#AniesWidiyarti_EdisiRemahanYangTercecerAntaraNurDanDia_53 Halo, Kamis... Sua kembali dengan edisi remah-remah, AVers... Semoga belum bosan yaaa dengan bolak-balik flasbacknya... Kalau memang sudah bosan dan tak berkenan lagi, tinggal lewatin saja postingan remah-remahnya, xixixiii...
Asla Vazgeçmem 14.Bölüm |
Untuk yang masih bertahan dan berkenan, yuk langsung
loncat ke episode 14 (empat belas) serial drama Turki Asla Vazgecmem
(Antara Nur Dan Dia), karena kilas-baliknya mo ngomongin yang
miris-miris dan ironis dari pasangan suami-istri Yigit-Nur di episode
tersebut. Setelah kemarin agak adem di episode empat, boleh dunk
lanjutan remah-remahnya kali ini sedikit menaikkan tensi lagi, hehhe...
Biar selalu ada kejutan dan menjaga mood agar senantiasa semangat dan
antusias dengan tontonan drama kesayangan ini. Capek naik-turun tensi
atau mood? Hahha... Seperti halnya alur dalam drama AV/ANDD yang
menyajikan perjalanan cinta berikut pasang-surutnya kehidupan pernikahan
Yigit dan Nur, so flashbacknya juga inginnya tidak mau kalah dengan
alur dalam dramanya, hahahaaa... Bukan bermaksud apa-apa, hanya mencoba
bagaimana supaya cerita dalam remahan ini tidak membosankan, senantiasa
fresh, tapi juga tidak dangkal dalam setiap bahasannya.
Asla Vazgeçmem 14.Bölüm |
Asla Vazgeçmem 14.Bölüm |
Jangan bilang season satu AV/ANDD sudah kadaluarsa untuk dibicarakan lho ya dan hanya sibuk dan penasaran dengan season yang baru. Sebuah karya atau tontonan akan menjadi lebih berharga, apabila kita pintar dan bijak dalam menggali maknanya. Justru ketika kemudian karya dan tontonan itu digali dan dikaji, kita akan semakin banyak menemukan serta mendapatkan ilmu dan pengalaman yang berarti. Sebagaimana ilmu dan pengalaman yang ada, yang bagus boleh kita ambil sebagai teladan, yang jelek segera singkirkan atau jadikan bahan pembelajaran. Hayoooo ngaku... Selama ini lebih antusias ngomongin ganteng dan seksinya Yigit Kozan saja kan daripada sekadar mengkaji bagaimana cara dia menjadi pemimpin dalam keluarganya dan juga perusahaannya, apa dan bagaimana watak Yigit Kozan juga Nur berdampak dengan cara pandang kehidupannya sehari-hari. Hahahaaa... No problem sieee, tapi jangan menyesal jika nanti akhirnya selesai menonton drama AV/ANDD yang tertinggal di hati terkesan ‘dangkal’ dan ‘hambar’, karena yang terkenang hanya gantengnya Yigit atau sensualnya Nur, bukan tentang perjuangan Yigit dan Nur untuk menggapai kebahagiaan mereka, lika-likunya mereka memaknai sebuah perkawinan dan keluarga, dan juga keseluruhan hikmah di balik tontonan drama mengasyikkan ini. Hari ini yang ganteng dan cantik banyak, tiap detik juga ada saja muncul yang ganteng-ganteng dan seksi-seksi. Tapi malu dunk ketika yang diingat hanya yang sebatas lahiriah saja, karena ada baiknya dalam sebuah karya yang ditonton kita mendapatkan kenikmatan secara batiniah juga. Makanya itu yang masih suka komplain tentang pernyataan “tontonan seharusnya bisa jadi tuntunan”, yuk ahh direnungkan lebih bijaksana lagi. Tak peduli yang ditonton itu drama tentang perselingkuhan atau kisah cinta yang penuh intrik dan kepalsuan, menjadi penonton yang baik seharusnya selalu pintar mengambil celah, hikmah, serta pelajaran dari karya dan tontonan yang sudah disajikan. No offense!!! Hahha...
Oleh karena itu, ketika dari episode empat saya loncatkan langsung flashbacknya menuju episode 14 (empat belas), hanya bermaksud menggambarkan bahwa tak jaminan seorang lakon utama selalu dalam dikondisikan benar dalam semua tindakannya. Hahha... Sudah bukan zamannya lagi membuat cerita, gambaran perwatakan lakonnya hampir menyerupai dewa dan haram untuk dikritik atau dihina-hina wkwkwkkwkkk... Terlalu naif dan ngawang!!! Seharusnya kl lakonnya itu memang manusia biasa, dia harus dikompletkan baik dan buruknya dalam penggambaran wataknya. Ketika yang kemarin remah-remahnya masih membahas perlakuan manis dan terhormatnya seorang Yigit Kozan kepada sang istri, maka sekarang giliran untuk memerlihatkan sisi lain watak seorang Yigit Kozan atau juga istrinya, yang boleh jadi malah saling makin meruncingkan konflik rumah tangganya.
Oleh karena itu, ketika dari episode empat saya loncatkan langsung flashbacknya menuju episode 14 (empat belas), hanya bermaksud menggambarkan bahwa tak jaminan seorang lakon utama selalu dalam dikondisikan benar dalam semua tindakannya. Hahha... Sudah bukan zamannya lagi membuat cerita, gambaran perwatakan lakonnya hampir menyerupai dewa dan haram untuk dikritik atau dihina-hina wkwkwkkwkkk... Terlalu naif dan ngawang!!! Seharusnya kl lakonnya itu memang manusia biasa, dia harus dikompletkan baik dan buruknya dalam penggambaran wataknya. Ketika yang kemarin remah-remahnya masih membahas perlakuan manis dan terhormatnya seorang Yigit Kozan kepada sang istri, maka sekarang giliran untuk memerlihatkan sisi lain watak seorang Yigit Kozan atau juga istrinya, yang boleh jadi malah saling makin meruncingkan konflik rumah tangganya.
Asla Vazgeçmem 14.Bölüm |
Asla Vazgeçmem 14.Bölüm |
Kembali lagi flashback di episode 14 (empat belas) menceritakan tentang pohon besar yang ada di samping rumah perkebunan Kozan. Pohon besar yang ketika saya pernah menuliskannya di edisi remah-remah sebelumnya sebagai saksi untuk Yigit yang masih terkesan tertatih-tatih dan kurang bijaksana dalam menyikapi tumbuh-kembang Mert. Atau juga pohon besar yang kala itu masih tampak belum berdaun karena baru menginjak pergantian musim dari dingin ke musim semi, menjadi saksi untuk semakin terpesonanya Yigit kepada Nur, justru setelah sang pujaan hati dengan tegasnya berani memarahi sang bos Kozan Otomotive tersebut. Marah yang penuh kedamaian kl Yigit kemarin dulu menggambarkan Nur dengan marah-marahnya yang berharga saat itu, hahha... Kini, kembali pohon besar yang kini sudah tampak rimbun dan menghijau di musim panas yang indah itu, menghadirkan cerita lagi yang lagi-lagiiiii melibatkan Mert, Nur, dan juga sang suami, Yigit Kozan.
Jadi ingat ketika dulu Nur yang baru saja mengenal Yigit, menghalangi Yigit supaya menghentikan ide nekad untuk menebang pohon besar itu karena takut akan menjadi hal yang membahayakan bagi Mert. Teringat juga dengan bentakan Yigit kepada Tayyar supaya tangga yang masih tersandar di pohon besar itu segera disingkirkan. Hhmmm... Harusnya memang pencegahan itu tidak menjadi isu utama di balik cerita tentang pohon besar ini di kemudian hari. Justru pohon besar ini dapat digunakan sebagai ‘sarana sentilan’ untuk Yigit yang terutama dan juga Nur. Ya Tuhan, Nur... Tak ingatkah kau ketika Mert berteriak minta tolong kepadamu untuk diturunkan dari pohon, kau sedang hamil muda? Tak bisakah kau berteriak memanggil Tayyar atau Emin untuk menggantikanmu menolong Mert yang sedang ketakutan di atas pohon? Tidakkah kau berpikir jika nanti jatuh itu akan membahaayakanmu dan kau bisa kehilangan calon bayimu di saat Yigit belum kau kabari masalah kehamilanmu tersebut? Inilah petanyaan-pertanyaan yang kiranya terbersit ketika melihat Nur kala itu karena begitu paniknya melihat Mert yang mulai menangis karena ketakutan di atas pohon, akhirnya tanpa berpikir panjang mengambil inisiatif untuk menyelamatkan Mert seorang diri. Seharusnya ketika bermain layang-layang tersebut, Mert juga menunggu kedatangan ayahnya agar bisa menerbankannya bersama-sama dan tidak ada acara samapi layang-layang tersangkut di pohon.. Tapi dasar anak-anak, hhhheeeiissttt... Duh, ibumu sendiri juga kemana, Mertttttt?? Kenapa yang harus berlari-lari ketakutan dan mengkhawatirkanmu justru hanya pengasuhnya, sementara ibu yang melahirkan Mert justru sedang asyik membaca-baca majalah sambil meminum susu ‘cap jahanam’. Ny Aytul, makan itu perbuatan kotormu!!!
Seharusnya ketika itu Yigit juga sudah bisa mendengar kabar bahagia tentang kehamilan Nur, kl Nur kala itu tidak berubah mood lagi untuk kesekian kalinya ketika akan mengabarkan tentang kehamillannya. Nurrrrrr... Sekali lagi, harusnya ketika di taman sedang berdua dengan Yigit malam itu, kau kuatkan hati untuk segera berterus-terang tentang kehamilanmu di hadapan suami. Tak peduli kau harus`merasa sakit hati karena mendengar secara tak sengaja kenyataan kl sepupumu Elmas ternyata diam-diam mencintai suamimu juga... Yach, Nur... Mungkin juga karena kau sudah terlalu memendam banyak kekecewaan atas sikap Yigit belakangan selepas skandal baliho yaaa... Yigit yang seakan-akan berubah menjadi suami yang keras-kepala, selalu berkata-kata meyakitkan hati, dan juga menjadi seseorang yang semakin jauh dari jangkauan Nur, sebagai seorang istri. Karena ‘tembok’ yang kau bangun, akhirnya membuat segalanya menjadi semakin runyam, Yigit...
Kini ketika pohon besar itu kembali bercerita kepadamu tentang Nur yang harus menyelamatkan Mert (lagi), namun justru akhirnya kau juga harus kehilangan anakmu yang lainnya, kau bisa apa, Yigit? Kau ingin Nur marah-marah dengan berani lagi di hadapanmu, di dekat pohon besar itu? Atau kau masih ingin menyuruh Tayyar menebang pohon besar itu dan menyingkirkan tangganya?? Andaikata benar setelah Nur marah-marah kepadamu, menuntut bayi yang sudah diambil dari rahimnya untuk bisa kau kembalikan lagi ke rahim istrimu, andai benar jika pohon besar itu sudah ditebang dan tangganya sudah disingkirkan, kau berjanji akan lebih memerhatikan dan menyayangi Nur?? Justru ketika kau akhirnya mendengar kabar tentang kehilangan bayimu itu dari dokter, kau lebih menyerupai seorang suami yang bodoh dan tak tahu apa-apa tentang sikon istri, Yigit... Kau seperti seseorang yang paling lambat mendengar bunyi terompet sangkakala ketika kiamat datang, sementara yang lainnya sudah usai ditakar keburukan dan kebaikannya oleh Tuhan.
Kemana saja kau ‘pergi’ selama ini, Yigit? Kenapa istrimu tidak kau ajak turut-serta dan malah justru menghalanginya dengan ‘tembok’mu yang kokoh sekaligus konyol itu? Andai saja ketika Nur berulang-kali memohon maaf kepadamu untuk kesalahannya yang tidak minta izin kepadamu ketika melakukan sesi pemotretan, kau mau mendengarkan semua penjelasannya dan memberikan maaf untuknya... Mungkin saja Nur kala itu dengan wajah bahagianya akan langsung mengabarkannya kepadamu tentang kehamilannya sambil membawa foto-foto hasil USG bayi kalian... Dan mungkin saja kau bisa menemani isrtimu ketika dia kontrol ke dokter kandungan... Hhhuufftt... Sekarang ceritanya memang hanya andai dan andai serta mungkin dan mungkin. Penyesalan yang seperti tidak berujung. Semuanya menjadi seperti sama-sama salah, karena suka atau tidak suka pernikahan yang Yigit dan Nur bangun masih sangat rapuh pondasinya. Berasa hanya memiliki cinta yang besar, tapi pengertian dan tanggung jawab masih jauh dari kata besar. Terutama untuk sang suami nie yaaa... Harusnya sebagai suami bisa menjadi pengayom, pelindung, dan memimbing istrinya, tapi apa daya sang istri justru hanya disuguhi ‘drama demi drama’. Untuk Nur, harus lebih ekstra stok kesabarannya ya, Nur... Seringkali demi untuk kebaikan bersama, salah satu harus senantiasa menekan egonya, sambil terus berusaha menyeimbangkan keadaan dengan pasangan. Masak orang jalan dengan kepala menengadah terus ke atas, tidak akan tersandung atau bahkan jatuh terperosok, xixixiii... Bukan nyumpahin lhooh, Yigit... Dan Yigit, lebih baik bertanya kepada Tuhan, hukuman apa yang pantas kau terima daripada kembali menyesali istri yang terlambat mengabari tentang berita bahagia.
Talk to my hands!!! Begitu deh kira-kira yang dulu suka ditriakkan oleh Indi Barends dalam talk show “Ceriwis” yang dipandunya bersama Indra Bekti. Wkwkwkwkwkkk... Have a sweet Thursday, AVers... Salam hangat.
Seharusnya ketika itu Yigit juga sudah bisa mendengar kabar bahagia tentang kehamilan Nur, kl Nur kala itu tidak berubah mood lagi untuk kesekian kalinya ketika akan mengabarkan tentang kehamillannya. Nurrrrrr... Sekali lagi, harusnya ketika di taman sedang berdua dengan Yigit malam itu, kau kuatkan hati untuk segera berterus-terang tentang kehamilanmu di hadapan suami. Tak peduli kau harus`merasa sakit hati karena mendengar secara tak sengaja kenyataan kl sepupumu Elmas ternyata diam-diam mencintai suamimu juga... Yach, Nur... Mungkin juga karena kau sudah terlalu memendam banyak kekecewaan atas sikap Yigit belakangan selepas skandal baliho yaaa... Yigit yang seakan-akan berubah menjadi suami yang keras-kepala, selalu berkata-kata meyakitkan hati, dan juga menjadi seseorang yang semakin jauh dari jangkauan Nur, sebagai seorang istri. Karena ‘tembok’ yang kau bangun, akhirnya membuat segalanya menjadi semakin runyam, Yigit...
Kini ketika pohon besar itu kembali bercerita kepadamu tentang Nur yang harus menyelamatkan Mert (lagi), namun justru akhirnya kau juga harus kehilangan anakmu yang lainnya, kau bisa apa, Yigit? Kau ingin Nur marah-marah dengan berani lagi di hadapanmu, di dekat pohon besar itu? Atau kau masih ingin menyuruh Tayyar menebang pohon besar itu dan menyingkirkan tangganya?? Andaikata benar setelah Nur marah-marah kepadamu, menuntut bayi yang sudah diambil dari rahimnya untuk bisa kau kembalikan lagi ke rahim istrimu, andai benar jika pohon besar itu sudah ditebang dan tangganya sudah disingkirkan, kau berjanji akan lebih memerhatikan dan menyayangi Nur?? Justru ketika kau akhirnya mendengar kabar tentang kehilangan bayimu itu dari dokter, kau lebih menyerupai seorang suami yang bodoh dan tak tahu apa-apa tentang sikon istri, Yigit... Kau seperti seseorang yang paling lambat mendengar bunyi terompet sangkakala ketika kiamat datang, sementara yang lainnya sudah usai ditakar keburukan dan kebaikannya oleh Tuhan.
Kemana saja kau ‘pergi’ selama ini, Yigit? Kenapa istrimu tidak kau ajak turut-serta dan malah justru menghalanginya dengan ‘tembok’mu yang kokoh sekaligus konyol itu? Andai saja ketika Nur berulang-kali memohon maaf kepadamu untuk kesalahannya yang tidak minta izin kepadamu ketika melakukan sesi pemotretan, kau mau mendengarkan semua penjelasannya dan memberikan maaf untuknya... Mungkin saja Nur kala itu dengan wajah bahagianya akan langsung mengabarkannya kepadamu tentang kehamilannya sambil membawa foto-foto hasil USG bayi kalian... Dan mungkin saja kau bisa menemani isrtimu ketika dia kontrol ke dokter kandungan... Hhhuufftt... Sekarang ceritanya memang hanya andai dan andai serta mungkin dan mungkin. Penyesalan yang seperti tidak berujung. Semuanya menjadi seperti sama-sama salah, karena suka atau tidak suka pernikahan yang Yigit dan Nur bangun masih sangat rapuh pondasinya. Berasa hanya memiliki cinta yang besar, tapi pengertian dan tanggung jawab masih jauh dari kata besar. Terutama untuk sang suami nie yaaa... Harusnya sebagai suami bisa menjadi pengayom, pelindung, dan memimbing istrinya, tapi apa daya sang istri justru hanya disuguhi ‘drama demi drama’. Untuk Nur, harus lebih ekstra stok kesabarannya ya, Nur... Seringkali demi untuk kebaikan bersama, salah satu harus senantiasa menekan egonya, sambil terus berusaha menyeimbangkan keadaan dengan pasangan. Masak orang jalan dengan kepala menengadah terus ke atas, tidak akan tersandung atau bahkan jatuh terperosok, xixixiii... Bukan nyumpahin lhooh, Yigit... Dan Yigit, lebih baik bertanya kepada Tuhan, hukuman apa yang pantas kau terima daripada kembali menyesali istri yang terlambat mengabari tentang berita bahagia.
Talk to my hands!!! Begitu deh kira-kira yang dulu suka ditriakkan oleh Indi Barends dalam talk show “Ceriwis” yang dipandunya bersama Indra Bekti. Wkwkwkwkwkkk... Have a sweet Thursday, AVers... Salam hangat.
Categories: remahan yang tercecer
0 comments:
Posting Komentar