mengawasi Gulseren dan Cihan yang baru saja pulangdari ‘kencan dadakan’, haddeh.. Perasaan, gak rela banget kl latar music scoring yang baisanya dipakai untuk melatari scene Harun, di scene Ozan ini, music scoring tersebut juga terpakai, wwweew... Hahha..

*Gulseren masuk ke dalam rumah, menyapa Deriya dengan perasaan lega dan bahagia. Lanjut kemudian mereka berdua saling berpelukan. Tak lama, terdengar pintu diketuk. Gulseren mengira kl itu adalah Cihan yang mungkin dia sedang kelupaan sesuatu. Tapi ternyata...!!!

*Ozan yang datang!!! Dengan wajah yang sudah memperlihatkan urat kemarahan, Ozan tiba-tiba langsung menodongkan pistol ke arah Gulseren. Seketika itu juga Gulseren merasa terkejut. Deriya pun langsung berteriak kaget dan histeris melihat Ozan yang bertindak nekad tersebut...

*Gulseren yang belum habis rasa terkejutnya melihat Ozan menodongkan pistol ke arahnya, berusaha berbicara dan bertanya kepada Ozan, ada apa sebenarnya. Ozan yang sedang begitu emosional, terus menodongkan pistolnya ke arah Gulseren dengan tangan yang gemetaran.

*Sigap, Gulseren menampik pistol itu dari tangan Ozan. Pistol terjatuh ke lantai, Gulseren langsung mengambilnya, dan lanjut mengarahkan pistol tersebut ke kepalanya sendiri. Gulseren berkata dengan setengah berteriak sekaligus dengan nada yang tegas kepada Ozan, termasuk mengatakan kl dia mencintai Cihan. Ozan yang masih terlihat emosional dan gelagapan, di tengah tangisan dan kemarahannya, berusaha menyangkal semua yang dikatakan Gulseren dengan berteriak menyuruh Gulseren diam. Akan tetapi, Gulseren lebih tegas dengan segala responnya. Ozan menyuruh Gulseren untuk menurunkan pistolnya dari arah kepala Gulseren.

*Gulseren akhirnya menurunkan pistol itu ke bawah. Ozan menangis, begitu juga dengan Gulseren. Namun ketika Gulseren hendak memeluk Ozan, berniat ingin menenangkan, Ozan menolaknya dan langsung pergi meninggalkan apartemen Deriya. Lalu Gulseren menutup pintu dan menangis.

*Ozan berjalan menuruni tangga dengan langkah yang gontai, sambil terus menangis. Sempat duduk sebentar di pintu gerbang serambi apartemen sambil menggumamkan sesuatu, Ozan akhirnya berjalan meninggalkan apartemen dengan terus menangis. Scene yang benar-benar ironis dan memprihatinkan.  Ozan... Keinginanannya untuk melindungi sang ibu, tekadnya untuk bisa menyelamatkan rumah tangga orang tuanya, apapun Ozan tak bisa sepenuhnya disalahkan. Tapi bagaimanapun, dalam hidup ini tak semuanya berjalan sesuai  yang kau inginkan, Ozan... Belajarlah dan bersabarlah!!!

*Di kediaman Gurpinar, Dilara memberikan handuk kepada Cansu untuk mengeringkan rambutnya. Mereka berdua sedang berbicara di kamar. Cansu sedikit-banyak masih terlihat mendebat Dilara. Dan Dilara berusaha menanggapi Cansu sesabar mungkin.

*Di ruang keluarga Gurpinar, Nuray dan Keriman sedang berdebat. Ampun deh Keriman...!!! Ngomel dari kapan mulai, entah akan berhenti kapan... Hadddeh...

*Dilara menyuruh Emine untuk menyiapkan kamar bagi para ‘tamu kehormatan’, wkwkwkwkkk...

*Nuray yang sudah tidak sabar dan kebingungan karena sejak tadi didiamkan oleh tuan rumah di ruang keluarga, berteriak-teriak memanggil orang-orang yang ada di rumah tersebut. Hazal yang sedang tidur di kamarnya merasa terganggu dengan teriakan Nuray. Hazal bangun dari tempat tidurnya, berjalan menuju kursi rodanya. Ya elllah... Masih ingat saja dengan acara lumpuh bokisnya nie bocah satu,,

*Sema mempersilakan Nuray dan Keriman untuk segera menuju ke kamar yang telah disiapkan. Nuray seperti setengah mengeluh dan protes kepada Sema tentang sesuatu hal, tapi tampaknya Sema menanggapinya dengan santai..sambil lalu.

*Hazal muncul di ruang keluarga dan ketika melihat Keriman, gadis itu lanjut memanggilnya. Hadddoh... Langsung Keriman bertingkah layaknya artis yang lebay... Melihat kemunculan Hazal yang tiba-tiba, puar-puranya Keriman merasa terkejut, sok antusias, dan segera menghampiri Hazal dengan begitu rupa. Sayang yang diantusiasi sudah terlalu jengah melihat tingkah Keriman, wkwkwkwkkk..

*Cansu menyusul ke ruang tamu sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Cansu melihat Hazal sedang berada di dekat Keriman. Hazal juga sempat mengatakan sesuatu kepada Cansu. Entah apa yang disampaikan, yang jelas dari muka Hazal ketika berbicara denagn Cansu, terlihat masam dan menjengkelkan.

*Keriman mengenalkan Hazal kepada Nuray. Nuray yang lebay nya sebelas-dua belas dengan Keriman, langsung menghambur mendekati Hazal untuk menciumi pipi Hazal. Dasar Hazal... Dia langsung menghapus dengan usapan tangannya, bekas ciuman pipi Nuray yang mendarat di kedua pipinya, hahha.. Keriman menjelaskan kepada Hazal , siapa Nuray. Nuray kemudian juga menunjukkan dan mengenalkan bayinya kepada Hazal.

*Di bengkel, Oskan merasa putus asa dan marah atas nasib yang sedang menimpanya sekarang. Gelas yang ada di atas meja pun ikut jadi korban amukan Oskan.

*Di kamar tamu, Keriman masih saja terus mengomel dan mengeluh, sementara Nuray sedang memberi minum dan menenangkan bayinya yang sedang dalam gendongannya. Nuray menyuruh Keriman mengambil air untuk mengisi botol.

*Secara tak sengaja, Keriman masuk ke kamar hazal dan duarrrrrrr... Keriman melihat Hazal bisa berdiri dan berjalan dengan kakinya sendiri. Keriman dan Hazal sama-sama terkejutnya, sampai-sampai botol air yang ada di tangan Keriman terlempar jatuh. Tapi tentu saja terkejutnya dengan alasannya sendiri-sendiri. Keriman terkejut bahagia melihat Hazal sudah bisa berjalan sendiri (entah ini ekspresi bahagia sungguhan atau lagak saja seperti biasanya, wwweew), tapi justru Hazal marah-marah karena melihat Keriman masuk ke kamarnya tanpa izin.

*Mendengar keributan di kamar Hazal, Dilara langsung menghampiri dan masuk ke kamar Hazal. Dilara menanyakan ada keributan apa kepada Hazal dan sempat sedikit curiga melihat sandal kamar Hazal. Hazal berdalih bahwa sebelumnya ia sempat jatuh dan Dilara kelihatannya percaya dengan jawaban dari Hazal. Untuk sementara, Dilara masih bisa diperdayai. Tapi tidak rupanya untuk Keriman. Kedipan mata Hazal kepada Keriman menandakan kl Keriman setingkat lebih ‘canggih’ dalam membaca tipu muslihat Hazal. Bahkan ketika Keriman berniat mengatakan apa yang tadi dilihatnya kepada Dilara, dengan cepat Hazal mengisyaratkan tutup mulut untuk Keriman.

*Di apartemen, Deriya masih berusaha untuk menenangkan Gulseren yang belum hilang dari rasa syoknya usai tadi insiden dengan Ozan. Deriya terus memberikan nasehat dan dukungannya kepada Gulseren.

*Gulseren mengambil pistol Ozan yang diletakkan di atas meja rias, di kamarnya. Gulseren kemudian menyimpan pistol tersebut di laci, di bawah handuk.

*Sementara itu, Ozan di kamarnya sedang berbaring dan memandangi foto-foto semasa ia kecil bersama denagn Cihan. Foto-foto itu tampak berserakahan. Ozan sesekali masih terlihat meneteskan air matanya. Ozan, berharap kau dapat mengambil hikmah di balik kenekadannya yang sempat kau lakukan tadi...

*Di dermaga, halaman belakang rumah, Cansu sedang berdiri sambil menelpon. Cansu berusaha untuk menghubungi ayahnya, namun sepertinya tak ada respon, mengingat ponsel Oskan yang ketinggalan di kedai milik Abidin kemarin.

*Cihan berjalan mendekati Cansu, berusaha mengajaknya bicara. Cansu masih terlihat malas menanggapi Cihan. Tapi Cihan terus mengajaknya bicara. Cansu kelihatannya masih marah dan berburuk sangka kepada Cihan. Dan Cihan terus berusaha meyakinkan putrinya tersebut. Cihan pada akhirnya sampai tega untuk membentak Cansu karena gadis itu makin keras kepala dengan pendapatnya. Cansu pun terlihat makin emosional dan bergegas pergi meninggalkan pembicaraannya dengan Cihan.

*Ozan bertemu dengan Keriman secara kebetulan ketika Keriman tak sengaja menabraknya, seusai Ozan menuang dan minum teh dari cangkirnya. Ozan yang terkejut dengan kehadiran Keriman di rumahnya, menanyakan kepada Keriman apa yang sedang dilakukan di rumah tersebut. Tentu saja Keriman sudah sudah siap dengan gaya penjelasannya kepada Ozan. Hhheeeiisstt...

*Gulseren sedang merias dan mematut diri di depan meja rias ketika Deriya masuk ke kamar untuk menyapanya. Gulseren bersiap-siap untuk pergi, kelihatannya untuk memenuhi panggilan wawancara kerja. Di antara obrolan Gulseren dan Deriya, sepertinya mereka menyinggung-nyinggung tentang Cansu. Oy, melihat Deriya itu selalu menyenangkan ya, Paramparca Fan... Kecantikan dan ketulusan hatinya kepada Gulseren berikut paket lesung pipit di pipinya, bikin setiap kali melihat Deriya jadi berasa adem..menarik, hehhe..

*Pagi itu, di kediaman Gurpinar... Dilara tampak begitu menawan, berbalut gaun tidur panjang berwarna merah marun... Dia lanjut berjalan dan berdiri di depan jendela ruang kelurga sambil membawa cangkir minumannya... Tampak dia menyapa dan berbicara dengan Cihan yang sedang duduk membaca koran di seberang ruangan, tak jauh dari tempat Dilara berdiri... Angin sepoi-sepoi yang menerpa rambut dan gaun Dilara, sumpahhh... Bikin Dilara terlihat makin istimewa!!! Seolah-olah dramatisasi angin itu ikut bercerita dan menegaskan, betapa menawannya sang nyonya rumah... Sayang sang suami seperti acuh saja dengan keindahan yang ada di dekatnya tersebut

*Di tempat lain, Harun dan Chandan sedang membicarakan Cihan. Nada-nada bicara penuh kemenangan dan kepuasan mewarnai pembicaraan mereka berdua. Tapi sesudahnya, ketika Chandan melanjutkan pembicaraannya tentang Cihan dan Dilara, dengan sekejap raut muka Harun berubah menjadi penuh ketegangan dan kelihatan menggumamkan sesuatu.

*Dilara dan Cihan masih berbicara di ruang keluarga. Ketika berniat akan mengakhiri pembicaraannya dengan Cihan dan ingin menemui Cansu, Cihan justru mengatakan kepada Dilara kl Cansu sedang pergi karena masih marah dengannya.

*Diantar Bachtiar, Cansu mendatangi bengkel tempat Oskan bekerja. Cansu mendapati Oskan masih tertidur di sebuah kursi, di dalam bengkel. Cansu beranjak membangunkan Oskan dan sejenak kemudian Oskan terbangun dan menyadari kl Cansu yang telah membangunkannya. Cansu mengajak Oskan bicara. Setelahnya, Oskan berjalan menuju ke sebuah wastafel untuk cuci muka dan lanjut mengeringkannya dengan handuk. Cansu hanya bisa terdiam sementara terus mengikuti kemana ayahnya berjalan. Oskan lalu menyuruhnya untuk duduk.

*Dilara marah kepada Cihan. Sepertinya kemarahan Dilara karena Cihan membiarkan Cansu untuk menemui Oskan. Cihan yang jengkel menyuruh Dilara diam sambil beranjak pergi dari ruangan. Dilara hanya bisa menggumam kesal melihat sikap Cihan pagi itu.

*Oskan dan Cansu melanjutkan pembicaraan mereka. Pasangan ayah-anak ini, sebenarnya juga tak kalah asyik dengan apabila kita melihat Cihan bersama putrinya, hehhe.. Oskan sepertinya berusaha menjelaskan kepada Cansu tentang perasaannya sebenarnya kepada putrinya. Lagi-lagi... Oskan menarik hati saiya di scene berikut ini... Di sela-sela isak tangisnya ketika berbicara dengan Cansu, Oskan terus berusaha meyakinkan Cansu untuk lebih baik kembali berada dalam pengasuhan Cihan, daripada bertahan bersama dirinya, tapi Oskan tidak sanggup mencukupi segala kebutuhan Cansu. Namun sepertinya Cansu juga tak mau kalah berkeras agar tetap dapat bertahan dengan ayah kandungnya. Hhmmm... Indah sekaligus mengharukan menonton scene ini...

*Harun dan Chandan sedang menikmati sarapan bersama. Chandan menyuruh Harun untuk duduk karena rupanya Harun terlihat lebih menikmati kopi dan membaca korannya sambil berdiri. Berdua saling serius, sambil sesekali terlihat becanda. Tak lupa kecupan manis di bibir turut ‘mampir’ menghangatkan pagi itu, wwweew... Harun kepada Chandan... Berasa hanya nafsu saja yang menghiasi keduanya, alih-alih terlihat sebagai pasangan yang tengah saling jatuh cinta.. Mungkin yang cinta Chandan nya doank, kl Harun ya jelas tidak, hahha...

*Soulmas bergegas membangunkan Alper yang masih tertidur pulas di bawah selimutnya. Diwarnai dengan pertengkaran, berdua ini serasi benar sebagai pasangan pecundang, wkwkwkwkk..

*Harun dan Chandan masih asyik dengan pembicaraannya. Kali ini giliran Dilara yang menjadi topik bahasannya.

*Soulmas menuangkan kopi di cangkir, untuk bersiap-siap sarapan. Tak lama Alper menyusul ke meja makan. Rupanya pertengkaran di kamar tadi masih berlanjut hingga ke meja makan. Alper dan Soulmas terus saling berdebat. Ada Harun disebut-sebut di antara pembicaraan mereka berdua.

*Cansu sempat berpapasan dengan Cihan di halaman rumah, seusai pulang dari menemui Oskan. Namun Cihan sama sekali tak digubrisnya. Masuk ke dalam rumah, pun dengan Dilara yang ketika menyapa Cansu gadis itu malah langsung bergegas masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Terdengar Cansu menangis. Dilara berusaha mengajak Cansu bicara, tapi Cihan menyuruh Dilara untuk mengurungkan niatnya terlebih dahulu. Sementara di kamarnya, Cansu masih terus menangis.



NEXT: Gulseren terancam hampir diperkosa oleh seorang laki-laki ketika sedang melakukan wawancara kerja.