#AniesWidiyarti_EdisiRemahanYangTercecerAntaraNurDanDia_85 Holaaa, AVers... Edisi ‘Kamis Sesak’, remahan hadir kembali untuk menyapa semuanya... Masih masuk tengah pekan, tetap semangattt ya... Semoga apa yang direncanakan dan dikerjakan dalam minggu ini berjalan lancar. Sembari terus beraktivitas, saya sisipkan sekadar cerita flashback untuk sejenak melepas lelah di antara padatnya jadwal seharian ini. Kali ini flashbacknya akan menuju episode tujuh dari serial drama Turki Asla Vazgecmem (Antara Nur Dan Dia). Mengambil sebuah kisah yang masih ada hubungannya dengan ‘Cemal Effect’. Bukan tentang Yigit dan Nur, tapi gilirannya Cahit Kozan yang akan kita bahas lagi untuk kesekian kalinya di remahan ini, via scene-scene yang saya cuplikkan di episode tujuh. Cahit yang sedang terpojok karena ulah licik yang dilakukan oleh Nazan kepada istri adiknya dan Cahit yang sedang terjebak dengan dua perempuan. Berawal dari rasa jenuh sekaligus kecewa dengan segala tingkah laku serta tindak-tanduk istrinya, kakak dari Yigit Kozan ini akhirnya justru masuk dalam perangkap Elmas. Entah awalnya hanya sekadar untuk pelarian having fun, tapi justru kelanjutannya hampir sama dengan yang sebelumnya, Cahit mengulang kisah harus berurusan dengan perempuan yang kurang lebih setali tiga uang dengan istri yang ada di rumah. Hhhheeeiisstt... Lagi-lagi, layaknya kutukan untuk laki-laki berdarah Kozan, kl sudah urusannya dengan perempuan berasa skandalnya tak kalah panas dengan Bill Clinton dan Monica Lewinsky, wkwkwkwkkkk... Yuk mari, kita mulai saja cerita tentang betapa makin sesaknya Cahit di antara dua perempuan mata duitan, yang tak lagi malu-malu dengan belangnya.
Seandainya Yigit ketika itu lebih tegas dan keras menyikapi, harusnya cukup Nazan atau justru Ny Aytul lah yang seharusnya disuruh pergi dari rumah perkebunan Kozan, seperti halnya Yigit mengusir Tayyar kala itu karena ketahuan menjadi kaki-tangan bagi Ny Aytul dan Nazan untuk menghadirkan Cemal sebagai teror buat Nur. Beruntung bagi Ny Aytul karena Yigit dengan akal sehatnya masih bisa berpikir tak mungkin dia berlaku kurang ajar dengan nenek dari anaknya, meski Ny Aytul juga bukan orang yang pantas untuk dikasih hati. Toh dalang tetaplah dalang, hukum yang berlaku biasanya sang dalang lebih berat daripada sang kaki tangan. Tapi ya sudahlah, karena ini bukan pengadilan, ya yang berlaku lagi-lagi perikemanusiaan konyol jilid kesekian, wwweew...
Beruntung bagi Ny Aytul, buntung justru untuk Cahit. Cahit yang sebenarnya sudah mengetahui tentang rencana persekongkolan jahat antara istrinya, Ny Aytul, dan juga Tayyar kepada Nur, tak kuasa untuk mengatakan apapun sampai akhirnya Yigit kemudian menyadari kl sang kakak ternyata sudah paham dengan sgala rencana jahat yang terjadi. Bermaksud ingin menengahi sekaligus menyelamatkan muka sang istri di hadapan Yigit yang kala itu sudang kepalang marah besar, justru Cahit terbongkar kedoknya sendiri dan tak bisa menghindar dari segala tuduhan sang adik. Seandainya Cahit juga bisa berpikir lebih panjang, seharusnya ketika dia sudah mencium kejahatan yang akan terjadi, segera saja dia mengkonfirmasikan ke Yigit agar bisa dicegah dan tidak sampai hampir membuat istri adiknya tewas dalam sebuah peristiwa kebakaran. Seandainya dan seandainya... Seandainya yang memang takkan pernah bisa terrealisasi karena kenyataan yang terjadi selanjutnya, layaknya nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi, sekarang gilirannya untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan.
Dan Cahit memang tak bisa menghindar dari segala yang dituduhkan Yigit ketika itu. Terlebih bagi Cahit sendiri, tak usah Yigit memperjelas sangkaannya, sang kakak sepertinya juga sudah merasa bersalah karena membiarkan sang adik hampir kehilangan nyawa istrinya. Harapan Nazan untuk Cahit bisa merayu Yigit agar tidak terusir dari rumah perkebunan Kozan, musnah sudah. Karena malam itu, ternyata Yigit mengusir Cahit dan juga Nazan dari rumah. Seperti tak ada lagi garis darah yang memberatkan, justru Yigit tega melakukan itu kepada Cahit karena saking kecewanya dia terhadap sang kakak yang dianggapnya masih bisa ada di pihaknya. Tapi kenyataannya?? Hhmmm... Yigit... Andai boleh memilih, lebih baik kau menyuruh Ny Aytul saja untuk pergi selamanya dari rumahmu. Tak usah pakai ‘embel-embel pemberat’ dia adalah nenek dari Mert. Nenek macam apa yang di usia tuanya masih ‘kegirangan’ untuk berbuat licik dan jahat dengan yang lainnya, wwweew... Tapi ya sudahlah, lagi-lagi yang memanjangkan cerita adalah yang serba kebangetan dan kelewatan tadi... Siapa lagi di sini yang kebangetan dan kelewatannya ampun-ampunan selain Ny Aytul??! Iclal?? Hadddeh, anak manja ituuu... Wkwkwkwkkwkkk...
Lalu Nazan?? Hahha... Senyinyir apapun si keriting bahenol tersebut, dia tetaplah jongos dan cecunguk di mata Ny Aytul. Jongos sekaligus sekutu yang tak berhenti untuk saling menelikung. Nazan yang tak mau malu dan tercoreng muka sendirian di hadapan sang adik ipar, memaksa Ny Aytul untuk terus mengusahakan agar dia dan Cahit bisa segera kembali di rumah perkebunan Kozan. Dalangnya siapa, yang terusir siapa.... Bagi Nazan sang suruhan, berharap Ny Aytul juga harus bertanggung jawab dengan sikon dia dan Cahit. Bahkan mungkin bagi Nazan sendiri, lebih baik dia terus mendesak dan berkoordinasi dengan Ny Aytul dalam usaha untuk bisa kembali ke rumah megah, daripada mengharapkan suaminya, yang sepertinya terima dengan lapang dada usiran Yigit dari rumah. Cahit yang tertekan, merasa makin bersalah dan tak enak hati dengan sikon yang kala itu terjadi. Yigit yang pemarah serta Yigit yang sukar untuk memaafkan, Cahit sudah lebih dari hapal dengan watak dan karakter sang adik. Justru karena sudah begitu hapal tadi, mungkin pada akhirnya bagi Cahit sampai muncul keputusan untuk mengundurkan diri dari Kozan Otomotive. Sang kakak yang selama ini terlihat tenang dan nrimo karena terkondisikan justru sang adik yang lebih dominan segalanya dan sang kakak yang cenderung mengalah dan menjadi pendengar yang baik untuk sang adik karena sama-sama saling memahami, kl masing-masing sudah ada bagiannya sendiri-sendiri. Kini saatnya sang kakak mengambil salah satu keputusan berani sebagai penebus atas kesalahan yang sebenarnya tak ikut ia campur tangani. Cahit memilih untuk undur diri dari perusahaan yang ia pimpin bersama sang adik selama ini.
Yigit yang kala itu masih menyisakan kemarahan, menerima surat pengundurann diri dari Cahit dengan wajah yang gamang, bingung, tapi juga langsung paham kenapa sampai kemudian Cahit mengambil keputusan nekad tersebut. Tak banyak cakap ketika Yigit menerima surat itu selain kata, “Baiklah”. Setelahnya, hanya Yigit yang tahu bagaimana sebenarnya perasaannya saat itu. Yang terjadi, terjadilah. Toh tidak akan ada asap, jika tak ada api yang mengompori, xixixiii... Baru yang selanjutnya berikut, justru jadi ‘kompor’ yang luar biasa panas dan menyakitkan hati. Hahha... Elmas. Boro-boro memikirkan perasaan sang laki-laki selingkuhan, lari-berlari mengejar Cahit yang ketika itu serasa lunglai seusai menyerahkan surat pengunduran diri, sama sekali bukan bermaksud untuk menenangkan hati, melainkan mengingatkan akan tagihan-tagihan kredit dan sebagainya yang harusnya tetap jadi prioritas Cahit. Wkwkwkwkwkwkkk... Cahit..Cahit, betapa malangnya nasibmu... Bahkan selingkuhanmu sekarang lebih mengkhawatirkan tentang tagihan-tagihanmu seandainya kau jadi berhenti dari Kozan Otomotive. Owwwallah, Elmas..Elmas... Mana kenal kau cinta sejati, tahumu hanya uang, uang, dan uang. Menjual semata-mata gairah hanya untuk kecipratan uang yang berlimpah dari darah Kozan.
Tak cukup hanya Elmas yang mengejutkan, karena Cahit rupanya harus menerima kenyataan yang mengejutkan lainnya dalam seharian itu. Bukan lagi kasus kekerasan dalam rumah tangga seperti biasanya yang dilakukan suami kepada istrinya, Cahit siang itu di hotel tempatnya menginap untuk sementara bersama Nazan, malah hampir jadi korban kekerasan istrinya, wkwkwkwkwkkk.., hhhuuufftt... Nazan yang sedang sekuat hati melobi Ny Aytul untuk segera memulangkan dia ke rumah perkebunan Kozan, seperti berbalik ditampar ketika Cahit mengabarkan justru dia akan mengundurkan diri dari Kozan Otomotive. Tak perlu lagi malu-malu dan basa-basi, Nazan bahkan terlihat lebih ganas dari Elmas ketika memaki-maki Cahit. Tak cukup hanya omelan, bentakan, dan juga sumpah-serapah, bahkan karena saking terbawa kekalutan emosi, Nazan menyerang Cahit yang kala itu hanya bisa terduduk lesu dan membisu di tengah rentetan kemarahan istrinya. Sampai akhirnya dirasa keterlaluan, ketika kuku tangan Nazan melukai leher samping Cahit, laki-laki itu baru berreaksi dengan berusaha menangkis pukulan dan dorongan dari Nazan. Lagi-lagi kl urusannya uang, kekuasaan, dan keglamoran, segala malu seperti hancur-lebur tertutup gairah dan serakah yang tak ada habisnya. Cahit yang menikahi Nazan berdasarkan perasaan saling cinta, ternyata perempuan yang dinikahinya lama-lama hanya tergiur dengan uang dan gaya hidup kelas atas.
Tak ada bagi Cahit kisah, ketika istri tua matre dan galak luar biasa lanjut ke perempuan simpanan yang baik hati dan tidak mata duitan. Sungguh Cahit tidak beruntung untuk kedua-duanya, hahahaaa... Yang awalnya hanya sekadar permainan iseng-iseng lanjut ada sekadar uang jajan untuk pembayar lelah, malah Elmas sepertinya keterusan untuk memeras Cahit. Sementara Nazan, sepertinya dia tidak akan berubah dan akan terus menjadi duri dalam daging bagi suaminya sendiri. Menikah dengan cinta pun bukan jaminan di perjalanan akan mulus-mulus saja. Cahit dan Nazan juga Yigit dan Nur. Seperti sebuah lakon drama, dua-duanya pun disibukkan dengan kisah ‘sampingan’ yang penuh intrik. Hanya bedanya, Yigit memiliki Nur yang memang jelita dan penuh kasih dan Cahit hanya punya Nazan yang nyinyir dan tak tahu terima kasih. Yigit harus menghadapi Iclal yang stengah mati ingin ditinggalkan, sementara Cahit terperangkap dengan Elmas yang ternyata busuknya tak kalah busuk dari istri yang tak henti mengecewakannya.
Akan tetapi, tetap saja Cahit yang paling menemui kemalangannya, terhimpit dan sesak di antara dua perempuan yang jauh dari harapannya. Cinta bagi perempuan tipe-tipe Nazan dan Elmas, tak lebih hanya seperti dongeng naif yang muluk-muluk, wkwkkwkwkkk... Cinta bagi perempuan-perempuannya Cahit itu tak bisa untuk membeli uang, perhiasan, atau bahkan untuk datang ke salon merawat rambut dan memanjakan badan. Cinta yang hanya cinta hanya Nur dan Yigit mungkin yang dapat memaknainya. Seringkali sakit dan bahkan terabaikan haknya, sepertinya hanya Nur saja yang cukup dengan cinta dan perhatian dari sumainya. Hahahaaa... Tak ada yang tahu ke depan akan seperti apa dan terjadi apa, berharap Cahit pun bisa mendapatkan yang terbaik untuk kehidupannya. Cahit laki-laki yang baik dan dia tidak pantas untuk sekadar perempuan yang hanya matre dan tak tahu diri. Ketemu lagi Senin minggu depan ya, AVers... Have a great Wednesday. Salam hangat.
Seandainya Yigit ketika itu lebih tegas dan keras menyikapi, harusnya cukup Nazan atau justru Ny Aytul lah yang seharusnya disuruh pergi dari rumah perkebunan Kozan, seperti halnya Yigit mengusir Tayyar kala itu karena ketahuan menjadi kaki-tangan bagi Ny Aytul dan Nazan untuk menghadirkan Cemal sebagai teror buat Nur. Beruntung bagi Ny Aytul karena Yigit dengan akal sehatnya masih bisa berpikir tak mungkin dia berlaku kurang ajar dengan nenek dari anaknya, meski Ny Aytul juga bukan orang yang pantas untuk dikasih hati. Toh dalang tetaplah dalang, hukum yang berlaku biasanya sang dalang lebih berat daripada sang kaki tangan. Tapi ya sudahlah, karena ini bukan pengadilan, ya yang berlaku lagi-lagi perikemanusiaan konyol jilid kesekian, wwweew...
Beruntung bagi Ny Aytul, buntung justru untuk Cahit. Cahit yang sebenarnya sudah mengetahui tentang rencana persekongkolan jahat antara istrinya, Ny Aytul, dan juga Tayyar kepada Nur, tak kuasa untuk mengatakan apapun sampai akhirnya Yigit kemudian menyadari kl sang kakak ternyata sudah paham dengan sgala rencana jahat yang terjadi. Bermaksud ingin menengahi sekaligus menyelamatkan muka sang istri di hadapan Yigit yang kala itu sudang kepalang marah besar, justru Cahit terbongkar kedoknya sendiri dan tak bisa menghindar dari segala tuduhan sang adik. Seandainya Cahit juga bisa berpikir lebih panjang, seharusnya ketika dia sudah mencium kejahatan yang akan terjadi, segera saja dia mengkonfirmasikan ke Yigit agar bisa dicegah dan tidak sampai hampir membuat istri adiknya tewas dalam sebuah peristiwa kebakaran. Seandainya dan seandainya... Seandainya yang memang takkan pernah bisa terrealisasi karena kenyataan yang terjadi selanjutnya, layaknya nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terjadi, sekarang gilirannya untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan.
Dan Cahit memang tak bisa menghindar dari segala yang dituduhkan Yigit ketika itu. Terlebih bagi Cahit sendiri, tak usah Yigit memperjelas sangkaannya, sang kakak sepertinya juga sudah merasa bersalah karena membiarkan sang adik hampir kehilangan nyawa istrinya. Harapan Nazan untuk Cahit bisa merayu Yigit agar tidak terusir dari rumah perkebunan Kozan, musnah sudah. Karena malam itu, ternyata Yigit mengusir Cahit dan juga Nazan dari rumah. Seperti tak ada lagi garis darah yang memberatkan, justru Yigit tega melakukan itu kepada Cahit karena saking kecewanya dia terhadap sang kakak yang dianggapnya masih bisa ada di pihaknya. Tapi kenyataannya?? Hhmmm... Yigit... Andai boleh memilih, lebih baik kau menyuruh Ny Aytul saja untuk pergi selamanya dari rumahmu. Tak usah pakai ‘embel-embel pemberat’ dia adalah nenek dari Mert. Nenek macam apa yang di usia tuanya masih ‘kegirangan’ untuk berbuat licik dan jahat dengan yang lainnya, wwweew... Tapi ya sudahlah, lagi-lagi yang memanjangkan cerita adalah yang serba kebangetan dan kelewatan tadi... Siapa lagi di sini yang kebangetan dan kelewatannya ampun-ampunan selain Ny Aytul??! Iclal?? Hadddeh, anak manja ituuu... Wkwkwkwkkwkkk...
Lalu Nazan?? Hahha... Senyinyir apapun si keriting bahenol tersebut, dia tetaplah jongos dan cecunguk di mata Ny Aytul. Jongos sekaligus sekutu yang tak berhenti untuk saling menelikung. Nazan yang tak mau malu dan tercoreng muka sendirian di hadapan sang adik ipar, memaksa Ny Aytul untuk terus mengusahakan agar dia dan Cahit bisa segera kembali di rumah perkebunan Kozan. Dalangnya siapa, yang terusir siapa.... Bagi Nazan sang suruhan, berharap Ny Aytul juga harus bertanggung jawab dengan sikon dia dan Cahit. Bahkan mungkin bagi Nazan sendiri, lebih baik dia terus mendesak dan berkoordinasi dengan Ny Aytul dalam usaha untuk bisa kembali ke rumah megah, daripada mengharapkan suaminya, yang sepertinya terima dengan lapang dada usiran Yigit dari rumah. Cahit yang tertekan, merasa makin bersalah dan tak enak hati dengan sikon yang kala itu terjadi. Yigit yang pemarah serta Yigit yang sukar untuk memaafkan, Cahit sudah lebih dari hapal dengan watak dan karakter sang adik. Justru karena sudah begitu hapal tadi, mungkin pada akhirnya bagi Cahit sampai muncul keputusan untuk mengundurkan diri dari Kozan Otomotive. Sang kakak yang selama ini terlihat tenang dan nrimo karena terkondisikan justru sang adik yang lebih dominan segalanya dan sang kakak yang cenderung mengalah dan menjadi pendengar yang baik untuk sang adik karena sama-sama saling memahami, kl masing-masing sudah ada bagiannya sendiri-sendiri. Kini saatnya sang kakak mengambil salah satu keputusan berani sebagai penebus atas kesalahan yang sebenarnya tak ikut ia campur tangani. Cahit memilih untuk undur diri dari perusahaan yang ia pimpin bersama sang adik selama ini.
Yigit yang kala itu masih menyisakan kemarahan, menerima surat pengundurann diri dari Cahit dengan wajah yang gamang, bingung, tapi juga langsung paham kenapa sampai kemudian Cahit mengambil keputusan nekad tersebut. Tak banyak cakap ketika Yigit menerima surat itu selain kata, “Baiklah”. Setelahnya, hanya Yigit yang tahu bagaimana sebenarnya perasaannya saat itu. Yang terjadi, terjadilah. Toh tidak akan ada asap, jika tak ada api yang mengompori, xixixiii... Baru yang selanjutnya berikut, justru jadi ‘kompor’ yang luar biasa panas dan menyakitkan hati. Hahha... Elmas. Boro-boro memikirkan perasaan sang laki-laki selingkuhan, lari-berlari mengejar Cahit yang ketika itu serasa lunglai seusai menyerahkan surat pengunduran diri, sama sekali bukan bermaksud untuk menenangkan hati, melainkan mengingatkan akan tagihan-tagihan kredit dan sebagainya yang harusnya tetap jadi prioritas Cahit. Wkwkwkwkwkwkkk... Cahit..Cahit, betapa malangnya nasibmu... Bahkan selingkuhanmu sekarang lebih mengkhawatirkan tentang tagihan-tagihanmu seandainya kau jadi berhenti dari Kozan Otomotive. Owwwallah, Elmas..Elmas... Mana kenal kau cinta sejati, tahumu hanya uang, uang, dan uang. Menjual semata-mata gairah hanya untuk kecipratan uang yang berlimpah dari darah Kozan.
Tak cukup hanya Elmas yang mengejutkan, karena Cahit rupanya harus menerima kenyataan yang mengejutkan lainnya dalam seharian itu. Bukan lagi kasus kekerasan dalam rumah tangga seperti biasanya yang dilakukan suami kepada istrinya, Cahit siang itu di hotel tempatnya menginap untuk sementara bersama Nazan, malah hampir jadi korban kekerasan istrinya, wkwkwkwkwkkk.., hhhuuufftt... Nazan yang sedang sekuat hati melobi Ny Aytul untuk segera memulangkan dia ke rumah perkebunan Kozan, seperti berbalik ditampar ketika Cahit mengabarkan justru dia akan mengundurkan diri dari Kozan Otomotive. Tak perlu lagi malu-malu dan basa-basi, Nazan bahkan terlihat lebih ganas dari Elmas ketika memaki-maki Cahit. Tak cukup hanya omelan, bentakan, dan juga sumpah-serapah, bahkan karena saking terbawa kekalutan emosi, Nazan menyerang Cahit yang kala itu hanya bisa terduduk lesu dan membisu di tengah rentetan kemarahan istrinya. Sampai akhirnya dirasa keterlaluan, ketika kuku tangan Nazan melukai leher samping Cahit, laki-laki itu baru berreaksi dengan berusaha menangkis pukulan dan dorongan dari Nazan. Lagi-lagi kl urusannya uang, kekuasaan, dan keglamoran, segala malu seperti hancur-lebur tertutup gairah dan serakah yang tak ada habisnya. Cahit yang menikahi Nazan berdasarkan perasaan saling cinta, ternyata perempuan yang dinikahinya lama-lama hanya tergiur dengan uang dan gaya hidup kelas atas.
Tak ada bagi Cahit kisah, ketika istri tua matre dan galak luar biasa lanjut ke perempuan simpanan yang baik hati dan tidak mata duitan. Sungguh Cahit tidak beruntung untuk kedua-duanya, hahahaaa... Yang awalnya hanya sekadar permainan iseng-iseng lanjut ada sekadar uang jajan untuk pembayar lelah, malah Elmas sepertinya keterusan untuk memeras Cahit. Sementara Nazan, sepertinya dia tidak akan berubah dan akan terus menjadi duri dalam daging bagi suaminya sendiri. Menikah dengan cinta pun bukan jaminan di perjalanan akan mulus-mulus saja. Cahit dan Nazan juga Yigit dan Nur. Seperti sebuah lakon drama, dua-duanya pun disibukkan dengan kisah ‘sampingan’ yang penuh intrik. Hanya bedanya, Yigit memiliki Nur yang memang jelita dan penuh kasih dan Cahit hanya punya Nazan yang nyinyir dan tak tahu terima kasih. Yigit harus menghadapi Iclal yang stengah mati ingin ditinggalkan, sementara Cahit terperangkap dengan Elmas yang ternyata busuknya tak kalah busuk dari istri yang tak henti mengecewakannya.
Akan tetapi, tetap saja Cahit yang paling menemui kemalangannya, terhimpit dan sesak di antara dua perempuan yang jauh dari harapannya. Cinta bagi perempuan tipe-tipe Nazan dan Elmas, tak lebih hanya seperti dongeng naif yang muluk-muluk, wkwkkwkwkkk... Cinta bagi perempuan-perempuannya Cahit itu tak bisa untuk membeli uang, perhiasan, atau bahkan untuk datang ke salon merawat rambut dan memanjakan badan. Cinta yang hanya cinta hanya Nur dan Yigit mungkin yang dapat memaknainya. Seringkali sakit dan bahkan terabaikan haknya, sepertinya hanya Nur saja yang cukup dengan cinta dan perhatian dari sumainya. Hahahaaa... Tak ada yang tahu ke depan akan seperti apa dan terjadi apa, berharap Cahit pun bisa mendapatkan yang terbaik untuk kehidupannya. Cahit laki-laki yang baik dan dia tidak pantas untuk sekadar perempuan yang hanya matre dan tak tahu diri. Ketemu lagi Senin minggu depan ya, AVers... Have a great Wednesday. Salam hangat.