Khusus untuk Dilara... Perempuan cantik super stylish ini berasa seperti harus berulang kali terusir dari rumahnya sendiri karena harga dirinya yang tidak mengizinkan untuk Gulseren berdiam di rumah megahnya. Hahha... Bagi Dilara, dia wajib merasa sewot dan kesal ketika perempuan saingannya makin berani menunjukkan eksistensinya di dekat sang suami. Hhmmm... Wajar siee ya, toh memang dia sebetulnya yang paling berkepentingan, hehhe.. Terlebih ketika Cihan berkali-kali ternyata lebih memilih untuk memertahankan Gulseren daripada sekadar mendengarkan dan memihak istrinya sendiri, berasa bukan lagi hanya terusik dan terusir kali ya, akan tetapi sudah seperti terinjak-injak harga diri.
Akan tetapi jangan buru-buru juga untuk mengatakan kl semua konflik ini berpangkal dari kecemburuan atas nama cinta atau juga rebutan laki-laki, wweew... Dilara yang di mata Cihan tak pernah peduli tentang cinta dan hanya harga diri serta kehormatan yang selalu jadi atensi utamanya, menjadi terlihat begitu emosional dan egois hanya karena dia tidak mau kehilangan harga diri atau juga ‘kalah’ dari seorang perempuan sederhana (baca: miskin) seperti halnya Gulseren. Mati-matian Dilara memertahankan Cihan sebagai suaminya, mencegah Gulseren untuk berdekatan dengan Cihan, semata-mata karena Dilara memang tidak ingin keluarganya menjadi bahan pergunjingan negatif di khalayak, alih-alih memertahankan Cihan karena benar-benar mencintai suaminya tersebut. Pun dengan anak-anaknya... Dilara lagi-lagi hanya sibuk untuk membentuk citra putra-putrinya, mendidiknya dengan cara-cara yang ambisius, tapi alpa mengajarkan dan menanamkan kasih sayang kepada Ozan, Cansu, dan juga Hazal.
Namun darah tetap lebih kental daripada air, tumbuh sebagai anak yang dibesarkan dengan segala fasilitas yang memadai, tidak membuat Cansu culas atau sombong. Cansu adalah Cansu yang sedikit-banyak mewarisi sifat Gulseren yang manis dan sensitif. Cansu yang selalu berusaha sabar dengan kemarahan-kemarahan Hazal, sang anak asli dari Dilara dan Cihan Gurpinar, Cansu yang tulus ingin berbagi dengan Hazal, tapi sayang Hazal terlalu ‘mabuk’ dengan status OKBnya. Cansu dengan sifat sensitifnya bahkan mampu untuk menenangkan Gulseren yang gemetaran karena membayangkan andaikata Hazal tidak berhasil diselamatkan dari ganasnya gelombang laut. Bahkan putri Gulseren dan Oscan Gulpinar ini mampu menunjukkan kedewasaannya ketika menilai hubungan antara Cihan, Gulseren, dan juga Dilara. Cansu hanya peduli hubungannya dengan Gulseren dan bukan dalam usaha untuk mendekatkan Cihan dengan ibu kandungnya, serta menjauhkan Cihan dari Dilara. Tak bisakah Dilara mencoba untuk mengurai konflik yang menimpa keluarganya dengan cara-cara yang bijak?
Toh Gulseren juga bukan tipe perempuan genit yang semata-mata semakin bertingkah dan memikirkan dirinya sendiri untuk bagaimana bisa secepatnya menikah dengan Cihan Gurpinar. Kehadiran Gulseren di rumah Dilara dan Cihan hanya untuk kepentingan Hazal. Hazal yang selama ini lebih banyak menyakitinya karena ‘penyakit’ tak kuat miskin, tak jua membuat Gulseren mengurangi kasih sayangnya sebagai ibu kepada anak, meskipun pada akhirnya diketahui bahwa Hazal memang bukan anak biologisnya bersama Oskan. Ketulusan dan kesabarannya menghadapi Hazal bahkan seringkali membuat Cansu merasa cemburu dan terabaikan. Padahal bukan maksud Gulseren untuk pilih kasih, hanya saja Cansu yang merasa bahwa dia adalah anak kandung Gulseren, harusnya dia lebih pantas diperlakukan seperti itu. Sabar, Cansu sayang...
Hazal yang culas dan egois tak ketulungan... Berasa pantas kl akhirnya dia yang jadinya anak Dilara, hehhe... Pokoknya maunya dia yang mengusai semuanya. Kl boleh berpendapat, Hazal yang hobi merendahkan Gulseren ini sebenarnya tetap lebih nyaman di dekat Gulseren daripada Dilara sang ibu kandung. Dilara hanya dijadikan Hazal sebagai alat untuk menaikkan status sosialnya. Lihatlah ketika dia mencegah Gulseren pergi sementara ada Dilara di dekatnya... Dilara oh Dilara... Ada lubang bernama “KASIH SAYANG” yang selama ini kau biarkan menganga dan tak terawat baik sebagai upaya untuk membuat keluargamu merasa nyaman. Kau hanya sibuk dengan urusan yayasan, arisan para sosialita, dan juga kekayaan yang seperti tak ada habisnya. Baiklah kau memang tidak jahat atau juga keterlaluan kepada Ozan, Cansu, dan Hazal, tapi tetap yang tidak jahat itu belum bisa menjawab plus memenuhi apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anakmu.
Hingga akhirnya kau seperti dikerjai terus-menerus oleh adik tirimu, Alper... Boleh jadi karena cerita dominasi itu sudah terlalu memuakkan bagi sekitarmu. Berasa kekayaan itu jadinya malah seperti kutukan kan??! Bahkan ketika kekayaan dan harga diri sudah terlampau menguasai, yang namanya suami, anak-anak, atau juga saudara layaknya hanya tempelan tak penting saja. Berasa kl ada uang seperti semuanya bisa dibeli dan diatur semaunya sendiri dan mulai mematikan hati pada akhirnya. Berharap Dilara tidak semakin sibuk dengan prasangka-prasangkanya sendiri, tanpa mau berusaha mengerti bagaimana sebenarnya semua konflik bisa terjadi. Salam hangat.
Categories: Cansu Hazal 2, Review
0 comments:
Posting Komentar