\

Kamis, 14 April 2016

Posted by Unknown on 18.40.00 No comments
#AniesWidiyarti_EdisiRemahanYangTercecerAntaraNurDanDia_77 Holaaa, AVers... Ketemu lagi yaaa... Edisi ‘Kamis Ironis’, remah-remah datang menyapa semuanya di tengah pekan ini. Flashback kali ini akan mengulas deretan scene-scene yang ada di episode 15 (lima belas) drama Turki Asla Vazgecmem (Antara Nur Dan Dia). Kl di edisi remahan yang kemarin kita sudah dibawa terbuai dengan ulah ‘konyol-gentleman’nya Yigit Kozan, kali ini saatnya citra positifnya kita jatuhkan lagi, hahahaaa... Yigit Kozan juga manusia, so dia tidak lepas dari acara termehek-mehek dan ngambek yang tak kalah dahsyat dari Nur, istrinya.

Eeeeyyyaa... Jika di awal-awal episode AV/ANDD, karakter Yigit sebagai suami tereksplor hampir sempurna, menggambarkan sosok yang penuh kesabaran dan tanpa lelah untuk meyakinkan hati istrinya yang terluka oleh karena kebohongan dan sikon cinta yang mereka hadapi berdua, maka mulai episode pertengahan sampai menjelang akhir season yang pertama, seolah-olah gantian sang istri yang diuji tingkat kesabaran dan pengertiannya. Persoalan yang dihadapi Nur tidak lagi semata-mata dia harus ikut andil dalam peran ‘sandiwara cinta’ dan ‘peri kemanusiaan bodoh’ yang terpaksa dilakonkan oleh suaminya demi untuk kesehatan dan keselamatan sang mantan istri, tapi juga konflik kepercayaan dan pengakuan yang terpaksa harus ia perjuangkan agar Yigit tidak lagi memandangnya remeh dan sebelah mata sebagai seorang istri. Nur tahu pasti hati suaminya hanya untuk dia dan Mert, tapi menjadi suatu hal yang meragukan dan timbul pertanyaan, jika hati dan cinta dari sang suami yang sepenuhnya sudah dimiliki, tetapi kenapa di kenyataan yang dihadapi sang suami seolah-olah terus-menerus menjaga jarak, mencari-cari kesalahan, dan sulit untuk dipahami. Inilah cinta mati yang terhalang oleh ego dan sikon rapuh di sana-sini.

Yigit dan cintanya kepada sang istri, di satu sisi cinta itu begitu membanggakan, satu sisi lainnya seolah-olah cinta itu justru memenjarakan Nur. Sekilas dilihat dalam pandangan mata, wwwuuih ‘dipenjara cinta’ oleh seorang Yigit Kozan, mauuuuuu dunk!!! Hahahaaa... Ganteng, setia, kaya, perempuan mana yang tidak akan tergoda dengan status suami yang menggiurkan seperti itu... Kasarnya, dia mau memperlakukan kita sewenang-wenang, pasti kita juga bakal iya-iya saja... Hahahaaa... Penyakit perempuan, yang katanya belakangan sedang maniak feminisme neh... Tapi giliran mendengar ada laki-laki ganteng, kaya, dan setia, hampir buyar semua konsep emansipasi dan feminismenya, wkwkwkwkwkkk... Balik lagi deh jadi perempuan pemuja laki-laki yang rela tersublimasi peran dan eksistensinya, hahahaaa... Tapi apakah iya perempuan akan terus nyaman dalam status ‘penjara cinta’ tersebut? Tanyakan kepada Nur saja, lebih baik bersuamikan seorang Yigit Kozan yang kaya raya, tapi menjalani cinta yang seolah-olah terselubung atau menjadi istri seorang Yigit Kozan yang biasa saja, tapi cinta dan perhatiannya tidak kurang dan tidak terhalang oleh berbagai macam konflik... Nur yang dicinta mati oleh seorang Yigit Kozan yang kaya raya pun lama-lama merasakan muak jika dia diperlakukan dengan berat sebelah oleh sang suami. Bukan juga karena sang suami sedang melakukan perselingkuhan dengan perempuan lain atau membagi cinta istrinya dengan perempuan lain, tapi melihat suami digilai oleh mantan istrinya sementara sang suami seperti tidak berdaya untuk mencegahnya, rasanya tetap saja seperti suami sedang menjalani poligami atau melihat affairs suami dengan perempuan idaman lain. Hhhuufftt...


Alasan ‘peri kemanusiaan’ lagi-lagi harus membuat Nur seperti harus serba mengalah dan menahan diri. Padahal dia yang paling berhak dengan Yigit, tapi seolah-olah semua peranan dan eksistensinya sebagai seorang istri Yigit Kozan terpaksa dimatikan demi sang mantan istri yang baru sadar dari koma. Bahkan ketika harusnya ia yang terlihat mesra bersama suami, tetapi justru sikonnya Nur yang seringkali menjadi ‘penonton’ untuk kemesraan suaminya dan mantan istrinya. Andai hati dan cinta bisa diatur dan diset up seperti halnya gelombang radio atau channel tv, ingin sekali rasanya saat itu juga lari dan menghilang dari kehidupan sebagai istri Yigit Kozan. Bayangannya dulu ketika menikahi Yigit Kozan tentu tidak akan sampai seironis sekarang. Bahkan melihat sikon Nur sebagai istri, dia seolah-olah jauh lebih nista dari posisi seorang gundik atau perempuan simpanan dari bos-bos kaya. Bahkan seorang gundik atau perempuan simpanan saja seringkali masih bisa memanipulasi para laki-laki yang menggilai dan memeliharanya, sementara Nur?? Mau memanipulasi atau mendominasi Yigit bagaimana, sementara Iclal di seberang sana seperti tidak berhenti merengek dan berusaha mencumbu-rayu Yigit... Hadddeh, Nur... Penjara cintanya Yigit benar-benar almost perfect for you!!!

Penjara yang hampir mematikan segala-galanya. Tak cukup hanya menjadi ‘penonton’ kemesraan sang suami dengan mantan istrinya, giliran Nur melakukan satu blunder atau kesalahan saja, Yigit menghukum istrinya sampai lebih berlipat-lipat ganda. Seolah-olah sudah merasa menjadi suami yang paling setia dan baik sejagad, ketika sang istri meminta maaf untuk skandal foto baliho yang dilakukan tanpa sepengetahuan dan izin sang suami, Yigit mendadak berubah menjadi seorang suami yang benar-benar tak lagi dikenali oleh istrinya sendiri. Sepenuh hati memohon maaf, panjang-lebar Nur berusaha menjelaskan dan meluruskan kesalahpahaman, mengakui segala kesalahan, menerima segala tuduhan, tak cukup rupanya untuk Yigit memaafkan Nur dan menerimanya seperti sedia kala. Andai kala itu Nur mau berusaha membalikkan segala yang telah dilakukan Yigit kepadanya selama menjadi istrinya, saya penasaran Yigit apakah masih bisa sesombong dan setinggi itu harga dirinya di hadapan Nur... Yigit secara langsung atau tidak langsung memang telah menginjak-injak harga diri istrinya sendiri. Harusnya dia yang merasa malu atas segala tindak-tanduknya selama ini, tapi karena hatinya masih terlampau tertutup tembok ego, jadinya malah dia seperti tidak ada ampun memojokkan sekaligus mempermalukan Nur.


Bahkan ketika Tuhan sampai turun tangan untuk menegur dan memperingatkan akan keangkuhannya, Yigit seolah-olah tetap tidak bisa menurunkan gengsi serta harga dirinya. Semestinya jika ia kala itu dengan pikiran yang tenang dan bijak bisa segera memaafkan Nur, saling introspeksi dan berbagi kesalahan, tidak akan sampai berpanjang-panjang juga kan duka dan deritanya... Bahkan kesempatan untuk beroleh buah cinta dari istri yang dicintainya jadi terlewat begitu saja karena kesombongannya. Sang calon anak seperti sudah mengerti, kl ayahnya belum siap untuk menyambut kehadirannya di dunia, sementara untuk mencintai sang ibu yang seharusnya, ayahnya sendiri belum mampu. Berasa juga sang calon anak menitipkan sebuah pesan lewat kepergiannya yang terlalu cepat dari rahim ibunya, “... Sayangilah ibuku dulu, Ayah... Tak usahlah kau menyesali kepergianku, karena aku di sana sudah pasti akan ada menyayangi...” Tapi lagi-lagi, mampukah hati yang sedang terburu ego dan menang sendiri, menangkap pesan yang dimaksudkan?? Yigit yang seharusnya bisa lambat-laun menurunkan tensi kemarahan dan kekesalan kepada sang istri yang kala itu usai keguguran, malah balik menjadi monster yang semakin menakutkan bagi Nur. Tak cukup hanya merasa kehilangan, Yigit dengan teganya menuduh Nur sengaja tidak mengabarkan kehamilannya karena untuk membalas dendam kepada suaminya. Ya Alloh... Ya begini ini kl temboknya terlalu kokoh dan tebal, bukannya kuat menahan deraan badai, tapi jadinya malah ndhableggg yang gak ketulungan... Yigit..Yigittttt...

Bahkan ketika seharusnya Yigit yang terlihat menenangkan usai Nur keguguran, tapi justru Nur yang akhirnya turun tangan menenangkan suaminya. Bukan sapaan dan tanggapan menyenangkan yang didapat, justru lagi-lagi Nur memperoleh damprat dan protes untuk yang kesekian kalinya. Seperti luka hanya miliknya sendiri, seperti derita hanya punyanya seorang, Yigit bahkan tidak memberikan kesempatan untuk Nur berduka atas kehilangan calon bayi mereka. Tidak usah bicara tentang pelukan atau belaian di rambut dan pipi istri seperti biasanya, bahkan melihat muka Yigit saat itu rasanya pengen menyiram air comberan. Hhhhhhhh... Boro-boro menghibur istrinya dengan mengajak bepergian melepas segala penat dan kesedihan agar segera terlewat, ternyata Yigit malah sibuk pamitan untuk bepergian sendiri ke Jerman. Caranya ngomong itu lhoooh... Ya baiklah kl sang istri belum termaafkan dan tidak ada niatan untuk mengajaknya sekadar menyisihkan waktu berdua di antara perjalanan bisnis, tapi jangan terus  memperlakukan istrimu seolah-olah musuh yang harus dikalahkan dunk, Yigit... Inilah yang akhirnya membuat Nur berasa ikut naik pitam seraya berucap setengah menantang, bahwa ia berjanji akan menjadi seorang Nur yang berbeda, istri yang tak lagi dipandang gampang oleh suami, sepulang Yigit dari Jerman nanti.

Belum lagi cerita di Jerman terlaksana, luka di hati Nur sudah semakin menganga. Kembali dia jadi penonton paling ironis untuk kemesraan Yigit dan Iclal yang kali ini sedang bersiap untuk diliput dan melakukan wawancara dengan sebuah majalah. Setelah semalam harus menerima permusuhan yang sengit dari sang suami, kini paginya kembali Nur ditawarkan dengan sebuah kenyataan pahit lagi. Harusnya hanya Nur yang bisa mendaratkan ciuman mesra di pipi Yigit, harusnya hanya Nur yang bisa menggandeng lengan dan berdampingan dengan suaminya untuk foto cover atau rubrik sebuah majalah, tetapi kenapa malah Iclal yang melakukan semuanya?? Seperti yang sudah-sudah, Yigit kembali menempatkan Nur ke dalam sebuah sikon yang memalukan. Bahkan ketika Nur yang tak putus untuk tertegun dan tak habis pikir ketika melihat suaminya dan Iclal berfoto mesra dari atas balkon, justru dia yang diusir oleh fotografer karena dianggap mengganggu acara pemotretan. Ya Alloh... Lakon apa sebenarnya yang tengah ia mainkan sekarang??! Sabar harus sabar yang seperti apa lagi yang harus Nur peragakan?! Sementara luka karena karena kehilangan bayi masih sangat terasa, belum lagi suami yang tambah memusuhinya, sekarang harus melihat lagi ‘adegan kamuflase’ yang menyayat hati... Kau pun hanya bisa memandang bisu istrimu yang sedang tidak berdaya apa-apa itu kan, Yigit?? Bahkan mungkin dalam pikiran picikmu mengatakan, sekaliyan saja momen itu untuk tambah menghukum dan menyiksa istrimu. Baiklah, kl itu yang sedang kau pikirkan...

Yigit memang benar-benar tidak memperhitungkan kehadiran Firat yang pagi itu juga ada di sebelah Nur, melihat segala ‘momen kamuflase’ yang ada. Nur yang semula juga tak terlalu hirau dengan kehadiran Firat, mau tak mau dia harus mengalihkan pandangan juga kepada sepupu tampan Yigit itu. Firat yang licik dan pandai membaca situasi, tahu bagaimana harus memanfaatkan Nur untuk mempermainkan Yigit sekaligus menjadi jawaban bagi Nur untuk membalaskan sakit hatinya kepada suami. Ahh, Nur... Jangan terburu kau tolak dulu tawaran dari Firat. Abaikan dulu segala pikiran kl Firat ada maksud jahat kepada suamimu, yang penting manfaatkan ide Firat untuk melancarkan ‘balas dendam cantik’ kepada suamimu. Satu-persatu, Nur... Tak usah juga terlalu memusingkan apa yang sebenarnya Firat inginkan dari tawarannya untukmu tersebut. Terpenting, kau bisa membuat suamimu kembali terpusat kepadamu. Hehhe... Boleh jadi yang keluar di pemberitaan terlebih dahulu adalah berita suamimu dan mantan istrinya, tapi beritanya siapa yang akan lebih mengguncang khalayak, Firat tahu benar apa yang harus kau lakukan, Nur... Untuk Yigit, Tuhan tidak akan membiarkanmu melangkah dalam kesalahan yang lebih jauh. Semoga kau segera kembali menjadi suami yang selalu dibanggakan oleh Nur dan ayah yang dikasihi oleh Mert dan anak-anakmu yang lain kelak. Have a sweet Thursday, AVers... Oy, remahan akan hadir kembali Senin pekan depan yaaa. Jum’at, Sabtu, dan Minggu saatnya jeda akhir pekan dulu. Yuhuuuuuu... Salam hangat.

  




Categories:

0 comments:

Posting Komentar