\

Kamis, 30 Juni 2016

Posted by Unknown on 17.14.00 No comments
#AniesWidiyarti_PertemuanKembaliDenganYangTercinta_CnH2_8 Hhmmm... Ada kisah tentang Bunga Erguvan dan Anggur Kroasia sebagai pemecah kebuntuan setelah 20 tahun tak saling bertemu dan menyapa. Tak apalah jika di balik sebuah pertemuan indah itu sebenarnya ada aroma konspirasi, nikmati saja dulu sajiannya. Tak mengecewakan bukan??! Setelah selama ini terbiasa hanya melihat Dilara dalam kondisi putus asa mengejawantahkan antara cinta, kasih sayang, dan harga diri, kini dengan dibantu seorang Harun Erguvan, bahkan kita disuguhi sorot mata Dilara yang lain dari yang biasanya. Masih tampak tegang dan kaku, tapi jelas di balik ketegangan dan kekauan tersebut, ada makna di masa lalu yang sungguh berarti untuk Dilara dan juga Harun. Ahh, saking terpananya saya, sampai lupa beberapa baris kalimat-kalimat romantis yang dilontarkan oleh Harun untuk mengenang masa-masa indahnya dulu bersama Dilara. “Berapa lama kita tidak bertemu, Harun?” “20 tahun atau tepatnya setelah 20 kali bunga Erguvan mekar dan bersemi...” Bla..bla..bla...  Duh, Harun... Romantisnya ternyata sebelas-dua belas dengan saingan beratnya, wkwkwkwkkk... Hanya bedanya, keromantisan Harun terbungkus rapi di balik dingin dan liciknya sorot mata, sedangkan Cihan... Kl yang satu ini berasa romantisnya terpancar sedemikian rupa dari tutur kata dan tindak-tanduknya sehari-hari... Mo pilih mana, Paramparca Fan? Wkwkwkwkwkkk...


Harun Erguvan... Ternyata di balik nama belakang itu mengandung unsur keindahan yang bernuansa ungu dan cantik. Yupz, Erguvan Flower atau Judas Tree... Bunga berwarna dominan ungu ini sepintas mirip anggrek atau juga Bunga Sakura di Jepang... Cantik dan hanya mekar satu kali dalam setahun... Semestinya memang Harun mempunyai keindahannya sendiri, jika tidak ada dendam masa lalu yang menyelimuti. Sukaaa dengan mata Harun yang tiba-tiba bersorot redup dan  penuh cinta ketika sedang menatap Dilara. Perbincangannya dengan Dilara pun untuk pertama kalinya setelah 20 tahun tak bertemu, untuk sementara ini berjalan lancar. Perbincangan dengan latar pemandangan dari tingkat atas sebuah gedung yang sangat tinggi..indah nian pemandangan yang tampak di luar. Berasa Burj Dubai dipindah ke Istanbul, wkwkwkwkkk... Saking lihai dengan keindahannya, bahkan Harun sudah berhasil mendapatkan nomor telepon Dilara saat itu juga. Makin indah bukan permainan yang akan dimainkan?! Wkwkwkwkkk... Yuk mariii... Lets start the game, beibeh...!!!


Akan tetapi untuk Rahmi yang tetap nekad bermain-main dan mempermainkan Cihan, selalu ada cerita skak mat di kemudian hari. Yach, si kakek... Pintar sekali dia memutarbalikkan fakta dan bersilat lidah di hadapan Cihan. Maksud hati ingin menaikkan citra Dilara sebagi ibu dan menjatuhkan Gulseren sedemikian hingga, tapi niat busuk itu tetap terbaca oleh anaknya. Berkali-kali dia memperingatkan Cihan akan bahaya Gulseren untuk kehidupannya kelak, berulang kali juga Cihan membalikkan kepada ayahnya tentang fakta-fakta di masa lalu. Dan sekali lagi, Rahmi hampir selalu tak bisa berkata-kata kl Cihan sudah memojokkan ayahnya dengan masa lalu tragis dan menyakitkan. Bukan bermaksud untuk kualat, Kakek... Tapi kau sebagai seorang ayah apalagi kakek, sikap dan kata-katamu terlampau tendensius, berat sebelah, dan tak mengayomi. Seperti kata Cihan, jadilah ayah yang baik bagiku. Hanya itu, Rahmi!!! Kl masih nekad berulah, bayar sendiri tuh nanti utang-utangmu, wkwkwkwkkk...


Seberapa sulitkah untuk menjadi ayah yang baik? Kiranya Oskan sedang dalam pengujiannya. Benarkah seorang ayah yang baik hanya mereka yang mampu mencukupi kebutuhan anaknya secara materi? Lantas benarkah kesempatan Oskan untuk ‘meraih’ Cansu sudah habis seiring uang simpanannya di bank ratusan ribu lira diblokir oleh kantor pajak? Ahh, Oskan... Nasibmu... Ketika dirasa ini saat yang paling tepat kl kau tidak ingin kalah saing dengan Cihan Gurpinar, malah halangannnya ada saja... Tapi ini mungkin juga sebagai teguran dan ujian dari Yang Kuasa... Bukannya bermaksud berprasangka buruk, masak kau akan memberi makan dan kemewahan Cansu dengan uang hasil kompensasi rumah sakit atas tertukarnya Cansu dan Hazal dulu... Pendek kata, uang itu tidak sepenuhnya barokah, jadi enyahkan pikiran untuk menggunakannya sebagai kesenangan atau lambang kasih sayang. Bahkan mungkin uang yang kau hitung dengan tangisan tadi lebih pantas untuk kau banggakan di depan Cansu... Setidak-tidaknya, jadikan momentum ini untuk berubah, Oskan... Ada dua anak yang menjadi tanggung jawabmu... Tak melulu soal materi, meski itu merupakan bagian yang penting dan tak bisa dielakkan... Tapi berjanjilah kepada dirimu sendiri, bahwa kau harus bisa jadi seorang ayah yang bisa dibanggakan Cansu dan adiknya. Agar kelak kau tidak hanya dipandang sebelah mata oleh Cihan Gurpinar. Dan seandainya kau harus rebutan Cansu dengan Cihan, kau punya posisi tawar yang sama kuat dengan laki-laki kaya dan kharismatik tersebut. Jangan jadikan status anak kandung sebagai satu-satunya jalan untuk melegitimasi Cansu menjadi milikmu sepenuhnya. Apa gunanya ayah kandung jika ia tidak bisa berjuang dan memerjuangkan nasib keluarganya?!!


Dan seharusnya memang Oskan bersyukur, karena anak yang menjadi darah dagingnya adalah Cansu. Cansu yang keras kepala tapi dia bisa bertahan dan enjoy dengan keputusan yang diambilnya. Andai anak Oskan yang sebenarnya itu adalah Hazal... Hadddeh... Bisa-bisa kiamat berkali-kali terjadi antara ayah dan anak. Hazal si drama queen, yang rasa-rasanya belum akan ada kapoknya memerdayai keluarganya sendiri. Good, Dilara!!! Karena sekarang kau berkesempatan ‘membawahi’ Hazal, berilah dia ketegasan. Terserah Hazal akan membandingkanmu lagi dengan Gulseren, tapi bolehlah ketegasanmu itu sekarang kau terapkan untuk anak gadismu yang pandai berbohong tersebut. Toh, Hazal membanding-bandingkanmu dengan Gulseren hanya untuk ‘drama’ saja. Enak saja semua orang harus punya sifat seperti Gulseren untuk memperlakukanmu, Hazal. Drama queen seperti dirimu sekali-kali butuh berhadapan dengan orang yang dua kali keras kepalanya. Usia belum seberapa, tapi otak manipulatifnya bahkan mengalahkan seorang hipokrit kelas kakap. Kaki lumpuh seakan-akan dijadikan bahan perangkap untuk keluarganya agar mau terus untuk memerhatikannya. Padahal lumpuhnya hanya bo’ongan. Bukan bermaksud untuk menyumpahi, kiranya Tuhan Yang Maha Tahu akan memperhitungkannya kelak untuk semua perbuatanmu, Hazal. Seakan-akan memang sudah digariskan, mo kau berakting kakimu sampai patah dan harus diamputasi, tetap Cansu itu yang paling di hati semuanya, hahaha... Kau pikir dengan tidak adanya Cansu di rumah ayah dan ibumu, lau perhatian otomatis akan tercurah semua kepadamu?? Yach, Hazal... Yang namanya sudah di hati, kl hilang justru akan semakin dicari-cari... Wkwkwkwkkk... Bersyukur kau punya ayah Cihan Gurpinar, sementara menurutmu yang lainnya seperti tidak pernah cukup di hadapanmu, Cihan masih menyempatkan bercengkerama, memeluk, dan mengecup keningmu, dengan rasa sayang yang tak disangsikan lagi.


Lalu apa kabar Cansu dengan pilihannya untuk sementara ini?? Hidup seadanya bersama dengan Keriman dan kebawelannya yang tingkat Istanbul, wkwkwkwkkk... Sekali lagi seperti yang dikatakan Cihan di depan Gulseren, bahwa Cansu itu keras kepala, tapi dia akan bertahan dengan apa yang sudah dijalaninya. Meskipun di balik itu ada kesan semacam pembuktian bercampur kemarahan, tapi biarlah itu untuk sementara berjalan demikian... Apa sie beratnya menjemur selimut di jendela, hehhe.. Pahit hari ini, manis di kemudian hari, Cansu...


Tak berat juga kan untuk sekadar membuat secangkir kopi dan teh sendiri, Alper? Wkwkwkwkkk... Orang sombong teriak disombongin... Rasakan kau, Alper... Kini ada yang sekelas Harun yang lebih garang dan tak bisa gampang kau permainkan. Masih untung dikasih pekerjaan dan ruangan sendiri... Duh, berharapnya... Itu lhoooh, Soulmaz di rumah sedang mencuci piring sendiri,... Wkwkwkwkwkkk... Sosialita cuci piring nie yeee... Lha koq tidak beda jauh dengan saiya, hahahaaa... Have a nice Thursday... Salam hangat.

 

0 comments:

Posting Komentar