“... Ada satu pernyataanmu yang benar... “ “Kau memang benar-benar terlihat seksi ketika melakukan operasi...” Inilah sebentuk candaan Si Jin untuk Mo Yeon ketika mereka saling bicara terpisah atap, saat Si Jin mulai menjalani masa hukumannya, dikurung dalam ruang penyimpanan barang. Hhmmm... Entahlah karena satu hal konyol ini atau memang karena urusan kemanusiaan yang membuat Si Jin malam itu menjadi sedemikian nekad melanggar perintah atasan demi untuk memberi kesempatan Mo Yeon melakukan operasi kepada Presiden Mubarak. Tapi seperti gurauan Si Jin lagi, perempuan cantik, anak-anak, dan orang tua harus dilindungi. Dan dua di antaranya, malam ini sedang ada di hadapanku dan membutuhkan pertolonganku. Ahh, Si Jin aah...
*Antara Cinta dan Kemanusiaan
Andai memang betul hanya karena ‘penasaran seksi’ yang menjadi alasan utama Si Jin akhirnya memberikan kesempatan Mo Yeon untuk melakukan operasi kepada pemimpin Liga Arab tersebut, haddeh... Benar-benar akan jadi sesuatu yang konyol untuk pertaruhan karier Si Jin, wkwkwkwkkk... Tapi itulah Si Jin, yang selalu romantis, sensitif, sekaligus pintar merayu di balik candaan bergaya ‘slenge’an’ kepada Mo Yeon. Tak peduli dia sendiri sedang terancam sanksi indispliner yang mengancam laju kenaikan pangkat dan jabatannya di kemiliteran, tapi untuk urusan perempuan yang sedang di hati, Si Jin tahu betul bagaimana dia harus bersikap dan memposisikan diri.
Faktanya, malam itu memang harus ada yang berani mengambil keputusan, atau seluruh Arab akan kehilangan sosok pemimpinnya karena situasi dan kondisi yang sebenarnya dapat diambil jalan tengahnya. Meskipun ada jaminan militer tidak akan disalahkan apabila sang pemimpin Liga Arab itu meninggal, tapi sisi kemanusiaan jugalah yang akhirnya meluluhkan segala kekakuan protokoler militer dan kenegaraan. Sisi kemanusiaan yang didukung dengan fakta bahwa ada tim dokter yang sanggup untuk memberikan pertolongan maksimal kepada sang pemimpin malam itu, meski akhirnya harus ada yang dilanggar dan menyalahi ‘SOP’, tapi ya sudahlah resiko pasti ada untuk setiap keputusan dan pilihan yang diambil.
Dari sisi Si Jin sendiri selain karena sisi kemanusiaan, ini lebih kepada usahanya untuk berusaha memberikan keleluasaan kepada Mo Yeon untuk melaksanakan apa yang menjadi keahlian dan kebangaannya. Bukan lagi urusan siapa yang paling berpengaruh, tapi inilah secara tidak langsung bentuk kepercayaan dan pengakuan Si Jin kepada Mo Yeon. Untuk selanjutnya justru Mo Yeon yang merasa bersalah, lagi-lagi inilah bagian dari suatu kewajaran. Siapa yang tidak merasa bersalah kl berada dalam posisi Mo Yeon saat itu? Di sisi lain mungkin Mo Yeon lega dan bangga karena operasinya bersama tim dokter yang lain, berjalan sukses. Akan tetapi, di ujung sana ada Si Jin yang sedang terkurung sendirian dalam gudang penyimpanan barang yang lembab dan banyak nyamuk sebagai bagian dari hukuman karena melanggar perintah mengizinkan operasi, siapa yang tidak terusik di hati?? Cinta jika sudah bicara, ohh...
*Antara Myung Joo dan Dae Yeong
Ada Si Jin yang sedang terancam sangsi kemiliteran, ada juga Dae Yeong yang sudah dipastikan akan ‘terusir’ dari Urk, untuk segera kembali ke Korea karena urusan hati. Hati yang bernama Letnan Yoon Myung Joo. Dokter cantik yang sepintas terlihat culas, tapi sebenarnya dia sosok yang cerdas dan penuh percaya diri. Sosok anak perempuan yang mandiri dan kuat dari seorang jenderal. Pantas jika ayahnya bermaksud untuk menjodohkannya dengan seorang laki-laki yang hebat dan sepadan untuknya, yaitu Kapten Yoo Si Jin. Tapi tenyata yang hebat dan sepadan menurut Myung Joo bukanlah Si Jin, yang katanya di depan Dae Yeong justru Si Jin itu terlihat terlalu ‘cantik’, wkwkwkkwkkk... Yupz, pada akhirnya sang jenderal mesti harus menghadapi kenyataan, kl sang putri yang dibanggakannya tersebut ternyata justru memilih berpaling dan cinta mati kepada seorang prajuit berpangkat sersan, bernama Seo Dae Yeong.
Tak menyerah begitu saja kepada kemauan sang putri, berbagai siasat terpaksa diatur untuk berusaha menjauhkan sang putri dari sersan pujaannya. Dan Dae Yeong bisa apa, dia hanya seorang prajurit bawahan yang mau tidak mau harus tunduk kepada perintah atasan, terlebih hanya untuk urusan cinta yang kedengarannya hanya seperti bentuk debu beterbangan bila dibandingkan dengan urusan kedaulatan bangsa dan negara.
Berawal dari sebuah keisengan yang dilancarkan oleh Myung Joo untuk menghindari perjodohan ayahnya dengan sang calon jenderal pilihan, akhirnya Dae Yeong benar-benar menjatuhkan pilihannya kepada Myung Joo. Tapi nasib cinta yang harus dialami Dae Yeong, hhhuufftt... Lepas dari masalah ditinggal menikah duluan oleh pacar yang sebelumnya, kini ketika menjalin cinta dengan Myung Joo, berasa lawan yang harus dihadapi sekokoh dan seangkuh Tembok Besar Cina. Tapi bukan Myung Joo namanya jika dia hanya diam dan berpasrah pada ketidaksetujuan sang ayah. Dae Yeong boleh saja pasrah dengan nasib hubungannya dengan Myung Joo, tapi sepertinya Myung Joo masih tetap berjuang untuk memertahankan hubungannya dengan Dae Young. Bahkan ketika niat menyusul sang kekasih di tempat tugas berbuah kekecewaan, tetap saja cinta yang besar di antara keduanya justru semakin terlihat karena rasa`sakit yang tidak bisa disembunyikan lagi oleh keduanya. Semakin cinta menusuk ke hatimu, akan semakin dalam luka yang digoreskan, hehhe...
*Antara Kencan dan Telepon Panggilan
Sementara sang jenderal sibuk menjodohkan putrinya dengan Si Jin, justru Si Jin sendiri sedang ribet dengan urusan hatinya sendiri. Urusan hati dengan dokter bedah yang paling cantik di Urk atau juga Korea Selatan saat ini, hahahaaa.. Dokter Kang yang untuk selanjutnya justru membawa Si Jin menjadi tamu kehormatan bagi Presiden Mubarak. Karena kenekadan dari Si Jin dan juga kehebatan Mo Yeon, akhirnya sang pemimpin Liga Arab tersebut memberikan apresiasi serta rasa terima kasihnya kepada Si Jin dan Mo Yeon atas upaya untuk menyelamatkannya dari sikon darurat sebelumnya. Apresiasi serta rasa terima kasih yang di antaranya diwujudkan dengan sebuah hadiah berupa kartu akses untuk melakukan apa saja di wilayah negara-negara Arab bagi Si Jin dan Mo Yeon. Hiyaaaaa... Kl Mo Yeon sudah membayangkan untuk melakukan hal-hal yang idealis berkenaan dengan privilige tersebut, lain lagi dengan yang dilakukan Si Jin... Lagi-lagi, gentleman satu ini... Sederhana saja, tapi romantis banget!!! Dua jam waktu ekstra, kartu tersebut dipakai Si Jin untuk menyewa mobil keprisidenan dan mengajak Mo Yeon jalan-jalan serta berkencan. Yihaaaaaa... Pokoknya quality time sekaleee!!!
Sekiranya kencan siang itu akan berjalan lancar, tapi yang namanya berhadapan dengan seorang prajurit pilihan, bersiaplah dengan panggilan tugas sewaktu-waktu. Dan memang siang itu ketika berdua sedang saling memuji dan merayu (ceileeee..., yang katanya Si Jin, senyumnya Mo Yeon makin hari terlihat makin manis, wkwkwkwkwkwkk), bunyi dering smartphone kembali membuyarkan segalanya. Kencan yang kata Mo Yeon harus berakhir lagi di tengah jalan. Tapi kali ini Mo Yeon mencoba untuk menahan diri sekaligus belajar beradaptasi, sembari memohon di hadapan Si Jin, kl boleh sekarang jangan lagi berrahasia di depannya. Si Jin kali ini menurutinya dan membawa Mo Yeon ke dalam sebuah acara penghormatan terakhir untuk rekan prajurit Si Jin yang gugur ketika menunaikan tugas di bawah bendera PBB. Banyak cerita yang pilu dan penuh bahaya, mungkin itulah salah satu alasan Si jin tidak pernah dapat sepenuhnya berbagi dengan Mo Yeon tentang dunianya dan pekerjaannya. Tapi jika cinta dan pengertian sudah mulai berpadu, hhmmm...
*Antara Kehormatan, Harga Diri, dan Sebotol Anggur
Cerita tentang ancaman sanksi yang harus diterima oleh Si Jin seperti tinggal tunggu waktunya saja. Dipikir Mo Yeon semua urusan selesai karena faktanya Presiden Mubarak sukses menjalani operasi dan tak kurang suatu apa, tapi dalam dunia kemiliteran melanggar tugas beda urusan dengan sisi kemanusiaan. Intinya untuk setiap pelanggaran perintah atasan, prajurit harus bersiap dan menerima segala konsekuensinya. Demikian halnya dengan Si Jin. Sanksi pemotongan gaji selama tiga bulan juga pembatalan promosi kenaikan pangkat dan jabatan, diterima Si Jin dengan lapang dada dan sikap ksatria. Ksatria yang tahu pasti bagaimana dia menempatkan kehormatan dan harga dirinya sebagai seorang prajurit. Bukan seperti halnya pecundang dan pengecut yang hanya bisa melarikan diri dari tanggung jawab dan tidak mampu membuat keputusan yang bijak. Toh di balik sangsi yang sudah dijatuhkan, masih tersimpan kepuasan batin bahwa di balik pelanggaran aturannya dia berhasil menyelamatkan salah satu nyawa pemimpin dunia.
Berbeda sudut pandang dalam hal pertanggungjawaban ini juga yang membuat seorang dokter sekelas Mo Yeon tidak terima jika Si Jin menjadi satu-satunya yang dipersalahkan dan menerima sanksi yang tidak bisa dikatakan enteng. Mo Yeon berkeras di hadapan atasan Si Jin bahwa tidak adil jika Si Jin yang dipersalahkan. Mo Yeon yang malang... Tak seorangpun yang menyangsikan pembelaannya kepada Si Jin saat itu, tapi bagi Si Jin bisa jadi ini sebuah hal yang akan mengurangi reputasi kehormatan dan harga dirinya.
Tanpa bermaksud untuk sekali lagi menyudutkan Mo Yeon, tapi memang bagi Si Jin apa yang dilakukan oleh Mo Yeon di depan atasannya tersebut tidak semestinya dilakukan dengan sebegitu frontalnya. Selain memang tidak akan mengubah keadaan, apa yang dilakukan oleh Mo Yeon justru malah seolah-olah mencederai citra ksatria Si Jin. Gampangnya, berani berbuat, berani juga bertanggung jawab!!! Itu saja... Apalagi dalam dunia militer yang anti ‘abu-abu’. Faktanya memang Si Jin melanggar aturan dan harus mendapatkan hukuman.
Untuk kelanjutannya, Mo Yeon harus seperti apa dan bagaimana di hadapan Si Jin, saya yakin cinta akan membantu segalanya menjadi lebih mudah dan saling memahami satu sama lain. Di balik segala kesalahpahaman dan kemarahan, ada cinta yang tetap terpancar. Ada kehadiran yang sesungguhnya akan selalu dirindukan daripada sendiri di antara problematika yang sedang dihadapi. Toh sebotol anggur yang diberikan Si Jin kepada Mo Yeon ketika mereka berdua secara tidak sengaja berjumpa lagi di dapur, berhasil menghangatkan kembali suasana. Ada cerita dan candaan lagi di antar mereka. Terlebih untuk Si Jin... Melihat Mo Yeon dengan cueknya menenggak anggur langsung dari botolnya, alih-alih menunggu gelas dari uluran tangannya, terasa begitu ‘seksi’ dan ‘berbeda’. Hehhe... Dokter Kang Mo Yeon... Tanpa sadar, dia semakin membuat laki-laki yang sedang di hadapannya itu jatuh hati, dengan ulah cueknya yang seolah-olah malah menggoda... Menggoda yang elegan, hahahahh... Lalu sambaran ciuman ituuuuuuu... Semoga akan semakin berpadu nanti-nantinya. See you...
*Quote of the day: Si Jin: “Prajurit selalu hidup dengan kain kafan. Jika kau gugur di sebuah tanah antah-berantah demi kepentingan bangsa dan negaramu, tanah tempat kau gugur akan menjadi kuburanmu dan seragammu akan menjadi kain kafanmu. Itulah prinsip yang harus kau pegang di manapun kau berada dengan seragammu itu. Jika kamu telah menjadikan itu sebagai prinsipmu, jadilah terhormat setiap saat. Tidak ada alasan untuk jatuh dan menjadi rendah.
*Antara Cinta dan Kemanusiaan
Andai memang betul hanya karena ‘penasaran seksi’ yang menjadi alasan utama Si Jin akhirnya memberikan kesempatan Mo Yeon untuk melakukan operasi kepada pemimpin Liga Arab tersebut, haddeh... Benar-benar akan jadi sesuatu yang konyol untuk pertaruhan karier Si Jin, wkwkwkwkkk... Tapi itulah Si Jin, yang selalu romantis, sensitif, sekaligus pintar merayu di balik candaan bergaya ‘slenge’an’ kepada Mo Yeon. Tak peduli dia sendiri sedang terancam sanksi indispliner yang mengancam laju kenaikan pangkat dan jabatannya di kemiliteran, tapi untuk urusan perempuan yang sedang di hati, Si Jin tahu betul bagaimana dia harus bersikap dan memposisikan diri.
Dari sisi Si Jin sendiri selain karena sisi kemanusiaan, ini lebih kepada usahanya untuk berusaha memberikan keleluasaan kepada Mo Yeon untuk melaksanakan apa yang menjadi keahlian dan kebangaannya. Bukan lagi urusan siapa yang paling berpengaruh, tapi inilah secara tidak langsung bentuk kepercayaan dan pengakuan Si Jin kepada Mo Yeon. Untuk selanjutnya justru Mo Yeon yang merasa bersalah, lagi-lagi inilah bagian dari suatu kewajaran. Siapa yang tidak merasa bersalah kl berada dalam posisi Mo Yeon saat itu? Di sisi lain mungkin Mo Yeon lega dan bangga karena operasinya bersama tim dokter yang lain, berjalan sukses. Akan tetapi, di ujung sana ada Si Jin yang sedang terkurung sendirian dalam gudang penyimpanan barang yang lembab dan banyak nyamuk sebagai bagian dari hukuman karena melanggar perintah mengizinkan operasi, siapa yang tidak terusik di hati?? Cinta jika sudah bicara, ohh...
*Antara Myung Joo dan Dae Yeong
Ada Si Jin yang sedang terancam sangsi kemiliteran, ada juga Dae Yeong yang sudah dipastikan akan ‘terusir’ dari Urk, untuk segera kembali ke Korea karena urusan hati. Hati yang bernama Letnan Yoon Myung Joo. Dokter cantik yang sepintas terlihat culas, tapi sebenarnya dia sosok yang cerdas dan penuh percaya diri. Sosok anak perempuan yang mandiri dan kuat dari seorang jenderal. Pantas jika ayahnya bermaksud untuk menjodohkannya dengan seorang laki-laki yang hebat dan sepadan untuknya, yaitu Kapten Yoo Si Jin. Tapi tenyata yang hebat dan sepadan menurut Myung Joo bukanlah Si Jin, yang katanya di depan Dae Yeong justru Si Jin itu terlihat terlalu ‘cantik’, wkwkwkkwkkk... Yupz, pada akhirnya sang jenderal mesti harus menghadapi kenyataan, kl sang putri yang dibanggakannya tersebut ternyata justru memilih berpaling dan cinta mati kepada seorang prajuit berpangkat sersan, bernama Seo Dae Yeong.
Tak menyerah begitu saja kepada kemauan sang putri, berbagai siasat terpaksa diatur untuk berusaha menjauhkan sang putri dari sersan pujaannya. Dan Dae Yeong bisa apa, dia hanya seorang prajurit bawahan yang mau tidak mau harus tunduk kepada perintah atasan, terlebih hanya untuk urusan cinta yang kedengarannya hanya seperti bentuk debu beterbangan bila dibandingkan dengan urusan kedaulatan bangsa dan negara.
Berawal dari sebuah keisengan yang dilancarkan oleh Myung Joo untuk menghindari perjodohan ayahnya dengan sang calon jenderal pilihan, akhirnya Dae Yeong benar-benar menjatuhkan pilihannya kepada Myung Joo. Tapi nasib cinta yang harus dialami Dae Yeong, hhhuufftt... Lepas dari masalah ditinggal menikah duluan oleh pacar yang sebelumnya, kini ketika menjalin cinta dengan Myung Joo, berasa lawan yang harus dihadapi sekokoh dan seangkuh Tembok Besar Cina. Tapi bukan Myung Joo namanya jika dia hanya diam dan berpasrah pada ketidaksetujuan sang ayah. Dae Yeong boleh saja pasrah dengan nasib hubungannya dengan Myung Joo, tapi sepertinya Myung Joo masih tetap berjuang untuk memertahankan hubungannya dengan Dae Young. Bahkan ketika niat menyusul sang kekasih di tempat tugas berbuah kekecewaan, tetap saja cinta yang besar di antara keduanya justru semakin terlihat karena rasa`sakit yang tidak bisa disembunyikan lagi oleh keduanya. Semakin cinta menusuk ke hatimu, akan semakin dalam luka yang digoreskan, hehhe...
*Antara Kencan dan Telepon Panggilan
Sementara sang jenderal sibuk menjodohkan putrinya dengan Si Jin, justru Si Jin sendiri sedang ribet dengan urusan hatinya sendiri. Urusan hati dengan dokter bedah yang paling cantik di Urk atau juga Korea Selatan saat ini, hahahaaa.. Dokter Kang yang untuk selanjutnya justru membawa Si Jin menjadi tamu kehormatan bagi Presiden Mubarak. Karena kenekadan dari Si Jin dan juga kehebatan Mo Yeon, akhirnya sang pemimpin Liga Arab tersebut memberikan apresiasi serta rasa terima kasihnya kepada Si Jin dan Mo Yeon atas upaya untuk menyelamatkannya dari sikon darurat sebelumnya. Apresiasi serta rasa terima kasih yang di antaranya diwujudkan dengan sebuah hadiah berupa kartu akses untuk melakukan apa saja di wilayah negara-negara Arab bagi Si Jin dan Mo Yeon. Hiyaaaaa... Kl Mo Yeon sudah membayangkan untuk melakukan hal-hal yang idealis berkenaan dengan privilige tersebut, lain lagi dengan yang dilakukan Si Jin... Lagi-lagi, gentleman satu ini... Sederhana saja, tapi romantis banget!!! Dua jam waktu ekstra, kartu tersebut dipakai Si Jin untuk menyewa mobil keprisidenan dan mengajak Mo Yeon jalan-jalan serta berkencan. Yihaaaaaa... Pokoknya quality time sekaleee!!!
Sekiranya kencan siang itu akan berjalan lancar, tapi yang namanya berhadapan dengan seorang prajurit pilihan, bersiaplah dengan panggilan tugas sewaktu-waktu. Dan memang siang itu ketika berdua sedang saling memuji dan merayu (ceileeee..., yang katanya Si Jin, senyumnya Mo Yeon makin hari terlihat makin manis, wkwkwkwkwkwkk), bunyi dering smartphone kembali membuyarkan segalanya. Kencan yang kata Mo Yeon harus berakhir lagi di tengah jalan. Tapi kali ini Mo Yeon mencoba untuk menahan diri sekaligus belajar beradaptasi, sembari memohon di hadapan Si Jin, kl boleh sekarang jangan lagi berrahasia di depannya. Si Jin kali ini menurutinya dan membawa Mo Yeon ke dalam sebuah acara penghormatan terakhir untuk rekan prajurit Si Jin yang gugur ketika menunaikan tugas di bawah bendera PBB. Banyak cerita yang pilu dan penuh bahaya, mungkin itulah salah satu alasan Si jin tidak pernah dapat sepenuhnya berbagi dengan Mo Yeon tentang dunianya dan pekerjaannya. Tapi jika cinta dan pengertian sudah mulai berpadu, hhmmm...
*Antara Kehormatan, Harga Diri, dan Sebotol Anggur
Cerita tentang ancaman sanksi yang harus diterima oleh Si Jin seperti tinggal tunggu waktunya saja. Dipikir Mo Yeon semua urusan selesai karena faktanya Presiden Mubarak sukses menjalani operasi dan tak kurang suatu apa, tapi dalam dunia kemiliteran melanggar tugas beda urusan dengan sisi kemanusiaan. Intinya untuk setiap pelanggaran perintah atasan, prajurit harus bersiap dan menerima segala konsekuensinya. Demikian halnya dengan Si Jin. Sanksi pemotongan gaji selama tiga bulan juga pembatalan promosi kenaikan pangkat dan jabatan, diterima Si Jin dengan lapang dada dan sikap ksatria. Ksatria yang tahu pasti bagaimana dia menempatkan kehormatan dan harga dirinya sebagai seorang prajurit. Bukan seperti halnya pecundang dan pengecut yang hanya bisa melarikan diri dari tanggung jawab dan tidak mampu membuat keputusan yang bijak. Toh di balik sangsi yang sudah dijatuhkan, masih tersimpan kepuasan batin bahwa di balik pelanggaran aturannya dia berhasil menyelamatkan salah satu nyawa pemimpin dunia.
Berbeda sudut pandang dalam hal pertanggungjawaban ini juga yang membuat seorang dokter sekelas Mo Yeon tidak terima jika Si Jin menjadi satu-satunya yang dipersalahkan dan menerima sanksi yang tidak bisa dikatakan enteng. Mo Yeon berkeras di hadapan atasan Si Jin bahwa tidak adil jika Si Jin yang dipersalahkan. Mo Yeon yang malang... Tak seorangpun yang menyangsikan pembelaannya kepada Si Jin saat itu, tapi bagi Si Jin bisa jadi ini sebuah hal yang akan mengurangi reputasi kehormatan dan harga dirinya.
Tanpa bermaksud untuk sekali lagi menyudutkan Mo Yeon, tapi memang bagi Si Jin apa yang dilakukan oleh Mo Yeon di depan atasannya tersebut tidak semestinya dilakukan dengan sebegitu frontalnya. Selain memang tidak akan mengubah keadaan, apa yang dilakukan oleh Mo Yeon justru malah seolah-olah mencederai citra ksatria Si Jin. Gampangnya, berani berbuat, berani juga bertanggung jawab!!! Itu saja... Apalagi dalam dunia militer yang anti ‘abu-abu’. Faktanya memang Si Jin melanggar aturan dan harus mendapatkan hukuman.
Untuk kelanjutannya, Mo Yeon harus seperti apa dan bagaimana di hadapan Si Jin, saya yakin cinta akan membantu segalanya menjadi lebih mudah dan saling memahami satu sama lain. Di balik segala kesalahpahaman dan kemarahan, ada cinta yang tetap terpancar. Ada kehadiran yang sesungguhnya akan selalu dirindukan daripada sendiri di antara problematika yang sedang dihadapi. Toh sebotol anggur yang diberikan Si Jin kepada Mo Yeon ketika mereka berdua secara tidak sengaja berjumpa lagi di dapur, berhasil menghangatkan kembali suasana. Ada cerita dan candaan lagi di antar mereka. Terlebih untuk Si Jin... Melihat Mo Yeon dengan cueknya menenggak anggur langsung dari botolnya, alih-alih menunggu gelas dari uluran tangannya, terasa begitu ‘seksi’ dan ‘berbeda’. Hehhe... Dokter Kang Mo Yeon... Tanpa sadar, dia semakin membuat laki-laki yang sedang di hadapannya itu jatuh hati, dengan ulah cueknya yang seolah-olah malah menggoda... Menggoda yang elegan, hahahahh... Lalu sambaran ciuman ituuuuuuu... Semoga akan semakin berpadu nanti-nantinya. See you...
*Quote of the day: Si Jin: “Prajurit selalu hidup dengan kain kafan. Jika kau gugur di sebuah tanah antah-berantah demi kepentingan bangsa dan negaramu, tanah tempat kau gugur akan menjadi kuburanmu dan seragammu akan menjadi kain kafanmu. Itulah prinsip yang harus kau pegang di manapun kau berada dengan seragammu itu. Jika kamu telah menjadikan itu sebagai prinsipmu, jadilah terhormat setiap saat. Tidak ada alasan untuk jatuh dan menjadi rendah.