Kembali, edisi remahan hadir untuk meramaikan grup tercinta. Biazaaa, mo mengajak flashback tentang Yigit dan Nur, juga all about of Asla Vazgecmem (Antara Nur Dan Dia) di season yang pertama. Kl kemarin kilas-baliknya ada di episode sebelas, hari ini flashbacknya mo saya tarik kembali menuju ke episode perdana serial drama AV/ANDD. Mo cerita tentang pohon besar yang ada di pekarangan samping rumah perkebunan Kozan, yang seakan-akan selalu membawa kisah dan lakonnya sendiri di antara Yigit, Nur, dan juga Mert. Pohon besar yang di kemunculan perdananya masih tampak nihil dedaunan karena baru menginjak awal musim semi setelah musim dingin menghalau kerimbunannya. Pohon besar yang seperti ikut mengawal cerita tentang arti kasih sayang dan pertaruhan cinta. Pohon besar yang di awal-awal cerita, menjadikan Mert sebagai sang pembuka konflik.
Duh, si kriwil cutie..cutie ini, saking merindukan kehadiran ibunya, bahkan ketika harus menaiki tangga untuk bisa mencapai tingginya pohon besar itu, seperti dilaluinya tanpa rasa takut. Tengah malam yang harusnya tidur nyenyak di kamar, justru malah melarikan diri menuju ke atas pohon karena sedang kebingungan akan sosok ibunya yang katanya masih berada di surga. Dan akhirnya, tengah malam menjadi semakin kacau karena selain menghadapi kegalauan Mert, seluruh penghuni rumah perkebunan Kozan harus mendengarkan kemarahan dan kekalutan Yigit Kozan. Inilah awal mula tertancap di hati bahwa sosok seorang Yigit Kozan alih-alih terlihat sebagai seorang ayah yang sayang dan pengertian kepada anaknya, dia sebenarnya lebih terlihat sebagai seorang ayah yang tertutup, kaku, dan kurang memahami bagaimana seharusnya berkomunikasi dengan anaknya sendiri. Tentang sayang dan perhatiannya kepada Mert itu pasti, tapi ya itu tadi, dia jauh dari sosok seorang ayah yang ideal untuk Mert. Sampai akhirnya Yigit mendapat teriakan dan bentakan dari Nur, mungkin selama ini yang di rumah itu menganggap apa yang dilakukan oleh Yigit Kozan tersebut, itulah cara terbaiknya. Huufftt.. Nur yang terkesan berani dan nekad ketika meneriaki Yigit malam itu, seperti memang sudah tepat momennya untuk meneriakkan hal tersebut kepada Yigit. Tak bisa dibayangkan jika Yigit terus-menerus berlaku kaku dan keras seperti malam itu kepada Mert, bisa-bisa Mert benar-benar akan kehilangan sosok ayah-ibunya. Yigit yang terbiasa tak bisa dibantah dan kalah, tentu merasa harga dirinya jatuh ke titik terendah ketika ada seorang gadis, keponakan asisten rumah tangganya, yang baru saja dikenalnya, membentaknya di tengah-tengah anggota keluarga yang lainnya. Tapi itulah pelajaran, Yigit... Bukan berarti jika kau berteriak-teriak memarahi anakmu, menghukum Mert tidak boleh keluar dari kamar, lanjut menyalahkan si pohon dan kemudian nekad untuk menebangnya, akan selesai semua masalah. Seperti kata Nur malam itu, masalahnya sebenarnya adalah ada di dalam hatimu sendiri. Seorang ayah harusnya tidak menjadi egois lagi. Seorang ayahnya harusnya rela ‘bermuka dua’ demi kebahagiaan anaknya. Tak peduli sikon hati sedang remuk-redam dan begitu membenci ibu dari anaknya, tapi anak adalah keseluruhan jiwa. Dia bukan lagi hanya belahan jiwa. Kasarnya, menjadi orang tua untuk anak-anak seumuran Mert seperti halnya harus rela untuk ‘bodoh sementara waktu’ demi menjaga perasaan, membesarkan hati, dan memelihara harapannya. Toh anak akan terus tumbuh dan berkembang kan, Yigit... Suatu saat dia akan paham dengan sendirinya, mengapa dulu orang tuanya berpisah dan saling membenci. Bahkan kelak mereka akan pandai dan pintar mengambil hikmah dan memaknai, dengan catatan selama yang timpang dan hilang dari kisah kehidupannya tersebut, berhasil diisi dan diarahkan dengan baik. Bukan seperti kau yang malam itu di depan Mert, yang justru terlihat bodoh, lepas kendali, dan buang-buang energi. Biarlah Mert dengan pikiran dan bayangan saat itu. Biarkan dia berpikir kl ibunya memang sedang berada di surga, berbahagia, dan kelak akan kembali kepadanya. Biarkan saja seperti itu dulu. Toh dia di usia yang sangat belia sudah harus menghadapi kenyataan kl ibunya tidak ada untuk memeluk dan menidurkannya setiap hari. Harusnya dunianya masih berisi yang indah-indah, tapi karena satu dan lain hal, salah satu keindahannya masih harus terus dibayangkannya, belum jadi kenyataan. Maka, memang lebih baik pohonnya tidak usah kau tebang, Yigit Kozan. Nur pun tidak bermaksud untuk melawan atau mengejekmu malam itu demi untuk alasan yang dangkal. Pohon yang masih tampak belum berdaun itu ada baiknya kau gunakan untuk mengambil hati anakmu dan kembali memupuk semangat serta harapannya. Dan yuhuuuuuu... Balon-balon warna-warni itu...!!! Berasa jadi pohon balon, Yigit!!! Pohon balon yang seindah senyuman Nur di pagi hari, dari balik kaca, yang sempat kau sapa lewat senyum yang tipis-tipis saja. Anggukan kepalamu kepada Nur pagi itu seakan-akan mengatakan, “Tessekur ederim, Nur”. Jangan ada lagi kemarahan, jangan jadi ayah yang egois dan jauh dari jangakuan anakmu sendiri. Permintaan maafmu kepada Mert, jabat tangan antara ayah dan anak laki-laki kecilnya, kesepakatan untuk lebih terbuka dalam berkomunikasi, dan selalu berasam-sama melalui setiap momen-momennya... Ini lhoooh efek dari bentakanmu ketika malam itu, Nur!!! Yigit sedikit demi sedikit berubah menjadi tampak lebih cair dan ramah di hadapan Mert. Bahkan ketika Mert meminta satu balon untuk dilepaskan atas nama ibu yang sangat dirindukannya, Yigit juga berkenan untuk menurutinya. Ahh, dari awal memang Nur sudah membawa begitu banyak perubahan positif untuk seorang Yigit Kozan. Bahkan Nur mulai mengukir namanya di hati Mert. Kelak di pohon besar ini, bersama Mert juga, Nur akan punya cerita lagi yang lebih dramatis. Tapi itu nanti yaaaa... Hehhe... Happy Sunday, AVers... Salam hangat.
Categories: remahan yang tercecer
0 comments:
Posting Komentar